Asia Diperkirakan Menggunakan Separuh Listrik Dunia di 2025

Penulis : Aryo Bhawono

Energi

Selasa, 14 Februari 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Laporan International Energy Agency (IEA) memperkirakan Asia akan menggunakan separuh dari total energi listrik dunia pada tahun 2025. Sebaliknya, Afrika - rumah bagi hampir seperlima dari hampir 8 miliar penduduk dunia - hanya akan menyumbang 3 persen dari konsumsi listrik global pada tahun 2025.

Cina diperkirakan menjadi penggunaan listrik terbesar di Asia. Konsumsi listrik di negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa akan meningkat seperempat dibanding tahun 2015 menjadi sepertiga di pertengahan dekade ini.

"Cina akan mengkonsumsi lebih banyak listrik daripada gabungan Uni Eropa, Amerika Serikat dan India," kata Direktur Pasar Energi dan Keamanan, Keisuke Sadamori, seperti dikutip dari AP.

Sebaliknya, Afrika - rumah bagi hampir seperlima dari hampir 8 miliar penduduk dunia - hanya akan menyumbang 3 persen dari konsumsi listrik global pada tahun 2025.

Pemerintah dan DPR RI sepakat menghapus dan menaikkan daya listrik rendah 450 VA./Foto: Betahita.id

"Fakta ini dan pertumbuhan pesat populasi menunjukkan masih adanya kebutuhan untuk meningkatkan elektrifikasi di Afrika," kata Sadamori.

Laporan tahunan IEA memprediksi bahwa tenaga nuklir dan energi terbarukan seperti angin dan matahari akan menyumbang sebagian besar pertumbuhan pasokan listrik global selama tiga tahun mendatang. Hal ini akan mencegah peningkatan signifikan emisi gas rumah kaca dari sektor listrik.

Para ilmuwan mengatakan pemangkasan semua sumber emisi diperlukan sesegera mungkin untuk menjaga agar suhu global rata-rata tidak naik 1,5 derajat Celsius. Target tersebut, yang ditetapkan dalam kesepakatan iklim Paris 2015, tampak semakin diragukan karena suhu telah meningkat lebih dari 1,1 derajat Celsius sejak periode referensi, periode pra industri.

Salah satu harapan untuk mencapai target tersebut adalah pergeseran besar-besaran dari bahan bakar fosil seperti batu bara, gas, dan minyak ke sumber energi rendah karbon. Namun, IEA mencatat sementara beberapa wilayah mengurangi penggunaan batu bara dan gas untuk produksi listrik, di wilayah-wilayah lain konsumsi justru meningkat.

Laporan IEA setebal 134 halaman ini memperingatkan permintaan dan pasokan listrik menjadi semakin tergantung pada cuaca, sebuah masalah yang mendesak para pembuat kebijakan untuk mengatasinya.

"Selain kekeringan di Eropa, ada gelombang panas di India (tahun lalu)," kata Sadamori. 

Demikian pula, kata dia, Cina bagian tengah dan timur dilanda gelombang panas dan kekeringan. Amerika Serikat juga mengalami badai musim dingin yang parah di bulan Desember. Semua peristiwa tersebut memberikan tekanan yang besar pada sistem tenaga listrik di wilayah-wilayah tersebut.

"Seiring dengan semakin cepatnya transisi energi bersih, dampak cuaca terhadap permintaan listrik akan semakin meningkat karena meningkatnya elektrifikasi pemanas, sementara pangsa energi terbarukan yang bergantung pada cuaca akan terus bertambah dalam bauran pembangkitan listrik," tulis laporan IEA. 

IEA menyebutkan dalam kondisi ini berarti meningkatkan fleksibilitas sistem tenaga listrik sambil memastikan keamanan pasokan dan ketahanan jaringan akan sangat penting.