Negara G7 Hentikan Pendanaan Bahan Bakar Fosil

Penulis : Aryo Bhawono

Perubahan Iklim

Selasa, 31 Mei 2022

Editor : Kennial Laia

BETAHITA.ID -  Negara-negara ekonomi terbesar di dunia akan berhenti mendanai pengembangan bahan bakar fosil di luar negeri mulai akhir tahun ini. Langkah ini kemungkinan akan menghambat beberapa investasi dalam ‘bom karbon’ yang mengancam terpenuhinya target iklim dunia.

Para analis memperkirakan perjanjian tersebut dapat mengalihkan sekitar 33 miliar Dolar AS per tahun dari bahan bakar fosil ke sumber energi bersih.

Para menteri energi dan lingkungan dari semua negara G7 sepakat mengakhiri pendanaan pembayar pajak untuk proyek minyak, gas dan batu bara di luar negeri pada pertemuan di Berlin Jumat lalu (27/5/2022). Negara-negara itu diantaranya adalah Jepang, Inggris, AS, Kanada, Italia, Prancis dan negara tuan rumah tahun ini, Jerman. 

Presiden COP26 Inggris, Alok Sharma, mengatakan komitmen itu menunjukkan, dalam konteks perang Ukraina dan harga bahan bakar fosil yang tinggi,  bahwa transisi ke energi bersih lebih penting dari sebelumnya. 

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) bertenaga batu bara melepaskan emisi karbon dioksida, yang menjadi salah satu faktor terbesar pemanasan global saat ini. Foto: loe.org

“Kami bersatu dalam pandangan bahwa keamanan iklim dan lingkungan benar-benar identik dengan energi dan keamanan nasional dan saya tidak bisa melebih-lebihkan itu. Memecahkan krisis energi global dan krisis iklim kronis membutuhkan solusi yang sama, ini tentang mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil sebagai bagian dari transisi yang terkelola,” ucap dia seperti dikutip dari The Guardian.

Co-manager kampanye di kelompok hijau Oil Change International, Laurie van der Burg, mengatakan komitmen G7 untuk mengakhiri pembiayaan publik untuk bahan bakar fosil dan mengalihkannya ke energi bersih adalah kemenangan besar. Ini adalah penegasan ulang tepat waktu (di tengah perang Ukraina) bahwa jalur yang paling layak untuk keamanan energi adalah memprioritaskan keuangan publik demi energi bersih. 

“Janji-janji ini sekarang harus segera diwujudkan menjadi tindakan,” ungkapnya.

Namun beberapa proyek yang sudah berjalan mungkin luput dari komitmen baru. Hal ini berarti masih banyak ‘bom karbon’ (proyek minyak dan gas baru) di seluruh dunia yang sedang dalam pengembangan. 

The Guardian menemukan hampir 200 bom karbon, sekitar 60 persen sudah berlangsung dan sudah mulai dipompa. Sebagian besar pembiayaan untuk mereka kemungkinan besar berasal dari sumber swasta atau publik di luar negara-negara G7. Pembiayaan sektor publik luar negeri dapat menjadi katalis yang signifikan untuk proyek-proyek minyak dan gas baru karena memberikan jaminan kepada investor swasta dan negara berkembang.

Pengumuman resmi G7 juga gagal menutupi keuangan sektor publik domestik untuk bahan bakar fosil. Beberapa negara anggota masih mensubsidi bahan bakar fosil dan memberikan keringanan pajak yang besar.

Pada hari Kamis, Inggris sendiri mengumumkan pajak yang menguntungkan perusahaan bahan bakar fosil. Mereka memberi celah yang memungkinkan untuk lolos 90 persen dari retribusi jika mereka berinvestasi dalam produksi minyak dan gas baru di Laut Utara, terlepas dari anggaran karbon Inggris. 

Kritikus mengatakan investasi ini tidak akan membantu meringankan masalah pasokan jangka pendek. Lokasi eksplorasi baru dapat memakan waktu puluhan tahun untuk berproduksi dan itu merupakan subsidi de facto senilai miliaran poundsterling untuk minyak dan gas baru.

G7 berkomitmen tahun lalu untuk mengakhiri pembiayaan batu bara luar negeri dan beberapa anggota setuju untuk mengakhiri semua pembiayaan bahan bakar fosil luar negeri. Ini adalah pertama kalinya ketujuh negara mencapai kesepakatan komprehensif yang mencakup semua bahan bakar fosil.