7 Juta Buruh dan Petani Sawit Terancam Kehilangan Penghidupan

Penulis : Tim Betahita

Perubahan Iklim

Selasa, 03 Mei 2022

Editor :

BETAHITA.ID -  Labor Institute Indonesia mengatakan, sekitar tujuh juta buruh maupun petani sawit tengah terancam kehilangan mata pencaharian. Hal itu disebabkan oleh kebijakan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya yang baru-baru ini diterbitkan pemerintah.

 Menurut Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga, lima juta pekerja di sektor hulu, hilir, dan rantai pasok akan kehilangan pekerjaan. Selain itu, dua juta buruh tani akan terhambat produksi tandan buah segar karena ditolak oleh pabrik pengolahan kelapa sawit.

“Ancaman kehilangan pekerjaan tersebut disebabkan adanya kebijakan pelarangan ekspor sawit dan segala produk turunannya,” kata Andy, dikutip Mediaindonesia.com, Senin, 2 Mei 2022.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2022. Aturan tersebut melarang sementara ekspor crude palm oil, refined, bleached and deodorized palm oil, refined, bleached, and deodorized palm olein, dan used cooking oil. 

Seorang petani sawit swadaya di sebuah desa di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, mengumpulkan tandan buah segar dari kebunnya. Foto: SIAR Nusantara

Berlaku sejak 28 April 2022 untuk seluruh daerah pabean Indonesia, serta dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Di antaranya Batam, Bintan, Karimun, dan Sabang.

Kebijakan tersebut berimbas langsung pada pekerja sawit di lapangan. Menurut Andy, saat ini jumlah jam kerja buruh sawit di berbagai tingkat mulai berkurang. Pekerja di bidang transportasi crude palm oil (CPO), misalnya, mengalami pengurangan frekuensi angkut minyak sawit. “Hal tersebut karena perusahaan sawit mulai melakukan pengurangan produksi,” ujar Andy. 

Jika pemerintah tidak segera menyetop penghentian sementara ekspor sawit, hal tersebut dapat berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK), kata Andy. Lebih dari dua juta petani yang mengelola kebun secara mandiri juga dikhawatirkan terdampak.

Andy mendorong agar pemerintah segera melakukan pengawasan melekat (waskat) dalam memperbaiki tata kelola sawit nasional. Dia menyebut mekanisme itu melibatkan kepolisian, kejaksaan, Badan Pengawasan Keuangan berupa satuan tugas khusus di bawah wakil presiden. 

Menurut Andy, hal itu penting agar produksi sawit nasional dapat dinikmati oleh semua warga, tidak terbatas pada segelintir orang.

"Khususnya dapat mengangkat harkat dan kesejahteraan para buruh dan petani sawit Indonesia," kata Andy.

Pemerintah juga didesak untuk mendorong penegakan hukum saat mengawasi oknum mafia sawit. Pihak ini dicurigai mengeruk keuntungan dari produksi sawit dengan memanipulasi distribusi dan harga minyak goreng di Indonesia.