Terabas Aturan demi Monopoli Konservasi Komodo

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Kamis, 11 Agustus 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 85 Tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Taman Nasional Komodo (TNK). Peraturan yang ditandatangani pada 28 Juli 2022 itu memberikan hak monopoli kepada perusahaan BUMD, PT Flobamor, untuk memonopoli pengelolaan kawasan Taman Nasional Komodo.

Hak eksklusif itu tertera pada Pasal 7 yang menyebutkan penyelenggara konservasi di Pulau Komodo, Pulau Padar, dan perairan sekitarnya seluas 712,12 Hektar dilaksanakan oleh PT Flobamor. 

Namun kehadiran Pergub Tentang Penyelenggaraan Konservasi di TNK ini memiliki cacat. Pertama soal kewenangan, penyelenggaraan konservasi di taman nasional merupakan kewenangan pemerintah pusat, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Gubernur tidak memiliki kewenangan ini.

Kedua, landasan hukum pengelolaan taman nasional adalah UU No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Namun pergub tersebut bahkan tidak mencantumkan UU ini sebagai salah satu peraturan dasar. UU Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya tidak terdapat dalam bagian mengingat pergub tersebut. 

Dua komodo dewasa tampak sedang bertarung di habitatnya, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Foto: Achmad Ariefyandi/Komodo Survival Program

Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara, Roni Saputra, menyebutkan dua hal ini menjadi kecacatan mendasar dalam Pergub Konservasi TNK itu. Ia mengingatkan UU No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan dasar pokok pengaturan pengelolaan konservasi.

“Pada perundangan itu juga tertulis mengenai kewenangan. Disini kecacatan itu sudah terjadi, gubernur melampaui kewenangan pusat,” ucapnya.

Selain itu produk hukum yang mengatur soal BUMD seharusnya berupa peraturan daerah, bukan pergub. Jika dilihat pun  pergub tersebut lebih terkesan sebagai penunjukan atas BUMD, PT Flobamora, untuk mendapatkan hak eksklusif. Maka jika hal ini merupakan penugasan spesifik seharusnya peraturan itu berbentuk keputusan gubernur. 

“Ini acak-acakan sekali. Cacat yang satu disambung dengan cacat yang lain,” kata Roni.

Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi menurutnya kesalahan ini cukup fatal karena sudah mengesampingkan UU yang menjadi pokok pelaksanaan konservasi, yakni UU No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Kecacatan ini pun merembet pada kecacatan lain, seperti soal kenaikan tarif masuk TNK dari Rp 150 ribu menjadi Rp 3,7 juta. Padahal kenaikan tarif ini harus mematuhi PP No 12 Tahun 2014 Tentang Jenis Dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan.

Umbu khawatir pembuatan pergub yang serampangan ini hanya berdasar nafsu untuk memonopoli TNK dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Misalnya saja pemberian hak eksklusif kepada PT Flobamor juga tak dibarengi dengan evaluasi dan penilaian kemampuan perusahaan tersebut untuk melakukan upaya konservasi. Perusahaan tersebut mencantumkan bisnis jasa penyeberangan sebagai sebagai usaha utama perusahaan. 

Usaha lain yang digeluti adalah perdagangan sapi, perdagangan beras dan jagung, aspal, serta potensi peluang usaha lain yang berdampak pada ekonomi kerakyatan.

“Artinya perusahaan itu tidak mendalami atau menguasai soal konservasi. Lantas mau berharap apa dengan ini?” keluhnya. 

Sebelum pemberian hak eksklusif kepada PT Flobamor sendiri pemerintah pusat telah memberikan izin usaha di TNK kepada tiga perusahaan, yakni PT Segara Komodo Lestari (SKL) Pulau Rinca, PT. Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) di Pulau Padar dan Pulau Komodo, serta PT Synergindo Niagatama (SN) di di Pulau Tatawa.

Namun pada Januari lalu, Kementerian Kehutanan mencabut Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPWSA) PT SKL dan PT KWE melalui SK  SK.01.MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.

Umbu menyebutkan Walhi kini tengah mempelajari Pergub NTT Tentang Penyelenggaraan Konservasi TNK ini. Mereka berencana akan menggugat produk hukum ini karena bertentangan dengan UU Konservasi.