Kriminalisasi, 5 Petani di Mukomuko Dipenjara Tanpa Alasan Jelas

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Sawit

Sabtu, 08 Oktober 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Penangkapan dan dugaan kriminalisasi kembali dialami petani Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Terhitung ada 5 petani di kecamatan itu dikriminalisasi, dengan tuduhan pencurian buah sawit oleh PT Daria Darma Pratama (DDP).

Pada 5 Oktober 2022 kemarin, Hamdi dan tiga buruh panen sawit lahan garapannya, dipanggil Polres Mukomuko untuk dimintai keterangan dalam dugaan perkara pencurian buah sawit. Pemanggilan ini berdasarakan Laporan Polisi Nomor: LP/B/556/IX/2022/SPKT/Polres Mukomuko/Polda Bengkulu, tertanggal 20 September 2022.

Sekira pukul 14.30 WIB ketiga buruh panen tersebut menghadap penyidik Aiptu Madyana di ruangan Pidum Polres Mukomuko dan langsung dimintai keterangan sebagai saksi. Lalu pada pukul 16.15 WIB Kanit Pidum tersebut meminta Hamdi masuk ke ruangan penyidik guna dimintai keterangan sebagai saksi atas laporan PT DDP itu.

Beberapa jam setelahnya, sekira pukul 20.30 WIB, Hamdi, Randa Fernando, Muhtar dan Dosi Saputra selesai dimintai keterangan oleh penyidik dan diminta untuk menunggu di luar ruangan karena langsung dilakukan gelar perkara.

Hamdi dan tiga buruh panen sawit ditahan di Polres Mukomuko. Mereka dituduh mencuri sawit oleh PT DDP./Foto: Istimewa.

Sekira pukul 22.30 WIB, keempatnya dipanggil kembali oleh penyidik ke dalam ruangan, kali ini beserta kuasa hukum, dan di ruangan tersebut disampaikan bahwa mereka berempat ditetapkan sebagai tersangka. Kuasa hukum para petani, Saman Lating, sempat mempertanyakan dasar penetapan tersangka terhadap kliennya, juga legal standing PT DDP sebagai pelapor kepada Madyana, namun pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban.

“Saya melihat ada yang ditutupi oleh penyidik dari penetapan tersangka klien kami, karena penyidik tidak dapat menjelaskan dasar penetapan tersangka dan legal standing PT DDP selaku pelapor, karena lahan yang dipanen tersebut adalah milik suadara Hamdi yang digarap dari sekitar tahun 1989, sebelum adanya PT BBS apalagi PT DDP,” terang Saman Lating, dalam pernyataan tertulisnya kepada Betahita.

Selain menangkap petani dan buruh tani, enam hari sebelumnya, polisi juga menangkap Rahmad Sidi, petani lainnya dari Desa Talang Baru, dengan tuduhan yang sama, mencuri buah sawit PT DDP. Penetapan tersangka tanpa alasan jelas ini kemudian memicu puluhan warga Malin Deman mendatangi Polres Mukomuko.

Kronologi Konflik Lahan

Pada 1986 silam, sebelum adanya HGU PT Bina Bumi Sejahtera (BBS), lahan yang menjadi objek konflik merupakan wilayah adat Kecamatan Malin Deman. Hal ini dibuktikan dengan penguasaan lahan oleh masyarakat adat setempat. Lahan itu digunakan warga untuk menanam padi, kopi dan jengkol di Desa Talang Arah Kecamatan Malin Deman.

Salah satu masyrakat adat yang mengelola wilayah tersebut adalah Darmin (65). Pada 1991-1992 PT BBS mulai melakukan pengukuran lahan dan mulai melakukan penggusuran secara sepihak, dikarenakan petani yang menggarap lahan tersebut tidak mau menjual tanah yang mereka kelola secara turun temurun.

Pada 1 Agustus 1995, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bengkulu Utara menerbitkan sertifikat HGU untuk PT BBS, dengan Nomor 34 dengan luas 1.889 hektare, dengan jenis komiditi kakao/coklat. Sertifikat diterbitkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanahan Nomor: 42/HGU/BPN/95. tertanggal 12 Juni 1995.

Proses penanaman dilakukan oleh PT BBS. Kurang lebih 350 hektare ditanami kakao/coklat dan 14 hektare ditanami kelapa hibrida. Tapi terhitung sejak 1997 PT BBS menghentikan aktivitas pengelolaan lahan HGU miliknya. Berhentinya aktivitas PT BBS membuat masyarakat menggarap lahan yang ditelantarkan dengan menanam sawit, karet, jengkol, durian dan tanaman lainnya.

Pada 2005-2012 PT DDP menyampaikan secara lisan kepada masyarakat yang menggarap lahan eks PT BBS tersebut, bahwa perusahaan itu sudah membeli lahan eks PT BBS. Saat itu 24 petani dipaksa untuk menerima kompensasi. Pihak perusahaan PT DDP lalu menggusur lahan yang digarap oleh petani serta melakukan penanaman kelapa sawit--berbeda dengan komoditi HGU PT BBS.

Pada 2012 petani yang tidak mau menarima ganti rugi dari PT DDP, lahannya digusur secara paksa. Sejumlah petani, yakni Ali Martopo (40), Abdullah (43), Sendri (29) dan Darmin (65) mengalami intimidasi saat proses perampasan lahan garapan mereka.

Intimidasi yang diterima dari aparat kepolisian, juga dialami petani lain yang hingga kini bertahan menguasai lahan. Petani telah mencoba bersurat ke DPRD Kabupaten Mukomuko dan ditindaklanjuti oleh DPRD Kabupaten MukoMuko dengan memanggil pihak PT DDP, Dinas Perkebunan Kabupaten Mukomuko, dan BPN Kabupaten Mukomuko.

Ketua DPRD kabupaten Mukomuko, Arnadi Pelam, dalam audensi menyatakan, penguasaan PT DDP di atas lahan eks BBS adalah ilegal, sehingga PT DDP diminta menghentikan semua aktivitasnya di lahan status quo tersebut.