Ridwan Kamil: Hati-Hati dengan Nikel Cina

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Kamis, 06 Oktober 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Gubernur Jawa Barat sekaligus Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (Adpmet), Ridwan Kamil, meminta Indonesia berhati-hati atas tindak-tanduk Cina terkait pasokan nikel RI. 

Menurutnya Tesla Inc kerap membeli pasokan bahan baku nikel untuk kebutuhan baterai kendaraan listriknya itu dari China. Padahal China membeli pasokan nikelnya dari Indonesia.

"Kita harus hati-hati dengan Tiongkok, dia ambil nikel dari Sulawesi sebagian untuk ke kita sebagian ke Tiongkok. Tesla saya dengar malah beli dari Tiongkok, nikelnya dari kita. Jadi rada gimana menurut saya kurang etis," seperti dikutip dari CNBC Indonesia pada Selasa (4/10).

Sebelumnya Ekonom Faisal Basri, melalui blog-nya, mengkritik pemerintah buta dengan sejumlah kerugian dalam investasi nikel. Ia menyebutkan keuntungan pemerintah atas investasi ini hanya sebatas upah kuli dan sewa lahan. 

Ilustrasi bijih nikel.

Sedangkan teknologi pembuatan baterai kendaraan listrik (EV) tak dilakukan di Indonesia. Menurutnya Indonesia cuma mengolah jadi pellet, nickel pig iron, feronikel, dan besi baja setengah jadi.

"Hampir semua produk smelter nikel itu mereka ekspor ke negerinya sendiri. Penguasa tak mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) karena hampir seluruh produknya mereka ekspor. Tak juga membayar pajak ekspor," tulisnya. 

Pemerintah telah mengobral bijih nikel, menetapkan harga hanya sekitar seperempat dari harga di dalam negeri. Makanya banyak pengusaha asing, khususnya Cina, berbondong-bondong ke RI.

“Kalau perlu pindahkan pabrik smelter nikel di negerinya. Bisa jadi mesin bekas yang dipindahkan itu diakui sebagai mesin baru, harganya digelembungkan agar seolah-olah nilai investasinya jumbo sehingga dapat fasilitas bebas pajak (tax holiday), memperoleh tax allowance, investment allowance, dan super deduction tax," ujar Faisal.

Hingga kini pemerintah terus menggenjot ekosistem industri baterai kendaraan listrik di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya proyek smelter nikel dari investor Cina di Morowali, Sulawesi untuk pembuatan bahan baku baterai tersebut.

Sebelumnya dikabarkan Tesla telah menandatangani kontrak senilai sekitar 5 miliar Dolar AS atau setara Rp 74,5 triliun (asumsi kurs Rp14.901 per Dolar AS) untuk membeli bahan baterai dari perusahaan pengolahan nikel Cina di Sulawesi.

Kedua perusahaan itu adalah Zhejiang Huayou dan CNGR Advanced Material. Dari kedua perusahaan ini, Tesla membeli olahan nikel Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan nikel sulfat untuk bahan baku katoda baterai.

Hal ini juga dibenarkan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Ia merinci kontrak yang ditandatangani Tesla dilakukan untuk pembelian selama lima tahun.

Melansir Reuters, Luhut mengatakan pihaknya masih terus bernegosiasi dengan Tesla supaya mereka mau berinvestasi di Indonesia.

"Kami masih terus bernegosiasi dengan Tesla, tetapi mereka sudah mulai membeli dua produk unggulan dari Indonesia," kata Luhut.

Zhejiang Huayou merupakan perusahaan yang bergerak dalam penelitian, pengembangan, dan pembuatan bahan baterai lithium energi baru dan produk bahan baru kobalt. Perusahaan ini berkantor pusat di Zona Pengembangan Ekonomi Tongxiang, Zhejiang, China.

Sementara, CNGR Advanced Material merupakan anak perusahaan dari Hunan CNGR Holding Group Co., Ltd, yang berfokus pada penyedia layanan profesional dan komprehensif bahan energi canggih untuk baterai lithium. Perusahaan ini berbasis di Cina Barat, Zona Pengembangan Ekonomi Dalong, Guizhou.

Jodi Mahardi, Juru Bicara Luhut, mengatakan meski Tesla membeli nikel RI dari perusahaan China, kerja sama tersebut juga mendatangkan keuntungan bagi Indonesia.

"Kan pabriknya di Indonesia, tenaga kerjanya orang Indonesia, pajaknya bayar di Indonesia meskipun perusahaannya Tiongkok," kata Jodi.

Ia pun menjelaskan beberapa tahun belakangan Indonesia telah melarang ekspor bijih nikel, dan mendorong pemrosesan bijih nikel di dalam negeri.

Karenanya, perusahaan-perusahaan luar membangun pabrik pengolahan bijih nikel di dalam negeri. Kemudian, produknya menjadi komoditas ekspor seperti besi baja dan bahan baku baterai yang memberi nilai tambah.

"Keuntungan buat negara tentunya banyak, antara lain, tenaga kerja, penerimaan pajak, devisa, mendorong industrialisasi," terang Jodi.