Perubahan Kawasan Hutan Bengkulu untuk Siapa?

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Selasa, 07 Februari 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Usulan perubahan peruntukan dan perubahan fungsi kawasan hutan Provinsi Bengkulu seluas 122.448,25 hektare yang diajukan Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui revisi rencana tata ruang, masih menjadi buah bibir. Masyarakat sipil mempertanyakan untuk kepentingan siapa perubahan kawasan hutan di Bengkulu itu diusulkan.

"Revisi rencana tata ruang wilayah hanya memberikan karpet merah yang sebesar-besarnya kepada investasi untuk mengeksploitasi sumber daya alam. Mengakomodir kepentingan PLTU Batubara Teluk Sepang, pertambangan, perkebunan, perikanan,dan pariwisata dengan mengabaikan kepentingan rakyat," kata Abdullah Ibrahim Ritonga, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu, Kamis (2/2/2023).

Sejauh ini belum ada kejelasan areal kawasan hutan mana saja yang diusulkan akan dilepaskan (diubah peruntukannya) dan diubah fungsinya melalui revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu Tahun 2023-2043. Walhi Bengkulu baru-baru ini sudah mengajukan permohonan permintaan data dan informasi serta Shapefile (SHP) usulan pelepasan dan perubahan fungsi kawasan hutan ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Bengkulu. Namun permohonan tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan.

Namun hasil analisis spasial yang dilakukan Genesis Bengkulu menunjukkan, sejumlah korporasi teridentifikasi berkegiatan usaha di dalam kawasan hutan, diduga tanpa perizinan di bidang kehutanan. Sejumlah korporasi itu, besar kemungkinan akan mendapat keuntungan bila usulan pelepasan (perubahan peruntukan) dan perubahan fungsi kawasan hutan diamini pemerintah pusat.

Tampak dari ketinggian tutupan hutan alam di kawasan HL Bukit Sanggul./Foto: Genesis Bengkulu

"Kami menemukan adanya kepentingan penghapusan dosa perusahaan-perusahaan perkebunan, karena telah melakukan aktivitas perkebunan di dalam kawasan hutan," kata Egi Saputra, Direktur Eksekutif Yayasan Genesis Bengkulu.

Selain perusahaan perkebunan sawit, lanjut Egi, ada juga sejumlah perusahaan pertambangan yang disinyalir ikut menikmati usulan perubahan kawasan hutan di Bengkulu ini, di antaranya PT Inmas Abadi (TWA Seblat), PT Faminglevto Bakti Abadi (CA Pasar Seluma), PT Belindo Inti Alam (HPT Bukit Badas), PT Bumi Arya Syam & Syah Resources (HPT Bukit Badas), PT Energi Swa Dinamika Muda (HL Bukit Sanggul) dan PT Perisai Prima Utama (HL Bukit Sanggul dan HL Raja Mandara).

"Dan kepentingan eks tambang di masa lalu, PT Ariya Wiesesa Fransnata, PT Trinamas Abadi, PT Mukomuko Maju Sejahtera, PT Arang Penawai Sejahtera, dan PT Bengkulu Utara Gold."

Lebih lanjut, Egi mengungkapkan, secara terperinci Genesis Bengkulu menemukan 32 kawasan hutan yang diduga masuk dalam skema perubahan peruntukan atau pelepasan, dan 13 kawasan hutan lainnya masuk dalam skema perubahan fungsi.

"Padahal secara tutupan lahan, 81 persen atau setara dengan 753.061,43 hektare kawasan hutan Bengkulu masih dalam kondisi tutupan hutan. Karenanya kami menduga ada kepentingan korporasi di balik rencana revisi kawasan hutan Bengkulu," kata Egi.

Kawasan Rawan Bencana Dihilangkan

Menurut Ibrahim, kawasan rawan bencana di Provinsi Bengkulu justru dihilangkan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) RTRW Provinsi Bengkulu 2023-2043. Hal tersebut tentu saja sangat kontradiktif dan tidak mempertimbangkan Provinsi Bengkulu sebagai kawasan rawan bencana.

"Apalagi Bengkulu telah ditetapkan oleh BNPB sebagai salah satu wilayah yang memiliki resiko tinggi terhadap bencana," kata Ibrahim.

Kejadian bencana yang rutin terjadi di Provinsi Bengkulu ini juga sangat erat kaitannya dengan perubahan musim yang ekstrim, dan peningkatan suhu bumi akibat perubahan iklim. Ibrahim berpendapat, bencana banjir ini sebenarnya dapat diminimalisasi bila pembangunan dan kehidupan disesuaikan dengan penataan ruang, yang salah satunya dengan cara memaksimalkan fungsi kawasan lindung seperti hutan lindung, cagar alam, sepadan sungai dan pesisir pantai.

Namun upaya tersebut tidak tercermin dalam Ranperda RTRW Provinsi Bengkulu 2023-2043. Seharusnya status fungsi hutan lindung harus dilindungi dari ancaman ekstraktif pertambangan dan perkebunan skala besar. Namun ternyata kawasan hutan lindung itu diubah menjadi pasal tunggal.

Berdasarkan SK 784 Tahun 2012 dinyatakan Hutan Lindung Provinsi Bengkulu mempunyai luas 257.548,57 hektare. Seharusnya dengan tegas dijelaskan pada dokumen ranperda nama-nama fungsi kawasan hutan lindung yang tersebar di Seluma, Bengkulu Selatan, Kaur, Bengkulu Tengah, Kepahiang, Rejang Lebong, Lebong, dan Bengkulu Utara.

Obral Kawasan Budidaya

"Kemudian pertanyaan yang kembali muncul di antaranya pada kawasan pertambangan yang dialokasikan kurang lebih seluas 186 ribu hektare."

Berdasakan data Izin Usaha Pertambangan (IUP) aktif pada 2022, diketahui luas total IUP di Provinsi Bengkulu hanya 80 ribu hektare dengan pemegang izin sebanyak 50 perusahaan. Hal ini dapat diartikan seluas kurang lebih 100 ribu hektare akan diobral oleh pemerintah untuk perluasan investasi pertambangan di Provinsi Bengkulu.

Selanjutnya peruntukan kawasan perikanan mendapatkan alokasi paling banyak kurang lebih seluas 1.461,475,72 hektare yang wajib memprioritaskan wilayah tangkap nelayan di laut. Apalagi Pasal 37 di Ranperda RTRW Provinsi Bengkulu menyebutkan bahwa Kawasan Pencadangan Konservasi di laut dengan luas 22.954,30 hektare di Mukomuko, Kaur dan Kota Bengkulu.

"Atas dasar analisis mendalam yang telah disampaikan, maka Walhi Bengkulu mendesak untuk segera menunda review Perda Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu 2012-2032 dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan memprioritaskan pelibatan masyarakat," kata Ibrahim.

Kemudian Walhi Bengkulu juga mendesak untuk menghentikan proses usulan perubahan fungsi dan perubahan status kawasan hutan seluas 122.011 hektare yang cenderung hanya mementingkan investasi, dan memastikan pengakuan wilayah kelola rakyat dalam kawasan hutan.