Vonis Duta Palma: Peluang Kembalikan Kerugian Perekonomian Negara

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hukum

Kamis, 02 Maret 2023

Editor : Kennial Laia

BETAHITA.ID - Tuntutan dan vonis atas kasus tindak pidana korupsi PT Duta Palma dengan tersangka Surya Darmadi, sebagai ultimate beneficiary owner, dinilai patut diapresiasi. Karena baru pertama kalinya kerugian perekonomian Negara dinyatakan dengan tegas dalam putusan pengadilan.

Tidak tanggung-tanggung, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mewajibkan Surya Darmadi untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp41 triliun. Rinciannya kerugian terhadap keuangan negara sebesar Rp2,2 triliun, dan penggantian terhadap perekonomian Negara sebesar Rp39,7 triliun.

“Kerugian ini timbul akibat PT Duta Palma yang dimiliki oleh Surya Darmadi telah melakukan usaha perkebunan secara ilegal dalam kawasan hutan di Kabupaten Indragiri Hulu,” kata Fauziah, Peneliti Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Selasa (28/2/2023).

Putusan penggantian kerugian perekonomian Negara ini sebagai langkah maju penegakan hukum tindak pidana korupsi di sektor sumber daya alam. Putusan ini menggambarkan pendekatan pidana, yang tidak hanya mengejar pelaku, namun juga mengejar aset hasil dari tindak pidana.

Surya Darmadi, bos Darmex Group, saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta./Foto: Antara

Jaksa Penuntut Umum sebelumnya mendakwa Surya Darmadi karena PT Duta Palma yang beroperasi di Kabupaten Indragiri Hulu telah mendapatkan Izin Lokasi secara melawan hukum, memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) tanpa Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Kemudian perusahaan tersebut juga melakukan kegiatan usaha dalam kawasan hutan, namun tidak memiliki izin di bidang kehutanan, yakni Izin Pelepasan Kawasan Hutan--kini disebut Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan, mendirikan pabrik pengolahan sawit tanpa izin perkebunan budidaya dan izin usaha perkebunan pengolahan, serta melakukan usaha perkebunan yang mengakibatkan rusaknya kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan.

"Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan milik Surya Darmadi sebagaimana yang didakwa tidak pernah memenuhi kewajiban kepada Negara berupa Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), hingga kompensasi penggunaan kawasan hutan sejak 2004 sampai 2022."

Pada pembuktian di persidangan, ditemukan fakta bahwa PT Banyu Bening Utama, PT Palma Satu, PT Seberida Subur dan PT Panca Agro Lestari tidak memiliki Izin Pelepasan Kawasan Hutan. Selanjutnya PT Banyu Bening Utama, PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Panca Agro Lestari dan PT Kencana Amal Tani tidak memiliki Dokumen Amdal. PT Palma Satu, PT Seberida Subur, dan PT Panca Agro Lestari tidak memiliki Hak Guna Usaha, dan PT Kencana Amal Tani tidak memiliki IUP.

"Auriga Nusantara memandang putusan korupsi PT Duta Palma dapat menjadi trigger untuk mengungkap kasus korupsi sumber daya alam lainnya. Terutama terhadap korporasi yang beroperasi di dalam kawasan hutan. Namun tidak memiliki izin sektor perkebunan atau izin disektor kehutanan," kata Fauziah.

Fauziah menambahkan, putusan terhadap Surya Darmadi ini juga dapat menjadi jawaban atas perdebatan Pasal 110A dan 110B Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja). Setidaknya kejaksaan dan pengadilan memberikan sinyal bahwa korporasi yang masuk dalam skema penyelesaian administrasi Pasal 110A dan 110B tetap bisa dituntut pidana, jika ditemukan ada kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian Negara.

Surya Darmadi Divonis 15 Tahun Penjara

Sebelumnya, Kamis, 23 Februari 2023 lalu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis Surya Darmadi, pemilik Darmex Group, pidana penjara selama 15 tahun ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam perkara Tipikor usaha perkebunan sawit tanpa izin di Riau periode 2004-2022.

Dalam perkara ini majelis hakum menilai Surya Darmadi terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer pertama Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta dakwaan primer ketiga Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Selain itu, Surya Darmadi juga dituntut membayar uang pengganti sebesar uang yang dia dapatkan dari perbuatan pidana tersebut senilai Rp2.238.274.248.234 dan uang pengganti kerugian perekonomian Negara sebesar Rp39.751.177.520.000.

"Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti selambat-lambatnya dalam kurun waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda dapat disita dan dilelang atau diganti dengan pidana tambahan selama 5 tahun," kata Ketua Hakim Fahzal Hendri, dikutip dari Antara, Kamis (23/2/2023).

Putusan tersebut dibuat atas beberapa pertimbangan terhadap hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan dimaksud di antaranya, perbuatan Surya dinilai tidak mendukung program pemerintah terkait pemberantasan korupsi, dan tindakan terdakwa mengakibatkan konflik antara perusahaan dan masyarakat setempat.

Sementara itu, untuk hal-hal yang meringankan, Surya dianggap telah lanjut usia, bersikap sopan di persidangan, melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan seperti membangun infrastruktur, perumahan karyawan, sekolah, memiliki 21 ribu karyawan dan taat dalam membayar pajak.

Atas putusan ini, Surya Darmadi kemudian menyatakan akan mengajukan banding. Sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung menyatakan akan mempertimbangkan upaya banding dalam 7 hari.

Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta kepada bos Darmex Group ini lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut Surya Darmadi dihukum pidana penjara seumur hidup.

Pidana tambahan yang dikenakan terhadap Surya juga lebih kecil nilainya dari tuntutan. Pihak JPU menuntut pidana tambahan kepada Surya Darmadi berupa uang pengganti senilai Rp4.789.706.951.640 dan USD7.885.857,36, serta uang pengganti kerugian perekonomian Negara senilai Rp73.920.690.300.000.