Polisi Jemput Paksa Pekerja Smelter PT GNI

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Rabu, 22 Februari 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Polisi menjemput paksa pekerja PT GNI anggota Serikat Pekerja Nasional (SPN), Minggu Bulu pada Selasa malam (14/2/2023). Intimidasi dan dugaan kriminalisasi pun terus dialami pekerja PT GNI, telepon genggam mereka digeledah paksa oleh pihak manajemen perusahaan.

Minggu Bulu merupakan salah satu anggota serikat buruh SPN di PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) Morowali Utara (Morut)dijemput paksa oleh petugas intel Polda Sulteng. Ia dibawa menggunakan mobil polisi saat sedang berada di Kota Palu, setelah pada siang harinya menghadiri Sidang Mediasi PHK Anggota SPN PT. GNI di Kantor Disnakertrans Provinsi Sulteng dan berkoordinasi dengan Komnas HAM Sulawesi Tengah.

Penjemputan paksa ini dilakukan setelah Polres Morowali Utara melayangkan surat panggilan pemeriksaan kedua sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana penghasutan, Pasal 160 KUHPidana atau Pasal 45A Ayat (2) jo Pasal 28 Ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Agenda pemeriksaan dijadwalkan pada Selasa (14/2/2023). Tim penasehat hukum berkoordinasi dengan Penyidik Polres Morut, meminta penjadwalan ulang pemeriksaan pada Jumat (17/2/2023). Karena pada hari yang diminta penyidik tersebut, Bulu memiliki agenda sidang mediasi PHK di Kota Palu. 

Poster kampanye hentikan kriminalisasi masyarakat sipil Indonesia. Foto: LBH Pers

Namun pada hari yang sama Polres Malut mengeluarkan perintah jemput paksa terhadap Bulu. Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional Morowali dan Morowali Utara, Katsaing, menyayangkan tindakan polisi. Menurutnya panggilan polisi tidak mempertimbangkan kondisi rekannya. 

“Saya bersama dia (Bulu) ketika sidang mediasi di Palu. Dan jarak Palu dengan Morowali Utara itu sangat jauh,” ucap dia ketika dihubungi melalui telepon. 

Ia menyebutkan Bulu merupakan satu dari sekian pengurus SPN PT GNI yang di PHK secara sepihak. Para anggota serikat pekerja di perusahaan itu diperiksa oleh pihak manajemen PT GNI. Bahkan telepon genggam mereka sempat dirampas paksa.

“Hape mereka dipaksa diambil untuk melihat daftar anggota di dalam grup Whatsapp, itu ada seratus lebih,” jelasnya.

Total anggota dan pengurus SPN PT GNI sendiri lebih dari 100 orang. Sedangkan yang di-PHK ataupun kontraknya tak diperpanjang sekitar lebih dari 10 orang. Katsaing sendiri kemudian menjadi pendamping dalam sidang mediasi.

Selain itu, kata dia, ada 100 orang anggota serikat yang merasa ketakutan dengan tindakan manajemen.

Menurutnya perusahaan melanggar hak pribadi ketika melakukan perampasan telepon genggam. PT GNI juga melanggar hak kebebasan berserikat dengan melakukan PHK dan melanggar hak berserikat ketika melakukan pemutusan kontrak dan PHK. 

Ketua Umum SPN, Iwan Kusmawan, mengungkapkan tindakan polisi menetapkan jadwal pemeriksaan seharusnya menimbang kondisi buruh, terutama Bulu. Selama ini hubungan buruh ataupun aktivis cukup baik dengan polisi setempat, terbukti selama demonstrasi mereka dapat berkoordinasi dengan baik.

“Seharusnya komunikasi terbangun dengan baik. Apalagi dengan latar tuntutan pekerja yang tidak dipenuhi perusahaan, maka mereka seharusnya menerapkan restorative justice,” jelasnya. 

Peneliti Trend Asia, Rio Tarigan mencurigai penindakan polisi terhadap pekerja ini sebagai bagian dari intimidasi dan ada dugaan kriminalisasi. Ia menyayangkan pemerintah sebelumnya tidak melakukan tindakan berarti terkait tuntutan pekerja, terutama soal K3. Apalagi banyak kecelakaan kerja terjadi di perusahaan itu.