Gelombang Panas di India Mencapai 49,2 Celcius

Penulis : Aryo Bhawono

Perubahan Iklim

Rabu, 18 Mei 2022

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID -  Gelombang panas yang terus menyapu India bagian utara kembali memecahkan rekor. Beberapa wilayah di ibu kota, New Delhi, suhu panas tercatat mencapai 49,2 Celcius. Tingginya suhu ini merupakan gelombang panas kelima sejak Maret lalu. 

Para pejabat di beberapa bagian negara itu meminta masyarakat untuk melakukan pencegahan karena suhu tinggi akan bertahan. Suhu panas dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi kelompok rentan, yakni bayi, orang tua, dan orang-orang dengan penyakit kronis.

Dikutip dari BBC Departemen Cuaca India menyebutkan kenaikan suhu terjadi di beberapa negara bagian seperti Himachal Pradesh, Haryana, Uttarakhand, Punjab, dan Bihar. Kemungkinan suhu akan turun 2-4 C di beberapa daerah. 

Gelombang panas yang parah telah menyebabkan jutaan orang kehilangan mata pencaharian di India utara musim panas ini.

Ilustrasi gelombang panas ekstrem. Foto: iStock

Awal bulan ini, Perdana Menteri Narendra Modi meminta para menteri kepala negara bagian menyusun rencana untuk mengurangi dampak panas ekstrem karena suhu naik lebih cepat dari biasanya.

Gelombang panas biasanya terjadi di India pada bulan Mei dan Juni. Pada musim panas awal tahun ini gelombang panas ini dimulai dengan suhu tinggi dari bulan Maret. Suhu maksimum rata-rata pada bulan itu tertinggi dalam 122 tahun.

Pusat Sains dan Lingkungan mengatakan bahwa gelombang panas awal tahun ini telah mempengaruhi sekitar 15 negara bagian, termasuk negara bagian Himachal Pradesh di utara, yang biasanya dikenal dengan suhu sejuk. Naresh Kumar, seorang ilmuwan senior di Departemen Meteorologi India (IMD), mengaitkan gelombang panas saat ini dengan faktor atmosfer lokal.

Penyebab utama adalah gangguan angin barat yang lemah, badai yang berasal dari wilayah Mediterania hanya memberi sedikit curah hujan di India barat laut dan tengah. Antisiklon  juga menyebabkan cuaca panas dan kering di beberapa bagian India barat pada bulan Maret.

Efeknya dapat dilihat, para petani menyebutkan lonjakan suhu yang tak terduga telah mempengaruhi panen gandum mereka. Hal ini berpotensi memberi dampak global karena gangguan pasokan akibat perang Ukraina.

Panas juga telah memicu peningkatan permintaan listrik, yang menyebabkan pemadaman di banyak negara bagian dan menimbulkan kekhawatiran akan kekurangan batu bara.

Masyarakat di bagian utara dan tengah India memunculkan berbagai cara mengatasi suhu panas. Sebelum ada pendingin udara, mereka biasanya menanam kendi berisi air ke dalam tanah agar tetap dingin. Selain itu mereka menggosokkan mangga mentah ke tubuh untuk menangkal serangan panas. 

Tetapi banyak ahli mengatakan gelombang panas kali ini lebih intens dan bertahan lebih lama. Roxy Mathew Koll, ilmuwan iklim di Institut Meteorologi Tropis India, menyebutkan beberapa faktor atmosfer telah menyebabkan gelombang panas saat ini, termasuk pemanasan global.

"Itulah penyebab utama peningkatan gelombang panas," katanya, seraya menambahkan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian untuk menghubungkan perubahan iklim dengan fluktuasi cuaca lain yang tidak terlalu ekstrem.

Direktur Institut Studi Perubahan Iklim, D Sivananda Pai, menunjukkan tantangan lain selain perubahan iklim, yakni peningkatan populasi dan ketegangan yang diakibatkan oleh sumber daya.Pada gilirannya hal ini akan menimbulkan faktor-faktor yang memperburuk situasi, seperti penggundulan hutan dan peningkatan penggunaan transportasi.

"Bila Anda memiliki lebih banyak jalan dan bangunan beton, panas terperangkap di dalam tanpa bisa naik ke permukaan. Ini menghangatkan udara lebih jauh," kata Pai.

Masyarakat miskin menanggung biaya dan risiko cuaca ekstrem ini secara tidak proporsional. Peneliti senior di Indian Institute for Human Settlements dan penulis utama di Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Dr Chandni Singh, menyebutkan mereka memiliki lebih sedikit sumber daya untuk mengatasi gelombang panas dan memiliki lebih sedikit pilihan untuk tinggal menjauh dari panas.

Menurutnya para pembuat kebijakan juga harus fokus pada penanganan cuaca ekstrem mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.

"Gelombang panas dapat memiliki konsekuensi kesehatan yang serius. Jika suhu tinggi bahkan di malam hari, tubuh tidak mendapatkan kesempatan untuk memulihkan diri, meningkatkan kemungkinan penyakit dan tagihan medis yang lebih tinggi," katanya.

Koll menyebutkan terdapat tempat-tempat di India yang memiliki suhunya tidak terlalu tinggi jika dikombinasikan dengan kelembaban tinggi maka kehidupan bisa sangat sulit. Kelembaban dan suhu panas yang digabungkan dapat menjadi bencana tersendiri.

Dia juga menekankan untuk memperhatikan area yang jauh dari sorotan. "Banyak anak-anak di daerah pedesaan bersekolah di gudang dengan atap seng, yang tidak akan tertahankan di cuaca panas," katanya.

Sejak 2015, baik pemerintah federal dan negara bagian mengeluarkan sejumlah langkah untuk mengurangi dampak gelombang panas, seperti melarang bekerja di luar selama jam-jam terpanas dan mengeluarkan nasihat tepat waktu. Tapi langkah ini hanya bisa efektif jika disertai dengan perubahan gambaran besar seperti perombakan undang-undang perburuhan dan penghijauan kota, kata Singh.

"Bangunan kami dibuat sedemikian rupa sehingga memerangkap panas alih-alih memastikan ventilasi. Ada begitu banyak inovasi internasional yang dapat kami pelajari," katanya.