Dugong, yang Menginspirasi Duyung, Dinyatakan Punah di Tiongkok

Penulis : Kennial Laia

Konservasi

Jumat, 26 Agustus 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Peneliti menyatakan dugong secara fungsional telah punah di Tiongkok. Artinya, keberadaan satwa tersebut tidak pernah lagi dilaporkan atau dan populasinya begitu berkurang sehingga tidak lagi berperan penting dalam fungsi ekosistem. Kehilangan ini dipicu oleh degradasi luas habitat dan perburuan. 

Dugong adalah satwa laut dengan karakter yang unik. Dengan berat hampir setengah ton, dugong menjadi satu-satunya mamalia laut vegetarian. Penampilan dan perilakunya mirip dengan manatee (lembu laut). Sifatnya lembut dan tampak jinak. Dugong juga sering disebut menginspirasi duyung.  

Prof Samuel Turvey dari ZSL Institute of Zoology menyebut penangkapan ikan dan kecelakaan pelayaran turut menjadi salah satu alasan menurunnya aktivitas dugong. Pihaknya menggambarkan temuan tersebut sebagai “alarm” untuk memprioritaskan upaya konservasi. 

Sejak 1988, dugong telah diklasifikasikan oleh dewan negara bagian Tiongkok sebagai satwa kunci nasional tingkat satu yang dilindungi. Status tersebut memberinya tingkat perlindungan tertinggi. Namun, keberadaan dugong tidak terekam di Tiongkok sejak 2008. 

Dugong merupakan satwa kunci yang dilindungi, dengan status perlindungan tertinggi di Tiongkok. Keberadaannya tidak tercatat sejak 2008. Dok Patrick Louisy/ZSL/PA

“Studi baru kami menunjukkan bukti kuat tentang hilangnya spesies mamalia air kharismatik lainnya di Tiongkok. Sayangnya, sekali lagi didorong oleh aktivitas manusia yang tidak berkelanjutan,” kata Turvey, salah satu penulis penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Royal Society Open Science

Dugong sangat bergantung pada padang lamun. Habitat laut tertentu ini dapat dengan cepat terdegradasi oleh dampak manusia dari pembangunan pesisir hingga pencemaran air. 

Menurut Turvey, padang lamun juga rentan terhadap proses yang disebut “eutrofikasi”, di mana ganggang terbentuk akibat peningkatan nutrisi dalam air yang disebabkan manusia. Misalnya dari limbah. 

“Ini mengurangi kemampuan cahaya untuk menembus air laut dan dengan demikian mencegah fotosintesis lamun,” terang Turvey. 

Meskipun upaya restorasi dan pemulihan lamun dianggap sebagai prioritas konservasi utama di Tiongkok, proses restorasi dapat memakan waktu lama dan mungkin sudah terlambat bagi populasi dugong yang tinggal di sana. 

Dr Heidi Ma, peneliti postdoktoral di ZSL’s Institute of Zoology dan juga penulis studi tersebut, mengatakan para peneliti melakukan survei wawancara di empat provinsi maritim selatan di sepanjang wilayah pesisir Laut Cina Selatan untuk mengumpulkan pengetahuan lokal tentang penampakan dugong dan wilayahnya. 

“Menggunakan survei wawancara dari penduduk lokal menunjukkan kegunaan pengetahuan ekologi untuk memahami status spesies, tetapi juga membantu kami melibatkan masyarakat lokal dan untuk menyelidiki kemungkinan penyebab penurunan satwa liar dan solusi potensial untuk mitigasi,” kata Ma.

Para peneliti juga meninjau data historis yang mencakup distribusi dan aktivitas dugong di masa lalu di Tiongkok.  

Namun para penulis studi tersebut juga optimistis bahwa mereka  akan “menyambut kemungkinan adanya bukti di masa depan” bahwa dugong mungkin masih bertahan di Tiongkok. Namun penelitian mereka tidak menunjukkan bukti terbaru tentang kelangsungan hidup dugong di habitat mereka yang diketahui di perairan daratan Tiongkok.  

Selain Tiongkok, populasi dugong dapat ditemukan di perairan pantai tropis dan sub-tropis dari Vanuatu hingga pulau-pulau barat daya Jepang. Mereka terancam secara global dan terdaftar sebagai rentan dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature. 

Penelitian baru ini juga merupakan “pengingat yang serius bahwa kepunahan dapat terjadi sebelum tindakan konservasi yang efektif dikembangkan,” kata Turvey.