Pemerintah Halsel Minta Izin PT LII di Pulau Widi Dicabut

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Kelautan

Selasa, 13 Desember 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Desakan pencabutan izin pengelolaan Kepulauan Widi, di Kabupaten Halmahera Selatan (Hasel), Maluku Utara (Malut), yang dipegang PT Leadership Islands Indonesia (LII), mencuat. Desakan yang disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halsel itu mencuat lantaran adanya dugaan pelelangan Kepulauan Widi di situs Sotheby's Concierge Auctions oleh PT LII.

Bupati Halsel, Usman Sidik mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut harus mencabut izin pengelolaan sekaligus membatalkan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemprov Malut dengan PT LII, Nomor 120.23/671/G, Nomor 430/1047/2015, Nomor LLI/V/2015/001 tertanggal 27 Juni 2015 tentang Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Pariwisata Kepulauan Widi.

Alasannya, karena adanya tindakan sepihak PT LII sebagai pemegang izin pengelolaan Kepulaua Widi yang diduga melanggar secara terbuka seluruh ketentuan dan klausul kontrak yang tertuang dalam MoU.

Usman bilang, Pemkab Halsel telah menerbitkan Surat Nomor 556/3341/2022 tertanggal 26 November 2022, yang keluarkan pada Kamis (8/12/2022). Dikatakannya, dasar permintaan pencabutan izin itu dijabarkan dalam 5 poin, di antaranya sejak MoU ditandatangani pada 27 Juni 2015 sampai dengan tanggal diajukannya permohonan pencabutan izin, pihak PT LII sama sekali belum melakukan aktivitas apapun di lokasi yang telah disepakati.

Pulau Widi yang belakangan dilelang di situs Sotheby's Concierge Auctions oleh PT LII./Foto: Pemkab Halmahera Selatan

"Selain itu, ada keresahan masyarakat terhadap keberadaan PT LII. Karena tidak memberikan dampak ganda terhadap masyarakat sekitar dan pihak pengelola terkesan membatasi akses warga sekitar Kepulauan Widi untuk melakukan pencarian ikan di Widi," kata Usman Sidik, Kamis (8/12/2022), dikutip dari Antara.

Usman menyatakan, ada tuduhan sebagian masyarakat yang beranggapan Pemkab Halsel menjual Kepulauan Widi kepada pihak asing, dalam hal ini PT LII. Sehingga dengan melakukan sebaran informasi ke pihak investor asing lainnya, dengan harapan dapat bermitra dengan PT LII. Pemkab Halsel menilai PT LII bukan sebagai investor tunggal yang akan mengelola Kepulauan Widi, melainkan terkesan sebagai broker.

"Atas dasar poin-poin tersebut dan ketidakpatuhan terhadap MoU maka kami mengharapkan Pemprov Maluku Utara mencabut izin pengelolaan dan membatalkan MoU dengan PT LII."

Usman berpendapat, PT LII hanya pemegang hak eksklusif untuk mengembangkan Kepulauan Widi. Dalam MoU, lanjutnya, tidak ada satupun klausul yang memungkinkan PT LLI untuk dapat melelang Pulau Widi kepada pihak lain.

"Jadi sebagian besar wilayah pesisir Kepulauan Widi juga masuk Zona Konservasi Perairan. Artinya tidak bisa ditetapkan sebagai area konsesi untuk dapat dikembangkan sebagai objek wisata," katanya.

KKP: Pulau Widi Tidak Boleh Dijual

Terpisah, Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik KKP Wahyu Muryadi menegaskan, Kepulauan Widi adalah milik Indonesia dan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Artinya, regulasi yang ada melarang jual-beli pulau. Apalagi, pulau-pulau kecil itu merupakan hak publik dan aset negara.

"Gugusan Kepulauan Widi tidak boleh dimiliki oleh orang asing dan tidak boleh diperjualbelikan. Apalagi 83 pulau-pulau kecil di Kepulauan Widi hampir seluruhnya merupakan kawasan hutan lindung dan perairannya masuk kawasan konservasi," kata Wahyu, Selasa (6/12), dikutip dari CNN.

Wahyu menjelaskan, sesuai Undang-Undang Cipta Kerja, setiap pelaku usaha yang melakukan pemanfaatan pulau-pulau kecil di luar kawasan hutan atau areal lainnya dan pemanfaatan perairan sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing (PMA) wajib mengajukan izin kepada Menteri Kelautan dan Perikanan.

Selain itu, pelaku usaha juga harus mendapatkan PKKPRL dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Perizinan tersebut wajib dipenuhi oleh PMA. Lebih jauh, Wahyu meminta PT LII sebagai pemegang izin pengelolaan Kepulauan Widi untuk mengurus izin pemanfaatan pengelolaan ruang laut. Salah satu di antaranya adalah Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

PKKPRL merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi pemanfaat atau pengguna saat akan melakukan kegiatan menetap di ruang laut baik yang ada di kawasan pesisir maupun pulau-pulau kecil.

"Berdasarkan data kami, sebagaimana dikemukakan oleh Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo, pemanfaatan perairan Kepulauan Widi belum dilengkapi dengan izin PKKPRL," ujar Wahyu.

Ia menjelaskan, badan hukum asing yang didirikan menurut hukum di Indonesia dan berkedudukan di Indonesia hanya dapat diberikan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB). Hal tersebut juga berlaku bagi PT LII yang merupakan pengembang Kepulauan Widi di Malut.

"Jadi prinsipnya hanya pemanfaatan saja dan itu pun dilaksanakan secara ketat sesuai dengan regulasi yang berlaku dan tidak bisa diperjualbelikan."

Wakyu menyebut, KKP sudah mengkoordinasikan permasalahan ini dengan pemerintah daerah, Kemendagri dan Badan Informasi dan Geospasial serta Pushidrosal TNI AL. Hal tersebut dilakukan agar permasalahan ini dapat ditangani secara komprehensif.

Menurutnya, sikap tegas KKP dalam menyikapi isu pelelangan Kepulauan Widi ini menunjukkan komitmen Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk melindungi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.

"Hal ini sekaligus menjawab pemberitaan yang menyebut pulau-pulau di Kepulauan Widi akan dilelang sebagaimana tertulis pada situs lelang asing Sotheby's Concierge Auctions yang berbasis di New York, Amerika Serikat," katanya.

Sebelumnya, berbagai upaya penertiban terhadap usaha pemanfaatan pesisir dan pulau kecil juga dilakukan oleh KKP di sejumlah wilayah di Indonesia.

Menteri Tito: Boleh Dilelang untuk Tarik Investor

Namun, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal Pol (Purn.) Tito Karnavian menyebut lelang Kepulauan Widi, Maluku Utara di situs Sotheby's Concierge Auctions dilakukan untuk menarik investor.

Menurut Tito pengembang Kepulauan Widi, PT LII, kondisinya sedang kekurangan modal. Oleh karena itu, perusahaan itu menawarkan kerja sama investasi lewat pelelangan.

"Dia kemudian mencari pemodal, mencari pemodal asing. Makanya dia naikkan ke lelang itu. Tujuannya bukan lelang buat dijual, tujuannya untuk menarik investor asing. Nah, itu boleh-boleh saja," kata Tito, Senin (5/12/2022), dikutip dari CNN.

Tito mengatakan hal itu boleh-boleh saja. Menurutnya, banyak model investasi seperti itu yang telah dilakukan di Indonesia. Mantan Kapolri itu mengatakan uang yang dikelola untuk mengembangkan kawasan pariwisata bisa saja datang dari investor luar. Namun, pengelolaan tetap harus melibatkan pihak lokal.

"Yang penting bukan di pemiliknya. Uangnya dari luar negeri kemudian dikelola oleh perusahaan Indonesia, kan enggak ada masalah," ucapnya.