Papua Barat: Surat Cinta Sahabat Peradilan untuk Hakim MA

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Sawit

Jumat, 03 Juni 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Drama gugatan terkait pencabutan perizinan tiga perusahaan perkebunan sawit, PT Inti Kebun Lestari (IKL), PT Sawitindo Agro Sawitindo (SAS) dan PT Papua Lestari Abadi (PLA), di Sorong Provinsi Papua Barat, akan memasuki puncaknya. Hasil akhir gugatan-gugatan itu kini berada di tangan para hakim Mahkamah Agung (MA) yang memeriksa perkara-perkara tersebut di tingkat kasasi.

Perjalanan gugatan-gugatan itu mendapat perhatian dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Pada Kamis (2/6/2022), Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sorong Raya, Greenpeace Indonesia dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Papua mengirimkan Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) kepada MA, yang tengah memeriksa Putusan Perkara Tingkat Banding PT TUN Makassar Nomor 12/B/2022/PT.TUN.MKS, 13/B/2022/PT.TUN.MKS, 41/B/2022/PTTUN.MKS dan 42/B/2022/PTTUN.MKS.

Di dalam Amicus Curiae itu masyarakat sipil menilai keputusan Bupati Sorong mencabut izin-izin perkebunan kelapa sawit itu, termasuk izin PT IKL, PT SAS dan PT PLA, didasarkan evaluasi mendalam atas perbuatan pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban yang diatur dalam ketentuan Izin Usaha Perkebunan (IUP), tidak menjalankan peraturan perundang-undangan, kejanggalan penerbitan izin-izin dan perilaku ketidakseriusan para penggugat untuk melakukan usaha sejak menerima izin-izin.

Pelanggaran yang dilakukan perusahaan-perusahaan itu berlapis, sehingga harus dinilai bukan sebagai pelanggaran biasa. Sanksi yang diberikan harus bersifat regresif, berupa pencabutan keputusan yang menguntungkan. Pasal 55 Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman perizinan usaha perkebunan memberi kewenangan kepada kepala daerah untuk mencabut izin usaha.

Papua Bukan Tanah Kosong./Foto: Yayasan Pusaka Bentala Rakyat

Masyarakat sipil meminta agar majelis hakim melihat empat perkara itu dengan dimensi yang lebih luas dari sekedar sengketa perizinan perusahaan. Keempat perkara itu juga menyangkut kepentingan publik atas keberlanjutan lingkungan dan keadilan bagi masyarakat adat.

"Hakim Agung wajib menerapkan pertimbangan-pertimbangan penyelamatan lingkungan hidup dengan merujuk kepada Keputusan MA Nomor 36/KMA/SK/II/2013 dan Keputusan Nomor 37/KMA/SK/III/2015 dalam memutus," kata masyarakat sipil dalam Amicus Curiae itu.

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Moi telah mengakui hak-hak masyarakat adat. Tanah Papua Bukanlah Tanah Kosong, setiap tempat ada pemiliknya.

Penolakan pemilik hak ulayat atas perusahaan, wajib dipertimbangkan sebagai partisipasi masyarakat untuk memperoleh keadilan atas hak-haknya dari lembaga peradilan. Hakim Agung juga wajib memperhatikan sikap penolakan dan memenuhi nilai keadilan yang disuarakan masyarakat adat.

Seperti diuraikan dalam berita-berita sebelumnya, pencabutan perizinan perkebunan kelapa sawit PT IKL, PT SAS dan PT PLA oleh Bupati Sorong, berlanjut pada munculnya gugatan. Tiga perusahaan itu tidak terima perizinannya dicabut.

Gugatan tersebut disidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, dengan Nomor Perkara 29/G/2021/PTUN.JPR dan 30/G/2021/PTUN.JPR (PT IKL), 31/G/2021/PTUN.JPR (PT SAS) dan 32/G/2021/PTUN.JPR (PT PLA).

Namun gugatan tiga perusahaan tersebut tidak dikabulkan oleh majelis hakim yang mengadili. Putusan itu dibacakan pada 7 Desember 2021 (PT SAS dan PT PLA) dan 12 Januari 2022 (PT IKL) lalu. Dalam putusannya, perusahaan-perusahaan itu dianggap tidak memiliki kepentingan yang dirugikan untuk menggugat, sehingga majelis hakim tidak menerima dan menolak gugatan-gugatan itu untuk seluruhnya.

Tiga perusahaan itu masih belum puas, dan kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar. Singkat cerita, pada 5 April 2022 dan 15 Maret 2022 lalu upaya banding tiga perusahaan itu dikabulkan oleh majelis hakim PT TUN Makassar.

Kemenangan PT IKL, PT SAS, PT PLA di PT TUN Makassar itu mendapatkan perlawanan dari Bupati Sorong. Johny Kamuru mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan prosesnya masih berjalan.

Dalam persoalan ini, Bupati Johny Kamuru mendapatkan dukungan yang besar dari masyarakat adat Sorong serta organisasi masyarakat sipil. Selain karena perusahaan-perusahaan itu keberadaannya ditolak, masyarakat sipil juga berpendapat pencabutan izin terhadap 3 perusahaan itu sudah tepat dan sudah sesuai dengan hasil evaluasi perizinan perkebunan sawit di Provinsi Papua Barat.