Indonesia Salah Satu Negara Eksportir Hewan Liar Terbesar

Penulis : gilang helindro

Konservasi

Rabu, 22 Februari 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Dalam laporan riset International Socioeconomic Inequality Drives Trade Patterns in the Global Wildlife Market disusun Jia Huan Liew dkk., tim peneliti asal Hong Kong dan Singapura pada Mei 2021. Indonesia menjadi salah satu negara eksportir hewan liar terbesar di dunia.

Dalam laporan tersebut, selama periode 1998-2018 Indonesia sudah mengekspor sekitar 71 juta ekor hewan liar ke puluhan negara, paling tinggi dibanding negara-negara eksportir lainnya.

Adapun Amerika Serikat, selain menjadi eksportir ke-8 terbesar, mereka juga menjadi importir hewan liar nomor satu global. Mereka tercatat sudah membeli sekitar 204 juta ekor hewan liar dari berbagai negara selama periode 1998-2018.

Pembeli terbesar lainnya adalah Prancis, Italia, Singapura, Martinik, Hong Kong, Meksiko, Jepang, Jerman, dan Tiongkok, yang masing-masingnya mengimpor hewan liar di kisaran 9 juta-28 juta ekor dalam periode sama.

Bayi orang utan sumatra diamankan dalam perjalanannya dari Aceh Selatan ke Medan pada Juli 2016. Pengamanan dan penyelamatan orangutan dari perdagangan satwa liar ini merupakan hasil kolaborasi antara Pusat Perlindungan Orang Utan (Centre for Orangutan Protection), Jaringan Bantuan Satwa Jakarta (Jakarta Animal Aid Netwok), dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)./Foto: Ivan Damanik/ZUMA Wire/Alamy Live News

Jia Huan Liew dkk., memperoleh angka-angka ini dari basis data milik Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora, konvensi internasional terkait kontrol perdagangan hewan dan tumbuhan liar.

CITES berisi komitmen perlindungan terhadap sekitar 1.500 spesies hewan dan 900-an spesies tumbuhan. Namun, data yang tercatat di sini terbatas pada 12 kelompok hewan terancam punah yang paling banyak diperdagangkan secara global.

Kelompok hewan itu mencakup beberapa jenis burung, ikan, kerang, amfibi, anthozoa (seperti anemon, karang lunak dan keras), arachnida (laba-laba dan kalajengking), hydrozoa (seperti ubur-ubur dan karang api), serangga, mamalia (seperti orang utan), reptil, hiu/pari, serta siput.

Peneiti memberi catatan bahwa data ini belum lengkap, karena CITES hanya mencatat perdagangan hewan liar yang dilakukan secara legal.

"Ini menimbulkan pertanyaan tentang pasar satwa liar internasional yang lebih luas, termasuk perdagangan ilegal dan perdagangan hewan yang tidak terancam punah, yaitu spesies yang tidak terdaftar dalam CITES," katanya.

"Praktik berbahaya dalam perdagangan hewan liar, seperti pemanenan yang tidak berkelanjutan dan perdagangan hewan inang penyakit zoonosis, merupakan ancaman nyata terhadap keanekaragaman hayati global, sekaligus menjadi jalur transmisi patogen yang bisa berbahaya. Hal ini memerlukan intervensi kebijakan yang tepat," ujarnya.

Senada dengan laporan tersebut, Riszki Is Hardianto, Peneliti Spesies Yayasan Auriga Nusantara, mengatakan untuk mamalia setidaknya ada 21 jenis satwa yang termasuk ke dalam status Critically Endangered, menurut IUCN.

Jenis satwa mamalia Indonesia yang berstatus Sangat Terancam Punah ini, lanjut Riszki, tidak seluruhnya dilindungi. Dia menghitung, ada 7 jenis satwa yang tidak masuk dalam daftar jenis satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.106 Tahun 2018.

Jenis satwa mamalia yang tidak dilindungi namun status konservasinya Sangat Terancam Punah itu yakni kanguru pohon wondiwoi (Dendrolagus mayri), kanguru pohon (Dendrolagus pulcherrimus), surili kalimantan (Presbytis chrysomelas), lutung belang sumatera timur (Presbytis percura), lutung simakobu (Simias concolor), kuskus mata biru biak (Spilocuscus wilsoni) dan tikus besar biak (Uromys boeadii).

Riszki mengakui, data populasi satwa di Indonesia terbilang masih sulit diperoleh. Hanya data populasi pada lanskap tertentu saja yang masih cukup banyak ditemukan. Sedangkan untuk ketersediaannya populasi secara menyeluruh se-Indonesia, masih cukup sulit didapatkan.

"Belum lagi angka populasi yang tersedia banyak yang sudah usang sehingga sulit untuk mendapatkan angka populasi terkini," kata Riszki.