Kado MK Hari Pertambangan dan Energi: JR UU Minerba Ditolak!

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Kamis, 29 September 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Di peringatan Hari Pertambangan dan Energi Sedunia, Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan kado yang istimewa bagi pengusaha dan pemerintah. Lewat Putusan Nomor 37/PUU-XIX/2021, Majelis Hakim MK menolak permohonan Judicial Review (JR) atau Uji Materi Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

"Menolak Permohonan para Pemohon selain dan selebihnya," kata Hakim Konstitusi, Anwar Usman sebagai Ketua Hakim dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Kamis (29/9/2022).

Seperti diucapkan Anwar Usman, pengujian materiil sejumlah pasal UU Minerba yang diajukan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sebagai Pemohon I, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur sebagai Pemohon II, Nur Aini--petani asal Banyuwangi--sebagai Pemohon III, dan Yaman--nelayan dari Bangka--sebagai Pemohon IV, dengan nomor perkara 37/PUU-XIX/2021 ini, tidak dapat diterima oleh MK.

Yang dimaksud Anwar Usman itu pengujian materiil terhadap Pasal 4 ayat (2), Pasal 4 ayat (3), dan Pasal 162 UU 3/2020, sebagaimana telah diubah dengan Pasal 39 angka 2 UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 17A ayat (2), Pasal 22A, Pasal 31A ayat (2), Pasal 169A ayat (1), Pasal 169B ayat (3), dan Pasal 172B ayat (2) UU 3/2020.

Sidang keempat JR UU Minerba digelar secara daring pada Senin (8/11/2021). Sidang kali ini digelar dengan agenda mendengarkan keterangan DPR RI dan pemerintah./Foto: Tangkapan Layar Sidang Daring MK-Kanal You Tube Mahkamah Konstitusi

Dengan putusan MK ini, maka kriminalisasi masih akan menjadi ancaman bagi penolak tambang. Sebab Pasal 162 yang berisi ancaman pidana 1 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta, bagi setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan, pengujian materiilnya juga ditolak. Alasannya karena permohonan pengujian materiil terhadap Pasal 162 itu dianggap prematur.

"Prematur karena diajukan selama masa tenggang waktu 2 tahun perbaikan formil UU 11/2020, dan tidak menutup kemungkinan adanya perubahan atau perbaikan substansi yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang," kata Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, membacakan pertimbangan Hakim MK.

Pada pertimbangannya hakim konstitusi menyebutkan permohonan terkait pasal tersebut prematur karena juga diatur dalam Pasal 39 angka 2 UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Sedangkan MK telah memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat pada Desember 2021. MK memberikan waktu dua tahun bagi pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU tersebut.

Selain menolak uji materiil pasal tersebut tersebut, MK mengabulkan sebagian uji materiil yang diajukan pemohon. Majelis Hakim MK menyebutkan Pasal 17A ayat (2) UU 3/2020 Pasal 17A ayat (2) UU 3/2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada WIUP Mineral Logam dan WIUP Batu Bara sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.

Sedangkan Pasal 22A UU/2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah Pusat dan Pemerintah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WPR yang telah ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.

Pasal Pasal 31A ayat (2) UU 3/2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUPK yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.

Dan Pasal 172B ayat (2) UU 3/2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada WIUP, WIUPK, atau WPR yang telah diberikan izinnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.