Emisi Karbon Dunia Meningkat

Penulis : Aryo Bhawono

Perubahan Iklim

Senin, 14 November 2022

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID -  embakaran batu bara, minyak, dan gas alam pada tahun ini akan meningkatkan emisi karbon dunia 1 persen lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Para ilmuwan beranggapan data ini menjadi catatan buruk dalam upaya melawan perubahan iklim. 

Para ilmuwan Global Carbon Project mengungkap hasil studinya yang menyebutkan polusi karbon Cina turun 0,9 persen pada tahun ini, sementara emisi di Amerika Serikat 1,5 persen lebih tinggi, saat pembicaraan COP 27 di Mesir pada Jumat (11/11/2022). Studi tersebut berlawanan dengan tren data jangka panjang, yakni emisi AS yang menurun dan Cina yang meningkat, hingga tahun ini. 

Pemimpin penulis studi itu dari University of Exeter, Pierre Friedlingstein, menyebutkan kasus di dua negara tersebut kemungkinan merupakan reaksi atas pandemi Covid-19 dan sebagian imbas krisis energi karena perang Rusia-Ukraina. Dua faktor itu membuat data tahun ini kacau dan sulit dilihat trennya. Ia mengungkapkan kepada AP bahwa pemberlakuan lockdown di Cina terkait Covid-19 pada 2022 adalah faktor utama penurunan emisi negara di negara itu.

Sebagian besar penurunan emisi di Cina karena menurunnya aktivitas transportasi, mobil dan perjalanan udara, karena pembatasan di masa pandemi. 

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) bertenaga batu bara melepaskan emisi karbon dioksida, yang menjadi salah satu faktor terbesar pemanasan global saat ini. Foto: loe.org

Sementara polusi karbon global masih meningkat. Walaupun peningkatan tidak secepat seperti 10 hingga 15 tahun lalu tetapi secara keseluruhan hal ini menjadi berita buruk. Peningkatan ini  mendorong dunia melampaui ambang batas pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius sejak zaman pra-industri.

"Itu berarti kita lebih baik bersiap-siap untuk melewati target dan memasuki dunia yang belum pernah dialami manusia," kata ilmuwan iklim Universitas Princeton Michael Oppenheimer, yang bukan bagian dari tim peneliti.

Tim Friedlingstein memperkirakan dunia hanya dapat menempatkan 380 miliar metrik ton karbon dioksida ke udara sebelum mencapai 1,5 derajat. Batas itu baru dapat dicapai sekitar sekitar 9 hingga 10 tahun, yang berarti dunia kemungkinan akan mencapai batas itu sekitar tahun 2031 atau 2032.

“Waktu untuk 1,5 hampir habis,” kata Friedlingstein.

Ilmuwan iklim Universitas Brown, Kim Cobb menganggap ini merupakan berita buruk. Ia bukan bagian dari penelitian ini namun menurutnya sulit melihat hikmah atas hal ini. Namun menjaga pemanasan global harus dilakukan hingga menekan emisi setengahnya pada tahun 2030.

Lebih lanjut studi Global Carbon Project mengungkap pada tahun 2022, dunia berada di jalur yang tepat untuk menempatkan 36,6 miliar metrik ton karbon dioksida dari penggunaan energi dan semen. Angka ini menunjukkan karbon yang dilepaskan ke udara ssetiap 75 menit setara dengan berat Piramida Agung Giza.

Selain AS, peningkatan emisi juga dialami India sebesar 6 persen pada tahun 2022, sementara Eropa mengalami penurunan 0,8 persen. Namun emisi seluruh dunia rata-rata melonjak 1,7 persen.

Polusi dari batu bara melonjak 1 persen dari tahun lalu, untuk minyak naik 2 persen, dan gas alam turun 0,2 persen. Sekitar 40 persen dari karbon dioksida berasal dari pembakaran batu bara, 33 persen dari minyak dan 22 persen dari gas alam.

Tim menghitung tingkat emisi hingga awal musim gugur menggunakan data yang disediakan oleh negara-negara penghasil karbon teratas, termasuk AS, Cina, India, dan Eropa, dan kemudian membuat proyeksi untuk sisa tahun ini.

Emisi karbon dari bahan bakar fosil anjlok 5,3 persen pada 2020 tetapi naik kembali sebesar 5,6 persen tahun lalu, didorong oleh China. 

Tim peneliti juga melihat emisi secara keseluruhan, termasuk efek penggunaan lahan. Ketika penggunaan lahan diperhitungkan, emisinya datar, tidak naik sedikit pun.