Penelitian: Tenggat Perbaikan Lingkungan Tinggal 3 Tahun Lagi

Penulis : Tim Betahita

Lingkungan

Sabtu, 07 Mei 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Sekitar lebih dari seribu ilmuwan tergabung dalam sebuah gerakan protes yang bertajuk Scientist Protest 2022. Para ilmuwan yang berasal dari 25 negara berbeda ini menggelar aksi memperingati krisis iklim yang didasari oleh riset organisasi antarpemerintah ilmiah IPCC.

Menurut rilis terbaru dari IPCC atau Intergovernmental Panel on Climate Change, manusia hanya memiliki waktu 3 tahun atau sampai 2025 untuk memperbaiki masalah kasus angka gas rumah kaca untuk diubah menjadi angka wajar.

Persoalan tersebut didukung oleh data statistik krisis iklim bumi National Geografic terkait Global Mean Surface Temperature yang menyatakan peningkatan gas rumah kaca yang pesat di atmosfer telah menghangatkan planet bumi yang manusia tinggali.

IPCC sendiri merupakan badan PBB yang bertanggung jawab melakukan penilaian ke penelitian-penelitian tentang perubahan iklim karena perubahan iklim yang ada. Menurut laporan terbaru IPCC, bila manusia gagal menerapkan angka peningkatan gas rumah kaca sampai tiga tahun ke depan, para ilmuwan menyatakan bahwa bumi planet yang kita tempati saat ini tidak layak untuk ditinggali.

Seorang bocah laki-laki mengumpulkan air dari genangan sungai yang kering akibat kekeringan parah di Somalia. Foto: UNICEF/Sebastian Rich

Scientist Protest 2022 Viral di Media Sosial

Kegiatan Scientist Protest 2022 biasa disebut juga sebagai XR Protest 2022. XR Sendiri merupakan sebuah kepanjangan dari Extinction Rebellion atau dalam bahasa Indonesianya pemberontak kepunahan. XR merupakan gerakan lingkungan yang memiliki tujuan ingin memaksa pemerintah untuk menghindari titik kritis di sistem iklim. Hal ini dikarenakan agar manusia tidak cepat Punah.

Protes ilmuan ini mulai viral di media sosial karena Peter Kalmus. Peter Kalmus adalah seorang ilmuwan dari NASA. Kalmus dan beberapa ilmuwan lainnya membuat aksi di depan gedung JP Morgans Chase di California.

Dikutip dari Mirror Now, Piter Kalmus memilih demo di tempat ini karena para ilmuwan menganggap tempat ini sebagai bank yang paling banyak mendanai perusahaan yang memakai bahan bakar fosil.

Ulah Petinggi Negara dan Pemimpin Bisnis

Beberapa pemerintah negara dan pemimpin bisnis telah mengatakan untuk melakukan perubahan dan mengambil alih terkait isu iklim, tetapi pernyataan tersebut sampai saat ini hanya isapan jempol dan tidak ada pergerakan menuju perubahan. Dengan kata lain pemerintah kurang serius untuk menanggapi masalah perubahan iklim yang terjadi di dunia.

Para ilmuwan yang melakukan protes menuntut agar negara-negara di dunia untuk bertindak tegas dan mengkaji permasalahan perubahan iklim dengan serius. Menurut para ilmuan-ilmuan ini, kebijakan terkait iklim yang ada yang diterapkan oleh para pemimpin-pemimpin dunia masih jauh dari kata ideal. Para ilmuwan juga menambahkan, krisis iklim ini tidak hanya berdampak pada masalah lingkungan saja tetapi juga kan menjadi masalah sosial.

Isu ini akan menjadi masalah sosial apabila gas rumah kaca tidak segera ditangani. Hal ini dikarenakan penggunaan rumah kaca paling banyak muncul dari negara Eropa, Amerika Utara dan Asia khususnya Cina. Tetapi negara yang paling berdampak atau paling rentan adalah negara negara Afrika dan negara negara di wilayah tropis termasuk Indonesia.

Hal ini menyebabkan negara-negara maju yang melakukan percepatan pembangunan terkait pengadaan pembangunan rumah kaca akan mengakibatkan negara-negara di wilayah tropis akan merasakan dampak paling besar yaitu kekeringan dan kelaparan.

Dengan demikian, apabila tahun 2025 manusia gagal untuk menekan angka peningkatan suhu, maka manusia akan mengalami kondisi bumi yang makin sulit untuk ditinggali. Keadaan di bumi akan semakin memprihatinkan dan tidak bisa bersahabat dengan manusia. Maka dari itu, manusia harus peduli dengan isu ini agar bumi tetap jadi tempat yang nyaman untuk ditempati.