RUU EBT: Pemerintah Persiapkan BUMN Tambang Bahan Galian Nuklir

Penulis : Aryo Bhawono

Energi

Jumat, 14 Oktober 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pemerintah persiapkan pembentukan badan usaha milik negara (BUMN) untuk mengelola tambang bahan galian nuklir. Pembentukan lembaga ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT). 

Dikutip dari CNN Indonesia, RUU tersebut memberikan kewenangan pemerintah pusat berwenang untuk menetapkan BUMN yang berhak mengelola tambang nuklir. Catatannya BUMN tersebut wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat.

"Pemerintah pusat dapat menetapkan badan usaha milik negara yang melakukan kegiatan pertambangan bahan galian nuklir," demikian bunyi Pasal 12 ayat (1).

BUMN pun diperbolehkan untuk bekerja sama dengan badan usaha milik swasta. Adapun pertambangan yang dimaksud, termasuk pertambangan yang menghasilkan mineral ikutan radioaktif.

Desain ilustrasi pembangkit listrik tenaga nuklir. Foto: ITS

Badan usaha terkait pertambangan dan mineral batu bara yang menghasilkan mineral ikutan radioaktif wajib memiliki perizinan berusaha dari pemerintah pusat.

"Orang perseorangan atau badan usaha yang menemukan mineral ikutan radioaktif, wajib mengalihkan pada negara atau badan usaha milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," sambung beleid itu.

Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan berusaha serta penemuan mineral ikutan radioaktif oleh orang perseorangan atau badan usaha diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Selain menunjuk BUMN untuk mengelola tambang nuklir, pemerintah pusat juga membentuk majelis tenaga nuklir yang berkedudukan dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Majelis tenaga nuklir tersebut bertugas merancang, merumuskan, menetapkan, dan mengelola pelaksanaan program tenaga nuklir nasional.

Dalam Pasal 11 RUU EBT itu, Dijelaskan bahwa majelis tenaga nuklir terdiri dari sembilan orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah pusat, akademisi, ahli di bidang ketenaganukliran, dan masyarakat dengan komposisi yang proporsional.

"Anggota majelis tenaga nuklir memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan," bunyi Pasal 11 ayat (4).

Selanjutnya, calon anggota majelis tenaga nuklir diusulkan oleh presiden sebanyak dua kali dari jumlah anggota dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ketentuan lebih lanjut mengenai majelis tenaga nuklir sebagaimana diatur dalam peraturan presiden.

Sebelumnya masuknya nuklir sebagai sumber energi baru terbarukan dianggap oleh pegiat lingkungan sebagai kerancuan. Rancangan regulasi itu mencampuradukkan energi fosil, nuklir, dan energi terbarukan dalam satu undang-undang.

“RUU ini sangat dipengaruhi oleh kepentingan status quo, yaitu industri batu bara dan nuklir yang menyelinap masuk menggunakan definisi energi baru," kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam diskusi ‘Pernyataan Aspirasi Bersama untuk Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan’ yang disiarkan melalui akun youtube IESR di Jakarta pada Kamis (19/5/2022)

Sumber energi baru yang merupakan produk hilirisasi batu bara dan pembangkit listrik tenaga nuklir justru memperbesar potensi aset terbengkalai serta tidak signifikan menekan emisi gas rumah kaca. Seharusnya RUU EBT fokus mengembangkan energi terbarukan dengan dorongan politik dan kerangka regulasi kuat sehingga dapat berkembang cepat.