Akomodir Kepentingan Investor, Walhi Bengkulu Tolak Revisi RZWP3K

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Agraria

Sabtu, 12 November 2022

Editor :

BETAHITA.ID - Revisi Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Bengkulu dianggap kontroversial dan menuai penolakan dari masyarakat sipil. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu menilai, revisi RZWP3K Bengkulu ini lebih mengakomodir kepentingan investor dan mengabaikan hak masyarakat dalam pengelolaan kawasan pesisir pulau-pulau kecil di Bengkulu.

"Walhi Bengkulu menyatakan sikap menolak Revisi Materi Teknis Perairan Pesisir RZWP3K Provinsi Bengkulu yang merupakan bagian proses integrasi RZWP3K kedalam RTRW Provinsi Bengkulu," kata Walhi Bengkulu, melalui pernyataan resminya yang diterima, Jumat (11/11/2022).

Walhi menjelaskan, sikap ini merupakan respon atas Konsultasi Publik Revisi Materi Teknis Perairan Pesisir RZWP3K dalam proses integrasi RZWP3K dengan RTRW Provinsi Bengkulu yang digelar di Kantor Gubernur Bengkulu, 3 November 2022 lalu.

Yang mana dalam konsultasi publik yang melibatkan perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut, Pemprov Bengkulu tidak melibatkan kelompok nelayan tradisional yang merupakan bagian terpenting dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil.

Lokasi tambang pasir besir PT Faminglevto Bakti Abadi di pesisir pantai Desa Pasar Seluma. Perusahaan pertambangan ini diduga beraktivitas tanpa perizinan lengkap./Foto: Walhi Bengkulu

Melalui surat bernomor 124/ED/WALHI BKL/XI/2022 WALHI Bengkulu menyampaikan nota penolakan materi teknis perairan pesisir RZWP3K kepada Dinas Kelautan dan Perikanan yang juga ditembuskan ke Kementerian KKP, Gubernur Bengkulu, Ketua komisi II DPRD Provinsi Bengkulu, Dinas PUPR Provinsi Bengkulu, Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, DLHK Provinsi Bengkulu dan juga Eksekutif Nasional WALHI.

Walhi Bengkulu menilai, evaluasi terhadap implementasi Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Bengkulu seharusnya dilakukan terlebih dahulu oleh pemerintah provinsi, sebelum melakukan Revisi Materi Teknis Perairan Pesisir RZWP3K.

"Selain itu, belum adanya urgensi dari pemerintah sebagai landasan untuk melakukan revisi terhadap RZWP3K Provinsi Bengkulu. Dan juga, payung hukum yang digunakan oleh Pemerintah juga seharusnya tidak bisa digunakan sebagai landasan pemerintah untuk melakukan konsultasi publik dan revisi terhadap RZWP3K Provinsi Bengkulu," terang Walhi Bengkulu.

Faktanya, saat ini aturan yang digunakan oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu dalam mengadakan Konsultasi Publik Dokumen Final Materi Teknis Perairan Pesisir (RZWP3K) Provinsi Bengkulu ini adalah Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut.

Aturan regulasi tersebut merupakan produk hukum turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Padahal berdasarkan mandat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII/2020, UU Cipta Kerja dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat.

Dalam putusannya Mahkamah Konstitusi juga memerintahkan kepada pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Sedangkan revisi RZWP3K tersebut akan sangat berdampak luas terhadap masyarakat yang bergantung terhadap kawasan pesisir salah satunya di Kawasan Pesisir Barat Kabupaten Seluma. Jika tidak dilakukan dengan kehati-hatian maka akan berpotensi mengancam sumber-sumber penghidupan masyarakat."

Walhi Bengkulu menerangkan, mayoritas masyarakat pesisir Seluma bermata pencarian sebagai nelayan dan kawasan pesisir barat Seluma juga merupakan wilayah rawan bencana. Di dalam dokumen revisi RZWP3K itu Zonasi Wilayah Tangkap Nelayan akan dialihkan menjadi Zonasi Wilayah Pertambangan. Dalam hal ini akan ada hak atas ekonomi dan lingkungan masyarakat yang terancam akan diabaikan.

Dalam Pasal 71 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan, pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan Hak Asasi Manusia. Maka dalam hal ini, pemerintah juga berkewajiban untuk menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat di pesisir barat atas wilayah tangkapnya di laut.

"Juga memastikan keamanan masyarakat pesisir barat Seluma atas ancaman bencana atau kerusakan lingkungan maka seharusnya pemerintah tidak mengubah zona wilayah kelola masyarakat di laut menjadi wilayah pertambangan lewat revisi RZWP3K," urai Walhi.

Dalam pernyataan sikapnya tersebut, Walhi Bengkulu juga sangat menyayangkan pelaksanaan konsultasi publik tersebut, tidak melibatkan kelompok masyarakat perikanan tradisional, sehingga tidak dapat menyampaikan aspirasinya secara langsung.

Pemerintah Provinsi Bengkulu seakan menganggap tidak penting untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pemerintah Provinsi juga terkesan tidak mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan kearifan lokal atas wilayah pesisir dan pulau-pulau Kecil.

"Padahal kelompok masyarakat perikanan tradisional telah diakui dan dihormati haknya dalam hukum laut internasional (UNCLOS 1982)."

Kemudian UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dalam Pasal 61, telah menyatakan pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan kearifan lokal atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah dimanfaatkan secara turun temurun.

Selanjutnya Pasal 62 juga menyatakan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Adanya zona pertambangan dalam Revisi Materi Teknis Perairan Pesisir RZWP3K Provinsi Bengkulu juga akan mengancam ruang hidup masyarakat khususnya di Desa Pasar Seluma dan desa-desa lainnya di wilayah pesisir di Kabupaten Seluma.

Zona pertambangan ini juga telah bertentangan dengan Pasal 35 huruf k dan i, UU No. 27 Tahun 2007, yang menyebutkan setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan mineral yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya; serta melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Zona pertambangan telah mengabaikan aspirasi masyarakat yang menolak adanya pertambangan pasir besi yang berada di zona merah bencana. Seperti diketahui, aksi penolakan tambang pasir besi di Desa Pasar Seluma, Kabupaten Seluma, sudah terjadi sejak 2010, kemudian pada Desember 2021 aksi penolakan kembali terjadi sampai dengan sekarang.

"Berdasarkan hal di atas, Walhi Bengkulu juga mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk agar menjadi bahan pertimbangan Pemerintah Provinsi Bengkulu dalam merumuskan kebijakan," lanjut Walhi Bengkulu.

  1. Pemerintah Provinsi Bengkulu harus mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat. Kemudian Mahkamah Konstitusi juga memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
  2. Pemerintah Provinsi Bengkulu harus mengakui, melindungi, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional dan kearifan lokal atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah dimanfaatkan secara turun temurun yang dimandatkan pada Pasal 61 ayat 1 UU No. 27 Tahun 2007.
  3. Pemerintah Provinsi Bengkulu segera menghentikan proses revisi RZWP3K yang saat ini belum ada urgensi dan landasan peraturannya secara benar dan jelas.
  4. Dalam proses revisi RZWP3K penting untuk lebih memprioritaskan keselamatan dan pelibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimandatkan pada Pasal 62 ayat 1 UU No. 27 Tahun 2007.
  5. Pemerintah Provinsi Bengkulu segera mengevaluasi Implementasi Peraturan Daerah (Perda) No. 5 Tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Bengkulu Tahun 2019-2039, sebelum melakukan revisi materi teknis perairan pesisir RZWP3K Provinsi Bengkulu, yang merupakan bagian integrasi RZWP3K kedalam RTRW Provinsi Bengkulu.
  6. Pemerintah Provinsi Bengkulu wajib melindungi kelompok masyarakat perikanan tradisional yang telah diakui dan dihormati haknya dalam hukum laut internasional (UNCLOS 1982).