Warga di Ruteng NTT Ditahan karena Menjual Tanahnya Sendiri

Penulis : Tim Betahita

Agraria

Selasa, 29 November 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Seorang warga bernama Gregoris Jeramu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Manggarai, Ruteng, Nusa Tenggara Timur. Pada tanggal 28 Oktober 2022, pria tersebut dihukum dengan sangkaan menjual tanah miliknya sendiri kepada pemerintah daerah Manggarai Timur tanpa alas hak atau sertifikat hak milik (SHM). Perbuatan itu dipandang telah menimbulkan kerugian negara.

Menurut Koalisi Peduli Keadilan Bagi Gregorius Jeramu, kasus ini harus menjadi perhatian semua lembaga pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil yang terkait persoalan tanah dan hak-hak asasi manusia. Pasalnya ada implikasi hukum terhadap politik hukum agraria nasional dan arahan kebijakan nasional pembangunan dari pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini. 

Menurut Gonsa Joman, salah satu anggota Koalisi, kronologi penguasaan tanah menunjukkan Gregorius menguasai tanah secara turun temurun selama lebih dari 20 tahun, bahkan sejak mendiang ayahnya sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA Nomor 5 Tahun 1960). Penguasaan secara turun temurun telah ditindaklanjuti oleh pemerintah melalui kebijakan registrasi tanah maupun pengakuan tanah adat.

Sejak 1961, kebijakan sertifikasi tanah memberikan arahan bahwa pemerintah bertanggung jawab menjalankan proses percepatan sertifikasi tanah melalui program-program seperti PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria), LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah), dan PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).

Ilustrasi konflik agraria. Foto: Internet

Saat ini, Presiden Joko Widodo juga tengah menggalakkan program Target Obyek Reforma Agraria atau TORA untuk membantu rakyat mendapatkan sertifikat tanah, termasuk Gregorius. Gonsa mengatakan, Kejaksaan Negeri Manggarai gagal melihat arah kebijakan agraria tersebut dengan menetapkan Gregorius sebagai tersangka.

Mensi Anam, anggota Koalisi lainnya mengatakan, data pemerintah tahun 2021 mengungkap tanah yang telah memiliki SHM dan Hak Guna Bangunan (HGB) baru mencapai 72,2 juta bidang dengan total luas 29,68 juta hektare. Sementara itu total luas lahan pertanian mencapai 70 juta hektare. 

"Artinya bidang tanah pertanian yang belum tersentuh program sertifikasi tanah mencapai 40,3 juta hektare. Luas tanah tersertifikasi pun belum mencapai luas lahan pertanian yang dinilai efektif untuk budidaya pertanian oleh Kementerian Pertanian, yakni 45 juta hektare," jelas Mensi dalam rilis yang diterima Betahita, Kamis, 23 November 2022. 

Di Kabupaten Manggarai Timur dan wilayah lain di NTT, tanah warga umumnya belum memiliki sertifikat. Transaksi tanah pun dilakukan berdasarkan bukti-bukti lisan yang diakui secara turun temurun. Selain itu, warga Manggarai mempunyai kebiasaan tidak menjual tanah warisan, kecuali alasannya sangat mendesak. Salah satunya adalah alasan kepentingan publik seperti pembangunan gedung pemerintah, jalan, dan infrastruktur listrik.

Dalam situasi demikian, warga secara lapang dada menyerahkan tanah mereka karena menganggap kepentingan publik adalah tujuan mulia. Menurut Mensi,  Gregorius dan Istrinya, Sofia Nimul, juga menyerahkan tanah milik mereka kepada pemerintah kabupaten Manggarai Timur karena alasan kepentingan publik.

"Bukan mereka yang mendatangi pemerintah kabupaten untuk menjual tanah, tetapi pemerintah lah yang menghubungi mereka untuk mendapatkan tanah," terang Mensi.  

Koalisi menilai logika sangkaan Kejaksaan Negeri Manggarai di Ruteng terhadap Gregorius dapat menjadi preseden buruk bagi jutaan rakyat yang memiliki tanah yang belum tersertifikasi.

"Mengingat jutaan hektare tanah belum mendapatkan sertifikat tanah, preseden dari tindakan Kejaksaan Negeri Manggarai di Ruteng akan merupakan perlawanan dan hambatan serius dan telak terhadap kebijakan pembangunan nasional Presiden Jokowi," pungkas Mensi.