Legalisasi Pungutan Limpasan Batu Bara Untungkan Penambang

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Rabu, 19 Oktober 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu enggan terlibat dalam kelompok kerja (Pokja) penyusunan legalitas pelaksanaan pemungutan limpasan batu bara di Sungai Air Bengkulu. Walhi justru meminta pemerintah untuk mengevaluasi izin pertambangan di Bengkulu.

Walhi Bengkulu menganggap, langkah yang diambil oleh Pemprov Bengkulu beserta Forkopimda, yakni melegalisasi pungutan limpasan batu bara yang dilakukan masyarakat, hanyalah untuk meringankan beban pelaku usaha pertambangan yang memiliki tanggung jawab lingkungan seperti reklamasi dan pasca tambang serta pengelolaan limbah.

"Walhi Bengkulu menilai, bila pemungutan limpasan batu bara sungai dilegalkan maka hal itu berpotensi akan mempercepat sedimentasi, bukan malah mengurangi sedimentasi seperti yang disampaikan oleh Gubernur Bengkulu dan berpotensi akan menghancurkan ekosistem sungai DAS Air Bengkulu," kata Abdullah Ibrahim Ritonga, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Bengkulu, dalam pernyataan tertulisnya.

Baim mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat resmi bernomor: 114/WALHI BKL/X/2022, yang isinya menyatakan sikap menolak terlibat dalam Pokja penyusunan legalitas pelaksanaan pemungutan limpasan batu bara di sungai air Bengkulu. Sikap ini diambil Walhi Bengkulu untuk merespon hasil rapat koordinasi antara Pemerintah Provinsi Bengkulu dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) pada 29 September 2022 kemarin, mengenai legalitas aktivitas pemungutan limpasan batu bara yang terdapat di badan Sungai Bengkulu.

Hasil pemungutan limpasan batu bara di Sungai Bengkulu yang dihasilkan masyarakat./Foto: Kanopi Hijau Indonesia.

Pemprov Bengkulu juga menginisiasi pembentukan tim kelompok kerja, yang salah satunya akan melibatkan Walhi Bengkulu dengan melayangkan Surat Nomor: 660/3956/DLHK/2022 perihal Permohonan Personil untuk Pokja Penyusunan Legalitas Pertambangan di Masyarakat. Dalam surat tersebut juga dijelaskan akan segera membentuk Pokja penyusunan dasar hukum pelaksanaan pemungutan limpasan batu bara yang terdapat di badan Sungai Air Bengkulu oleh masyarakat dan petunjuk teknis pelaksanaan.

Berdasarkan data yang di himpun oleh Walhi Bengkulu, DAS Air Bengkulu memiliki luas sekitar 51.950,97 hektare. Lebar rata-rata sekitar 20,13 kilometer dan panjangnya 37,93 kilometer. Yang mana wilayah hilirnya didominasi wilayah datar. Sungai utama di DAS ini adalah Sungai Air Bengkulu. DAS ini terbagi dalam 3 Sub-DAS, yaitu Rindu Hati seluas 19.207 hektare, Susup seluas 9.890 hektare, dan Bengkulu Hilir seluas 22.402 hektare.

Pada DAS ini ada enam anak sungai yang mengalir ke Sungai Air Bengkulu yaitu Sungai Susup, Sungai Rindu Hati, Sungai Kemumu, Sungai Pasemah, Sungai Sialang, dan Sungai Muara Kurung dan berlokasi di dua kabupaten di Bengkulu (Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu). DAS Air Bengkulu berbatasan dengan DAS Tanjung Aur dan DAS Babat di sebelah timur, Samudra Hindia di sebelah selatan, DAS Air Hitam dan Air Lemau di sebelah barat, dan DAS Sungai Musi di sebelah utara.

Kemudian Sungai Susup adalah bagian dari Sub-DAS Susup. Sungai Rindu Hati dan Kemumu membentuk Sub-DAS Rindu Hati. Sungai Pasemah, Sialang, dan Muara Kurung membentuk Sub-DAS Bengkulu Hilir.

"Hingga saat ini tutupan hutan di DAS Air Bengkulu dalam kondisi yang mengkhawatirkan karena hanya tersisa 24 persen merupakan hutan sekunder," ungkap Baim.

Hal tersebut juga di perparah dengan 8 perusahaan pertambangan batu bara yang berada di wilayah hulu DAS, yakni PT Bengkulu Bio Energi, PT Kusuma Raya Utama, PT Bara Mega Quantum, PT Inti Bara Perdana, PT Danau Mas Hitam, PT Ratu Samban Mining, PT Griya Pat Petulai, PT Cipta Buana Seraya, serta dua pabrik karet PT Batang Hari Bengkulu dan PT Bengkulu Angkasa Makmur, yang berada di Kabupaten Bengkulu Tengah.

"Inisiasi Gubernur Bengkulu untuk melegalkan pengambilan batu bara di Sungai Air Bengkulu dengan alasan agar bisa membantu mengurangi sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan sungai adalah kebijakan yang sangat keliru. Hal ini juga telah menunjukkan Gubernur Bengkulu telah gagal membaca akar masalah terjadinya bencana banjir yang rutin terjadi di Provinsi Bengkulu," ujar Baim.

Walhi Bengkulu mendesak pemerintah daerah terkait berdasarkan kewenangannya masing-masing untuk mengevaluasi seluruh perizinan pertambangan dan perkebunan yang ada di wilayah Bengkulu. Kemudian mendesak dilakukannya upaya penegakan hukum terhadap perusahaan pertambangan dan perkebunan yang telah terbukti tidak taat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Pemerintah daerah segera merumuskan kebijakan legal formal terkait mitigasi pengendalian banjir di Provinsi Bengkulu," tutup Baim.