PK Perdata Perusahaan Pembakar Hutan Kalteng Ditolak

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Senin, 08 Agustus 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) kasus perdata kebakaran lahan PT Arjuna Utama Sawit (PT AUS), pada 28 Juli 2022. Perusahaan itu harus bertanggung jawab atas kebakaran lahan seluas 970,44 ha di lahan konsesinya dengan membayar ganti rugi materiil dan pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp 342,9 Miliar.

“Ditolaknya permohonan PK PT AUS menunjukkan gugatan KLHK sudah tepat dan semakin menunjukkan keseriusan KLHK dalam menindak pembakar hutan dan lahan,” kata Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK, di Jakarta seperti dikutip dari pers rilis.

Sebelumnya MA telah memutus perkara di tingkat Kasasi pada 10 Desember 2020 lalu. PT AUS harus bertanggung jawab atas kebakaran lahan seluas 970,44 ha di lahan konsesinya, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2015 serta membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 115,8 miliar dan biaya pemulihan lingkungan Rp 227,1 miliar, dengan total seluruhnya Rp 342,9 miliar. Berdasarkan putusan itu, PT AUS mengajukan PK.

Jasmin mengatakan putusan PK MA ini menambah deret keberhasilan KLHK dalam menindak penyebab kebakaran hutan dan lahan. Saat ini KLHK sudah menggugat 22 perusahaan terkait karhutla, dan sudah ada 13 perkara karhutla yang berkekuatan hukum tetap sedang dalam proses eksekusi sebesar Rp 3,8 Triliun. 

Kebakaran hutan dunia dilihat dari Angkasa. (Astro_Megan via Space Station)

Selain gugatan perdata karhutla, KLHK juga menggugat perusahaan pencemar ataupun perusak lingkungan lainnya sebanyak 8 perusahaan. Sampai dengan saat ini total perusahaan yang digugat oleh KLHK sebanyak 31 perusahaan.

Sementara itu, Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani mengapresiasi putusan MA yang menguatkan putusan Kasasi MA. Gakkum KLHK, kata dia, tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk kejahatan terkait dengan karhutla. 

“Majelis Hakim telah menetapkan prinsip in dubio pro natura. Kami sangat menghargai putusan ini. Pihak PT AUS harus bertanggung jawab atas kebakaran lahan di lokasi mereka,” ungkap Rasio.

Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Ari Rompas, menyebutkan putusan PK PT AUS ini sendiri merupakan hasil gugatan atas kebakaran hutan di lahan konsesinya tahun 2015. Namun Gakkum KLHK mendaftar perusahaan itu sebagai satu dari delapan tersangka kasus kebakaran hutan 2019.

Tujuh perusahaan lain adalah PT Sinar Karya Mandiri (SKM), PT Arrtu Borneo Perkebunan (ABP), PT Arrtu Energie Resources (AER), PT Kumai Sentosa (KS), PT Industrial Forest Plantation (IFP), PT Ichtiar Gusti Pudi (IGP), dan PT Nala Palma Cadudasa (NPC).

“Ini menunjukkan bahwa perdata dan denda administratif tidak memiliki efek jera. Seharusnya upaya hukum ini dibarengi dengan pidana,” ucap Ari. 

Perusahaan itu AUS merupakan pemasok Musim Mas Holding Pte Ltd yang berpusat di Singapura. Laporan Pemantauan Kejahatan Sektor Kehutanan di Wilayah Moratorium Kalteng 2013, yang juga disusun oleh Ari dan Walhi Kalteng, menyebutkan PT AUS merupakan salah satu perusahaan dari 10 perusahaan yang beraktivitas tak prosedural namun tidak ada upaya penegakan hukum.

Pada temuan lapangan, perusahaan itu beroperasi di lahan gambut, belum memiliki izin pelepasan kawasan hutan, mencemari air danau dengan berubahnya warna air menjadi keruh, menutup kanal batas desa, dan belum memiliki analisis mengenai dampak lingkungan. 

Selain itu tugas pemerintah dan pengadilan untuk mengeksekusi putusan PK terhadap PT AUS harus dilakukan secara tegas mengingat banyak perkara kejahatan lingkungan tak bertaji saat eksekusi. Manajer Kampanye Kehutanan dan Perkebunan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Uli Arta Siagian, menyebutkan keseriusan pemerintah dibuktikan dengan memastikan upaya rehabilitasi oleh perusahaan dan eksekusi denda itu.