Warga Pasir Seluma Desak Pencabutan Izin Tambang Besi

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Rabu, 03 Agustus 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan warga Pasar Seluma, Kabupaten Seluma, Bengkulu, mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut izin perusahaan tambang pasir besi PT Faminglevto Baktiabadi. Perusahaan itu tak hanya merusak lingkungan dan mengganggu mata pencarian warga melainkan juga menyimpan cacat perizinan. 

Deru mesin ekskavator dan pemilah pasir terdengar jelas dari seberang Muara Sungai Buluan, Pasar Seluma. Alat-alat itu beroperasi di sekitar gundukan pasir. Muara Sungai Buluan sendiri terlihat berwarna coklat gelap dan berbuih.

Elda Nenti, perempuan warga Pasar Seluma, merekam aktivitas perusahaan itu melalui telepon genggamnya. Ia dan puluhan warga sudah sejak Kamis lalu (28/7/2022) berada di kawasan tambang itu. Pasir itu mereka duga hasil penambangan dua hari. 

Seharusnya perusahaan itu tak beraktivitas lagi. Pada 21 Juli lalu, Pemerintah Provinsi Bengkulu memfasilitasi rapat hasil inspeksi bersama. Sejumlah temuan lapangan yang ditemukan oleh Kementerian ESDM, Dinas LHK dan DKP Provinsi Bengkulu, yakni PT Faminglevto Baktiabadi belum memiliki kelengkapan administrasi, tidak memiliki AMDAL, lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) masuk dalam kawasan konservasi cagar alam, dan belum memiliki persetujuan teknis air limbah. 

Aktivitas tambang pasir besi milik PT Faminglevto Baktiabadi di Desa Pasar Seluma, Bengkulu. Foto: Warga Pasar Seluma

Selanjutnya, terdapat tumpang tindih konsesi pertambangan dengan lahan masyarakat, vegetasi pantai dan lahan lainnya. 

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu juga telah menegaskan, lahan tambang PT. Faminglevto Baktiabadi berada di zona yang dilarang dan berpotensi merusak ekosistem laut. Perusahaan iyu akan menambang 350 meter ke arah laut. Selain itu Kementerian Kelautan dan Perikanan RI tidak mengeluarkan izin kesesuaian penggunaan ruang laut untuk perusahaan ini.

Elda dan warga lainnya sudah mengecap pahit atas aktivitas pertambangan itu. Mereka menggantungkan hidup pada pesisir dan laut. Aktivitas pertambangan pasir besi menghilangkan mata pencaharian masyarakat Desa Pasar Seluma yang lebih kurang berjumlah 300 dari 500’an jiwa adalah pencari remis. 

Remis adalah kerang yang hidup di pesisir pantai. Mayoritas masyarakat di pasar seluma mencari remis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk untuk membiayai anak-anak agar bisa sekolah.

Sekitar 100 remis ukuran kecil dijual dengan harga 35-45rb, dan dalam waktu 4-6 jam mereka bisa mendapatkan 100-400 remis, artinya mereka bisa menghasilkan uang sebesar Rp 45 - 180 ribu/ 6 jam. 

“Kami sangat resah karena itu mengurangi mata pencaharian kami. Bisa jadi karena tambang ini, remis tidak ada lagi,” keluh Elda dalam jumpa pers yang digelar secara virtual dengan Walhi pada Senin (1/8/2022). Elda sendiri tengah berada di sekitar kawasan tambang untuk mengawasi aktivitas tambang.

Warga Pasar Seluma Menolak Tambang Besi milik PT Faminglevto Baktiabadi di desanya. Foto: Warga Pasa

Selain itu sebagian besar juga masyarakat desa pasar seluma berprofesi sebagai nelayan lokal yang mencari ikan di pesisir pantai seluma akan kehilangan mata pencaharian akibat dari aktivitas pertambangan yang akan menambang di pesisir pantai seluma, wilayah pertambangan ini memiliki garis pantai 2400 meter, lebar ke arah daratan 350 meter dan kearah laut 350 meter dari total garis pantai (total 700 meter).

Direktur WALHI Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga, menyatakan berbagai temuan lapangan ini menjadi dasar keluarnya surat Rekomendasi Gubernur Bengkulu dengan nomor 540/1317/B.1/2022 ke Kementerian ESDM untuk menghentikan aktivitas perusahaan itu. 

Surat ini ditembuskan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Keluarnya surat telah menunjukan dengan jelas bahwa PT. Faminglevto Baktiabadi bermasalah dan tidak layak melakukan aktivitas operasi produksi.

Pasca dikeluarkannya Surat Gubernur Bengkulu yang ditujukan kepada Menteri ESDM, Masyarakat Desa Pasar Seluma telah memergoki PT. Faminglevto Baktiabadi melakukan aktivitas operasi produksi pada 24 Juli 2022. 

Warga telah mempertanyakannya ke perusahaan soal aktivitas tambang itu. Namun sampai saat ini belum mendapatkan jawaban yang diinginkan sehingga masyarakat memutuskan bermalam di depan gerbang perusahaan pada tanggal 28 - 30 Juli 2022 lalu.

“Kami mendesak Gubernur Bengkulu untuk sampaikan ke aparat penegak hukum dan kementerian agar menindaklanjuti soal pelanggaran hasil temuan. Apalagi pasca surat itu sampai sekarang perusahaan masih beroperasi. Ini mengangkangi kebijakan sekaligus mengabaikan masyarakat pesisir,” ucapnya . 

Perempuan Pesisir Desa Pasar Seluma dan WALHI Bengkulu mendesak sejumlah hal berikut, yakni pencabutan IUP PT. Faminglevto Baktiabadi, meminta Kementerian KKP dan KLHK untuk turun melakukan investigasi ke lapangan, meminta inspektorat tambang turun langsung ke lokasi tambang, dan menghentikan seluruh aktivitas PT Faminglevto Baktiabadi.

Gubernur Bengkulu juga harus segera melaporkan perusahaan tersebut kepada aparat penegak hukum atas dasar temuan pelanggaran dari hasil inspeksi  (7 Juli 2022), dan rapat crosscheck (21 Juli 2022). Pada 28-29 Juli 2022 perusahaan masih melakukan kegiatan operasi produksi.

Di tempat yang berbeda, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI, Parid Ridwanuddin, mendesak Kementerian ESDM, KKP, serta KLHK untuk turun ke lapangan dan melihat langsung situasi krisis yang telah diakibatkan oleh pertambangan pasir besi di Desa Pasar Seluma, yang merupakan bagian penting dari kawasan pesisir barat Pulau Sumatera. 

Pesisir barat Sumatera adalah wilayah yang rawan terdampak bencana alam, terutama gempa bumi. Menurut Parid, PT. Faminglevto Baktiabadi wajib diberi sanksi karena melanggar pasal 73 ayat 1 UU No. 27 Tahun 2007 jo UU no. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 

“Operasi produksi perusahaan ini telah merusak lingkungan, merugikan masyarakat, serta akan memperburuk dampak bencana bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya,” ucapnya.

Manajer Kampanye Tambang dan Energi Eksekutif Nasional WALHI, Fany Tri Jambore, menyatakan bahwa Eksekutif Nasional WALHI sudah berkirim surat kepada Kementerian ESDM untuk meminta daftar IUP perusahaan tambang di Provinsi Bengkulu. Atas dasar itu, Fany Tri Jambore menyatakan tak ada alasan bagi Menteri ESDM untuk tidak mencabut IUP PT. Faminglevto Baktiabadi. 

“Dari daftar yang kami terima, nama PT. Faminglevto Baktiabadi tidak termasuk di dalam daftar perusahaan yang memiliki IUP aktif,” ungkapnya.