Penolakan Tambang Emas Trenggalek: Ini Urusan Hidup Mati

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Rabu, 26 Oktober 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Penolakan IUP operasi tambang emas PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) dirasa menjadi urusan hidup mati bagi warga Trenggalek, Jawa Timur. Selama dua hari lalu, 24-25 Mei 2022, mereka bertandang ke tiga kementerian di Jakarta untuk mencari cara menghentikan izin itu. Sayangnya usaha mereka belum membuahkan hasil pasti. 

Audiensi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Selasa lalu (25/10/2022) menjadi hari terakhir mereka menggeruduk tiga kementerian. Dua kementerian lain, yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dilakukan pada hari sebelumnya. 

Kementerian ESDM, menurut penuturan mereka, tidak memberikan jawaban apapun atas permintaan informasi dan tuntutan penghentian IUP operasi PT SMN. Humas kementerian itu beralasan banyak perizinan yang diurus oleh kementerian itu. 

Sedangkan Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto, berjanji akan memanggil semua pihak karena konsesi perusahaan  berada di wilayah yang rencana tata ruang dan tata wilayahnya tidak ada peruntukan tambang. Dan KLHK memastikan sampai sejauh ini belum ada permohonan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan di wilayah konsesi yang merupakah wilayah hutan lindung. 

Sebuah baliho berisi penolakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi penambangan emas yang dipasang warga Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo./Foto: Aliansi Rakyat Trenggalek

Anni Latifatun Naimah, perwakilan warga Desa Sumberbening, Kecamatan Dongko, Trenggalek, mengaku penolakan tambang ini adalah urusan hidup mati. Desanya masuk dalam konsesi padahal memiliki mata air yang mencukupi kebutuhan hingga desa tetangga bahkan pada musim kemarau. Jika itu hilang, maka hilang pula kehidupan warga. 

“Kami bisa hidup tanpa ada tambang emas pun. Kalau sampai ada tambang emas beroperasi sama saja kami bunuh diri,” ucapnya dalam konferensi pers di Jakarta. 

Warga Desa Sumberbening terbiasa hidup bersama alam, sampai-sampai desa itu meraih penghargaan Adipura Desa dua kali dan disematkan sebagai Desa Bersemi. 

Kehadiran tambang emas sudah menjadi ancaman selama bertahun-tahun bagi warga. Ancaman ini bermula sejak terbitnya Surat Keputusan (SK) Bupati Trenggalek No 702/2005. yang memberikan PT SMN izin konsesi eksplorasi pertambangan seluas 17.586 hektar. 

Selanjutnya, pada tahun 2007, Pemerintah Kabupaten Trenggalek memberikan perpanjangan kuasa pertambangan wilayah eksplorasi dan memperluasnya hingga mencapai 30.044 ha. Angka ini mencaplok seperempat luas keseluruhan wilayah Kabupaten Trenggalek. 

Lima tahun kemudian, Pemerintah Kabupaten Trenggalek juga membuat ketetapan baru dengan terbitnya Keputusan Bupati Trenggalek nomor 188.45/963/406.004/2012, yang mengubah luas areal pertambangan menjadi 29.969 hektare.

Ribuan warga dari berbagai desa di sekitar kawasan konsesi mulai melakukan protes dan menggalang perlawanan. Pada tahun 2013, gerakan perlawanan warga tersebut berhasil menghentikan segala aktivitas pengambilan sampel dan kendaraan alat berat milik PT SMN.

Namun Dinas ESDM Jawa Timur justru menerbitkan rekomendasi teknis penambahan jangka waktu IUP melalui dokumen No 545/605/119.2/2016, tertanggal 29 Februari 2016, yang disusul dengan keluarnya Keputusan Gubernur Jatim No P2T/70/15.01.III/2016 tentang perubahan jangka waktu IUP PT SMN, tertanggal 22 Maret 2016 dan berlaku hingga 2018. 

Saat ini diketahui, PT SMN mengantongi IUP operasi produksi emas dan mineral pengikut (DMP) berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur nomor P2T/57/15.02/VI/2019. Dengan izin yang berlaku hingga 2029 tersebut, PT SMN mengantongi wilayah konsesi seluas 12.813,41 hektare yang tersebar di sembilan kecamatan, yakni Tugu, Karangan, Suruh, Pule, Gandusari, Dongko, Kampak, Munjungan, dan Watulimo.

Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) dan WALHI Jawa Timur pun telah mendesak Pemerintah Kabupaten Trenggalek agar segera menerbitkan payung hukum dan berbagai langkah strategis guna peningkatan perlindungan dan penyelamatan ruang hidup pada tahun 2021. 

Namun, usulan itu sepertinya terganjal oleh pemerintah pusat, karena surat permohonan Nur Arifin (Bupati Trenggalek) kepada Kementerian ESDM agar meninjau ulang IUP Operasi Produksi PT SMN berujung buntu. Surat tanggapan Kementerian ESDM bernomor T-687/MB.04.DJB.M/2022, tertanggal 12 Februari 2022, menyatakan: “Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sesuai kewenangannya memastikan PT SMN melakukan kegiatan pertambangan dengan menerapkan kaidah pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)...,”. 

Pada tanggal 8 Agustus 2022, Bupati Trenggalek juga kembali mengirimkan surat permohonan pembatalan IUP – Operasi Produksi PT SMN kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 

Poin utama yang menjadi dasar permohonan pembatalan IUP PT SMN yang termaktub dalam surat yang dikirim oleh Bupati Trenggalek tersebut pertama, IUP PT SMN bertentangan dengan Perda Trenggalek No. 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Trenggalek Tahun 2012-2032. 

Kedua, IUP PT SMN berada di kawasan lindung. Ketiga,  IUP PT SMN berada di kawasan rawan bencana. Keempat, PT SMN tidak mematuhi kewajiban ketentuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. 

Dan kelima, IUP PT SMN berada di atas wilayah pemukiman penduduk dan lahan pertanian produktif milik masyarakat. 

Namun, lagi-lagi pemerintah pusat tampaknya tidak bergeming dan terkesan mengabaikan permohonan Bupati Trenggalek dan tuntutan warga yang akan terdampak oleh industri pertambangan PT SMN tersebut.

Sedangkan luas Trenggalek adalah 120.500 yang setengahnya merupakan areal kawasan hutan dengan luas 62.024,50 ha. Kawasan hutan ini terdiri atas 17.988,40 ha hutan lindung, 44.036,10 ha hutan produksi, dan hutan wisata seluas 64,3 ha. 

Selain itu, juga terdapat bentang kawasan ekosistem karst seluas 53.506,67 ha yang tersebar di 13 kecamatan dan 108 desa dari proses evolusi jutaan tahun. 

Bagi warga Trenggalek, hutan dan karst adalah jantung utama penggerak seluruh urat nadi kehidupan yang menopang keberlangsungan dan kekayaan keragaman hayati yang berlimpah di seluruh wilayah hulu dan hilir. Melalui sistem bawah airnya yang unik, kawasan karst telah menyediakan air untuk manusia dan makhluk hidup lainnya.

Kawasan hutan dan karst juga dikenal memiliki peran penting dalam menahan laju perubahan iklim karena kemampuannya menyerap dan mengikat karbon. Rencana kegiatan pertambangan PT SMN di Trenggalek, selain akan mengganggu dan merusak seluruh urat ekologi juga akan memicu laju peningkatan krisis iklim. Akibatnya, ancaman pemanasan global yang mengarah pada pemusnahan seluruh makhluk hidup dan jejaring kehidupan akan segera menyapu dan mengubah kondisi material warga Trenggalek dalam kehidupan sehari-hari. 

Selama ini masyarakat Trenggalek bergantung pada sumber daya air dari kawasan pegunungan karst yang menjadi kawasan IUP PT SMN. Data sumber air penduduk Kabupaten Trenggalek menyebutkan sebagian besar masyarakat masih mengandalkan sumber mata air dari kawasan karst dan air sumur bawah tanah. Tercatat, hanya 0,94 persen dari seluruh jumlah penduduk Trenggalek yang menggunakan air bersih yang disediakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Hampir seluruh kawasan di Trenggalek juga memiliki karakter pegunungan dan perbukitan yang didominasi oleh kelerengan terjal. Setidaknya terdapat 32076,13 ha yang tercatat memiliki tingkat kemiringan 25-40 persen, dan 28378,11 ha lainnya memiliki tingkat kemiringan di atas 40 persen. 

Peraturan Daerah No 15/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Trenggalek 2012-2032 menekankan 9 kecamatan yang berbatasan langsung dengan wilayah IUP SMN merupakan kecamatan-kecamatan berstatus rawan bencana tanah longsor dan banjir. Aspek risiko sedimentasi dan suspensi yang dapat terjadi dalam wilayah pertambangan, seperti perubahan bentang lahan dan kestabilan tanah, maka operasi pertambangan emas di Trenggalek akan meningkatkan angka kerentanan bencana terhadap 9 kecamatan tersebut, dan 5 kecamatan lainnya.

PT SMN sendiri bakal mencaplok 9 kecamatan ini juga akan mengancam keselamatan sedikitnya 141.516 jiwa, atau 20 persen penduduk Trenggalek. Tak ayal jika ini adalah urusan hidup mati.