Pemerintah Beri Ampunan 15 Tambang Ilegal Dalam Kawasan Hutan

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Selasa, 30 Agustus 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Pemerintah berikan pengampunan terhadap 15 perusahaan tambang dalam kawasan hutan secara ilegal melalui skema UU Cipta Kerja. Aktivis lingkungan menganggap pemerintah tak lagi berorientasi merehabilitasi kerusakan atas aktivitas ilegal dalam kawasan hutan dengan kebijakan ini..

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengampuni 15 perusahaan tambang di kawasan hutan yang tak memiliki izin dengan menggunakan mekanisme penyelesaian Pasal 110 B UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Skema pengampunan ini diungkapkan oleh KLHK pada rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi IV DPR pada Senin pekan lalu (22/8/2022). 

Pasal ini menyebutkan usaha pertambangan, perkebunan, dan kegiatan lain di dalam Kawasan Hutan yang dilakukan sebelum berlakunya UU Cipta Kerja dan belum mempunyai perizinan di bidang kehutanan, tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai Sanksi Administratif berupa Penghentian Sementara Kegiatan Usaha, perintah pembayaran Denda Administratif, dan/atau paksaan pemerintah untuk selanjutnya diberikan persetujuan sebagai alas hak untuk melanjutkan kegiatan usahanya di dalam Kawasan Hutan Produksi. 

Sebanyak 15 perusahaan telah memenuhi penyelesaian administratif sehingga mendapat pengampunan dan dapat melanjutkan operasinya di kawasan hutan sesuai aturan turunan UU Cipta Kerja, yakni PP 24 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.

Peralatan berat milik penambang ilegal di Tahura Bukit Soeharto, yang disita Gakkum KLHK, Agustus 2020. (Humas JLHK)

Daftar 15 Perusahaan Tambang Yang Diampuni Pemerintah

Sekjen KLHK sekaligus Ketua Satuan Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian (Satlakwasdal) Undang-Undang Cipta kerja Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Bambang Hendroyono, memaparkan KLHK telah menerbitkan sanksi terhadap 15 perusahaan, seluruh perusahaan itu telah membayar denda. Selanjutnya setelah sanksi diberikan, KLHK akan mencabut surat keputusan dan menerbitkan Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH).

Hingga saat ini 14 perusahaan telah menerima pencabutan SK dan satu perusahaan dalam proses pencabutan. Delapan diantaranya telah menerima PPKH sebagai akses legal, lima menunggu pernerbitan PPKH, dan satu dalam proses permohonan PPKH.

KLHK sendiri hingga kini tengah melakukan verifikasi lapangan dan penafsiran citra satelit terhadap 107 subjek hukum yang melakukan aktivitas ilegal dalam kawasan hutan. Sebanyak 49 diantaranya telah dilakukan penghitungan besaran denda dan telah mendapat disposisi menteri. Sedangkan 58 diantaranya dalam proses penghitungan denda administratif. 

Mereka akan memberlakukan penyelesaian penindakan ini dengan skema yang sama, yakni menjatuhkan sanksi denda untuk mendapatkan IPPKH. 

Pengkampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Uli Arta Siagian, mengungkapkan penerapan sanksi administratif ini menunjukkan pemerintah tak berorientasi untuk melakukan pemulihan kerusakan hutan. Sebelum UU Cipta Kerja berlaku, yakni UU No 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusak Hutan, sanksi pidana dan kewajiban rehabilitasi dapat menjerat subjek hukum yang melakukan aktivitas ilegal dalam kawasan hutan.

“Jika mereka membayar sanksi denda lalu apa jaminannya denda itu dialokasikan untuk pemulihan hutan? Seolah-olah semua bisa diselesaikan dengan uang” tanya Uli.

Menurutnya pemerintah pun sama sekali tidak memikirkan dampak atas aktivitas ilegal dalam hutan. Padahal tindakan tersebut dapat mempengaruhi ekosistem di sekitar hutan, apalagi jika aktivitas ilegal itu merupakan pertambangan yang merusak. Belum lagi jika terdapat konflik dengan masyarakat adat. 

Ia menyebutkan UU Cipta Kerja justru menyediakan jalan untuk perusakan lingkungan. Jika hal ini dibiarkan maka sudah pasti hutan dan alam akan mengalami kerusakan karena hukumnya sendiri justru menyediakan ruang untuk terus melakukan perusakan.