Indonesia Dapat USD46 Juta untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Rabu, 15 Februari 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Indonesia menerima gelontoran dana sebesar sekitar USD46 juta atau setara Rp718.462.147.050, dari total USD103,8 juta yang disetujui oleh Green Climate Fund (GCF). Dana itu diberikan atas keberhasilan Indonesia dalam pengurangan emisi dari sektor kehutanan untuk tahun 2014-2016.

Dalam rilis resminya, United Nations Development Programme (UNDP) atau Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut telah mentransfer USD46 juta ke Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), yang memiliki mandat untuk mengelola dana lingkungan.

Pencairan dana senilai USD46 juta ini dilakukan dalam dua tahap, pertama dilakukan pada Desember 2022 sebesar USD28,152,028 atau setara Rp440.720.000.000 setara (kurs Rp15.655), dan pencairan kedua dilakukan pada Januari 2023 sebesar USD17,941,999 ekuivalen Rp277.742.147.050 (kurs Rp15.480)

BPDLH resmi dibentuk untuk menyalurkan dana lingkungan hidup dan iklim guna mendukung pencapaian komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia untuk mencapai net zero emission pada 2060, dengan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai bagian dari mandat dan komitmen global untuk mengatasi perubahan iklim.

Tampak dari ketinggian hutan alam di Desa Simataniari, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara./Foto: Auriga Nusantara

Dana tersebut merupakan bagian dari skema pembayaran berbasis hasil/Result Based Payment (RBP) dari GCF untuk pengurangan emisi melalui implementasi REDD+. Peran UNDP, sebagai entitas terakreditasi GCF dan juga mitra terpercaya BPDLH dan Pemerintah Indonesia untuk program NDC, adalah memfasilitasi pembayaran dengan menggunakan modalitas Program Pembayaran Berbasis Kinerja (PBP) UNDP, yang bertujuan untuk memaksimalkan transparansi dan efektivitas dana.

Pendekatan manajemen proyek yang inovatif ini memungkinkan pencairan dana yang lebih cepat dari UNDP ke Pemerintah Indonesia dibandingkan melalui manajemen proyek konvensional, tanpa mengurangi kualitas implementasi dan tujuan penggunaan hasil.

Dana tersebut akan mempercepat dan menguatkan implementasi REDD+ dan berkontribusi pada Rencana Operasional Forest and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, yang merupakan komponen penting dari peningkatan NDC Indonesia pada 2022. Penyaluran dana tersebut dilakukan setelah hasil divalidasi oleh tim independen, yang menunjukkan kemajuan di kelima indikator program PBP yang ditinjau pada 2022.

Pencapaian ini menunjukkan respons Indonesia terhadap ancaman perubahan iklim, dan mencerminkan pengakuan internasional dan peningkatan kepercayaan terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan dan upaya konservasi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pemerintah.

Sejalan dengan pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Rapat Koordinasi Nasional BPDLH, Indonesia harus berfokus pada rehabilitasi dan pemulihan lahan dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Pembayaran berbasis hasil yang diterima oleh Indonesia harus menjadi pendorong langkah-langkah lain dalam merehabilitasi dan memulihkan kawasan yang terdegradasi.

Menteri Keuangan pada saat yang sama menyampaikan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengambil tindakan untuk melanjutkan langkah penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Ia menyoroti bahwa BPDLH sebagai pengelola dana memiliki mandat untuk mengelola dan menyalurkan dana skema pembayaran berbasis hasil dari GCF untuk REDD+ sebagaimana diamanatkan dalam perjanjian.

Dalam pengalokasian RBP dari GCF untuk REDD+, KLHK bertanggung jawab untuk memberikan arahan strategis pelaksanaan kegiatan untuk menghasilkan keluaran yang disepakati oleh kedua belah pihak, yang sejalan dengan strategi REDD+ Nasional, termasuk program prioritas KLHK. Sedangkan Kemenkeu melalui BPDLH bertanggung jawab untuk mengelola, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan dana.

“Ini adalah milestone bagi Indonesia dalam upaya memenuhi janji iklimnya, terutama dalam membangun inisiatif REDD+ sebagai katalis untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan meningkatnya dampak krisis iklim, dekade berikutnya merupakan momen kunci bagi Indonesia dan dunia untuk memastikan pengelolaan hutan dan lahan secara berkelanjutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Norimasa Shimomura, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, dalam pernyataan tertulisnya 7 Februari 2023 lalu.