Penolak Tambang Sangihe Dikriminalisasi, PT TMS Justru Dikawal

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Selasa, 05 Juli 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Setelah mengawal mobilisasi alat berat PT Tambang Mas Sangihe (TMS) pada 13 Juni 2022 lalu, kini aparat kepolisian dari Polres Kepulauan Sangihe melakukan kriminalisasi terhadap warga penolak tambang.

Sikap kepolisian ini membuat warga gelengkan kepala, heran. Polisi tampak bersikap tegas terhadap warga penolak tambang, namun justru lunak terhadap PT TMS--bahkan memberikan pengawalan, padahal perusahaan itu tidak memiliki perizinan lengkap.

Alfred Pontolondo dari Koalisi Save Sangihe Island (SSI) mengatakan, warga yang dikriminalisasi itu bernama Robison Saul. Robison ini merupakan salah satu warga Pulau Sangihe yang menolak keras kehadiran tambang di Pulau Sangihe, bahkan ikut dalam beberapa kali aksi yang dilakukan masyarakat, termasuk penghadangan alat berat PT TMS pada 13 Juni 2022 lalu.

Alfred menerangkan, pada 21 Juni 2022 lalu, Robison mendapatkan surat dari Polres Kepulauan Sangihe berisi panggilan untuk dilakukan pemeriksaan. Robison bersikap kooperatif, Alfred bahkan menemani Robison datang ke Polres untuk diperiksa, dan di situ Robison menandatangani Berkas Acara Pemeriksaan (BAP).

Warga Desa Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, menutup jalan untuk menghadang angkutan alat berat PT TMS, 13 Juni 2022 lalu./Foto: Save Sangihe Island.

Namun sekitar sepekan kemudian, yakni 27 Juni 2022, Robison tiba-tiba mendapat kiriman surat lagi dari Polres Sangihe. Surat itu menjelaskan bahwa Robison ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kepemilikan senjata tajam. Berselang 3 hari kemudian, 30 Juni 2022, Robison mendapat surat lagi dari Polres berisi tentang penangkapan dan penahanan.

"Sejak 30 Juni 2022 itulah Robison ditahan di Polres Sangihe," kata Alfred, Minggu (3/7/2022).

Aparat kepolisian menuduh Robison membawa senjata tajam di saat aksi penghadangan alat berat PT TMS pada 13 Juni 2022. Polisi menuduh Robison telah melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951, Pasal 2 ayat 1 tentang Tindak Pidana Tanpa Hak Menerima, Menguasai, Membawa, Mempunyai Persediaan Padanya atau Mempunyai dalam Miliknya, Menyimpan, Mengangkut, Menyembunyikan, dan Mempergunakan Senjata Pemukul, Senjata Penikam atau Senjata Penusuk.

Penersangkaan dan penahanan terhadap Robison ini memunculkan pertanyaan besar bagi warga. Sebab pihak kepolisian dengan mudahnya menjadikan Robison sebagai tersangka hanya karena membawa pisau pada aksi penghadangan alat berat PT TMS beberapa pekan lalu.

Sementara, di saat yang sama polisi justru memberikan pengawalan terhadap pengangkutan alat berat PT TMS. Padahal perusahaan ini diduga ilegal. Karena tidak memilik perizinan pemanfaatan pulau-pulau kecil yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014.

Yang mana Pasal 26A UU itu--disesuaikan setelah UU Cipta Kerja Berlaku--menyebutkan, dalam rangka penanaman modal asing, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal. Alfred menyebut PT TMS memenuhi perizinan berusaha dimaksud.

Selain itu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado sudah memenangkan 56 perempuan Pulau Sangihe dalam gugatan Izin Lingkungan PT TMS. Putusan PTUN itu menyatakan Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Daerah Pemprov Sulawesi Utara tentang Pemberian Izin Lingkungan Kegiatan Penambagan Emas PT TMS di Kabupaten Kepulauan Sangihe Nomor 503/DPMTSPD/IL/182/IX/2022 tanggal 25 September 2020, batal.

"Dengan dibatalkan dan dicabutnya Izin Lingkungan itu, maka PT TMS tidak memiliki dasar hukum lagi untuk melakukan kegiatan apapun di Sangihe. Jadi ada standar ganda yang diterapkan oleh kepolisian. Di saat ketika mentersangkakan Robison, pada saat yang sama polisi membiarkan pihak PT TMS memobilisasi alat beratnya. Bahkan memberikan pengawalan."

Koalisi Save Sangihe Island menganggap tuduhan polisi itu jelas mengada-ada, tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Robison memang memiliki Pisau Putih, namun tidak untuk melakukan kejahatan, sebagaimana tuduhan polisi.

Pisau besi putih milik Robison yang tahan karat itu, merupakan benda pusaka yang diwariskan dari mertua laki-laki Robison. Pisau itu digunakan sehari-hari sebagai peralatan saat melaut, untuk memotong umpan, memotong tali jangkar dan membersihkan tiram.

Keterlibatan Robison dalam aksi sejak 13-16 Juni kemarin, juga adalah hal yang dilakukan secara spontan atau tidak dilakukan dengan terencana. Robison begitu saja ikut dalam aksi, setelah mendengar kabar alat berat PT TMS masuk secara ilegal, segera setelah keluar dari kapal usai melaut.

Pisau itu tidak pernah digunakan untuk mengancam siapapun, namun jatuh saat aksi berlangsung. Polisi mendapatkan pisau itu dari seorang tentara yang ikut mengkawal alat berat PT TMS.

Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muh. Jamil mengatakan, perbuatan Robison yang membawa pisau ini jelas bukanlah tindak pidana. Sebab, yang dibawa Robison itu bukan senjata tajam, melainkan alat yang digunakan sehari-hari untuk mencari nafkah sebagai nelayan. Sehingga, langkah polisi yang menetapkan Robison sebagai tersangka itu merupakan pidana yang dipaksakan.

"Kami juga menilai, langkah polisi yang dengan cepat menetapkan Robison sebagai tersangka, berikut menahannya di Polres Kepulauan Sangihe, sebagai upaya menekan resistensi warga yang menolak keras kehadiran tambang PT TMS di Pulau Sangihe," kata Jamil, melalui pernyataan tertulisnya, Sabtu (2/7/2022).

Dalam konflik tambang emas PT TMS ini, pihak kepolisian tampak secara terbuka membela kepentingan perusahaan tambang. Selain memberi pengawalan mobilisasi alat berat PT TMS secara ilegal, polisi juga tidak melakukan penegakan hukum apapun atas tindak pidana PT TMS yang telah menggunakan fasilitas publik seperti jalan umum.

Koalisi Save Sangihe Island mendesak Kapolres Kepulauan Sangihe untuk segera membebaskan Robison Saul, dan hentikan seluruh upaya kriminalisasi terhadap warga penolak tambang di Pulau Sangihe. Koalisi juga meminta Polres Kepulauan Sangihe untuk segera memproses hukum PT TMS yang melakukan mobilisasi alat berat secara ilegal, juga menggunakan fasilitas publik jalan raya.

Terakhir, Koalisi juga mendesak Kapolri untuk segera memeriksa Kapolres Kepulauan Sangihe yang diduga telah bersekongkol dengan PT TMS, dengan membiarkan tetap beraktivitas secara ilegal, berikut berupaya mengkriminalisasi warga penolak tambang.