Sengketa Lahan Berujung Penangkapan 40 Petani di Mukomuko

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Agraria

Senin, 16 Mei 2022

Editor : Kennial Laia

BETAHITA.ID - Konflik lahan antara warga dengan PT Daria Dharma Pratama (DDP) di Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, kian memanas. Terhitung ada 40 anggota Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (PPPBS) Malin Deman yang ditangkap aparat Brigade Mobil (Brimob) yang melakukan pengamanan di lahan berkonflik, karena melakukan pemanenan sawit pada lahan sengketa, pada Kamis (12/5/2022) kemarin.

Melalui surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Akar Foundation mempertanyakan kebijakan pengerahan kekuatan Brimob dalam melakukan pengamanan lahan perkebunan kelapa sawit--yang secara de jure merupakan Hak Guna USaha PT Bumi Bina Sejahtera (BBS) namun dikuasai oleh PT Daria Dharma Pratama (DDP).

Dalam surat terbukanya yang dipublikasikan pada Sabtu (14/5/2022) kemarin, Akar menjelaskan, para warga Malin Deman yang ditangkap pada Kamis kemarin itu adalah para petani yang telah mengelola lahan tersebut sejak 1997 silam. Yang mana saat ini ada 187 warga yang tergabung dalam PPPBS, termasuk 40 orang yang ditahan, yang tengah berusaha menyelesaikan konflik melalui skema Reforma Agraria, dan merupakan Program Prioritas Nasional.

Menurut Akar, usulan untuk menjadikan lahan garap seluas 603 hektare sebagai Tanah Objek Reforma Agraia ini telah disampaikan kepada Bupati Mukomuko pada 4 September 2021 dengan tembusan kepada Gubernur Bengkulu, Kementerian ATR/BPN, Kanwil ATR/BPN Bengkulu dan BPN Mukomuko.

40 warga Malin Deman yang tergabung dalam PPPBS ditangkap saat melakukan panen di lahan HGU PT BBS yang dikuasai oleh PT DDP. 40 warga tersebut ditelanjangi setengah badan dan diikuat tali plastik./Foto: Ist/Akar Foundation

Akar menguraikan, berdasarkan informasi yang terhimpun dari warga, sekitar pukul 10.00 WIB, 40 anggota PPPBS melakukan aktivitas seperti biasa, memanen buah sawit di lahan yang mereka garap. Lahan yang mereka garap adalah lahan yang saat ini masih dalam upaya penyelesaian konflik dan secara de jure merupakan HGU PT BBS, berdasarkan Surat Keputusan No: 42/HGU/BPN/1995 dengan luas lahan 1.899 hektare, yang terletak di Wilayah Kecamatan Malin Demang, Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu.

Setelah kurang lebih 2 jam aktivitas panen dilakukan, pihak aparat Brimob yang berjumlah lebih kurang 40 orang datang dan melakukan pengepungan. Dalam kejadian itu aparat Brimob diduga melakukan tindakan represif kepada warga yang sedang berkumpul di lahan yang dikuasai oleh Bapak Zarkawi--Warga Desa Talang Arah, Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko.

Menurut Akar, sejauh ini terkonfirmasi salah seorang warga mengalami luka sobek di bagian kepala akibat diserang oleh aparat. Korban luka tersebut bernama Hardoni, Warga Desa Talang Arah Kecamatan Malin Deman. Tak hanya itu, 40 anggota PPPBS juga ditelanjangi setengah badan dengan tangan terikat mengunakan tali plastik dan perampasan serta penyitaan telepon selular.

Pada sekitar pukul 16.00 WIB 40 warga itu dibawa ke Polres Mukomuko dan selanjutnya menjalani BAP tanpa pendamping atau kuasa hukum. Kemudian pada pukul 16.48 WIB Kapolres Mukomuko menetapkan 40 warga itu sebagai tersangka berdasarkan Pasal 363 KUHP dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara.

Akar menilai, langkah aparat kepolisian itu merupakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Penangkapan sewenang-wenang (arbitraty dentention) merupakan pelanggaran dan bertentangan dengan hak-hak konstitusional dan hak-hak asasi warga, yang dijamin dalam Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945. Yang mana pasal itu menyatakan, Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Selanjutnya, Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik juga menegaskan, semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Pelanggaran terhadap Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Akar mendesak Kapolri untuk segera membebaskan 40 warga anggota PPPBS Malin Deman yang sedang berusaha menyelesaikan konflik penguasaan lahan melalui skema Reforma Agraria. Kemudian Akar juga meminta agar seluruh aparat keamanan ditarik dari lahan HGU PT BBS yang dikuasi oleh PT DDP, karena keberadaan aparat keamanan tersebut kontradiktif dengan upaya penyelesaian sengketa. Terakhir meminta agar Kapolri menindak tegas para pihak pengusaha, perusahaan dan aparat keamannan yang menjadi penyebab ataupun yang terlibat dalam konflik agraria.

Menurut keterangan masyarakat setempat, aparat kepolisian (Brimob) tersebut memang sudah lama melakukan penjagaan wilayah konsesi perusahaan, yakni sejak awal Januari 2022 lalu. Selama itu pula belum pernah ada koordinasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian kepada pemerintahan desa setempat untuk memberikan pemberitahuan terkait agenda aparat kepolisian melakukan operasi di sekitar wilayah desa dan kecamatan.

"Sejak Januari kemarin Brimob melakukan penjagaan di areal PT DPP. Pemdes setempat bahkan tidak tahu tentang penjagaan," kata Pramasty Ayu Kusdinar, Manager Program dan Strategi, Akar Foundation, Kamis (13/5/2022).

Dinar menerangkan, lahan sengketa itu adalah HGU perkebunan kakau PT BBS. Namun lahan tersebut kemudian ditelantarkan. 2 tahun kemudian masyarakat menggarap lahan itu kembali. Akan tetapi pada 2005 silam, PT DDP tiba-tiba mengklaim lahan seluas 1.899 hektare itu sudah dialihkan pengelolaannya ke PT DDP dengan akta pinjam pakai.

"Tapi itukan tidak sah. Tidak ada ketentuan HGU bisa dialihkan. Dan kemarin alasannya selain pinjam pakai, ada aturan peralihan HGU."

Dinar bilang, pihaknya sebagai pendamping masyarakat dalam pengajuan TORA, akan membuat surat penangguhan pengurus PPPBS dan mempersiapkan pra peradilan.

Masyarakat yang ditangkap menjalani proses BAP tanpa pendampingan atau kuasa hukum./Foto: Akar Foundation

Forum Kepala Desa Ajukan Penangguhan Penahanan

Terpisah, Forum Kepala Desa di Kecamatan Malin Deman, juga mengajukan penangguhan penahanan 40 anggota PPPBS yang diamankan dan dijadikan tersangka kasus dugaan pencurian tandan buah segar (TBS) sawit PT DDP.

"Kami telah rapat dengan beberapa kepala desa dan kami sepakat mengajukan penangguhan penahanan warga yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera kepada polisi," kata Dahri Iskandar, Ketua Forum Kepala Desa Kabupaten Mukomuko, dikutip dari Antara, Sabtu (14/5/2022).

Dahri melanjutkan, beberapa kepala desa di Kecamatan Malin Deman juga akan bersurat kepada Gubernur Bengkulu untuk menyelesaikan konflik lahan antara para petani dengan PT DDP. Ia meminta gugus tugas penanganan konflik agraria pemerintah daerah setempat menyelesaikan konflik agraria itu. Dahri menyatakan, pihaknya telah mengetahuim 40 warga yang tergabung dalam PPPBS itu ditangkap polisi atas laporan dan pengaduan PT DDP.

"Mereka membuka usaha di tempat kami tetapi mereka juga yang menangkap warga kami," kata Dahri.

Dahri berpendapat, aktivitas utasa perkebunan kelapa sawit di wilayah Malin Deman ini sebaiknya dihentikan hingga ada penyelesaian terkait legalitas kepemilikan lahan HGU PT BBS. Dahri juga mempertanyakan legalitas PT DDP melakukan kegiatan usaha di lahan PT BBS dengan hanya menggunakan surat pinjam pakai lahan HGU PT BBS.

"Apakah ada aturan yang mengatur surat pinjam pakai lahan HGU?"

Sebelumnya, Kepala Polres Mukomuko, AKBP Witriardi mengatakan kepolisian setempat selain menangkap 40 tersangka pencurian sawit perusahaan, juga mengamankan barang bukti berupa alat panen sawit atau enggrek, mobil, buah sawit dan telepon selular.

"Handphone juga kita sita karena dalam kegiatan panen buah sawit ini terorganisasi, ada yang mengajak. Dua dari 40 tersangka menggerakkan warga melalui pesa WhatsApp untuk panen buah sawit di atas lahan hak guna usaha milik perusahaan," kata Witriardi.

Kapolres Witriardi menjelaskan, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik, puluhan pelaku mengakui kalau buah sawit yang mereka panen bukanlah tanaman miliknya. Selain itu para pelaku juga mengakui TBS kelapa sawit yang mereka panen tersebut miliki perusahaan kelapa sawit di wilayah itu.