Power Wheeling Kandas di DIM RUU EBT

Penulis : Aryo Bhawono

Energi

Minggu, 05 Maret 2023

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID -  Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menyebutkan skema power wheeling telah dihapus dari daftar inventarisasi masalah (DIM).  Mekanisme ini memungkinkan perusahaan swasta atau independent power producer (IPP) membangun pembangkit listrik dan menjual listrik ke pelanggan rumah tangga dan industri. Power wheeling diperlukan untuk menyelaraskan dengan upaya Indonesia dalam meningkatkan energi terbarukan.

Ia menyebutkan pemerintah telah menetapkan target pencapaian bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen di tahun 2025, baik untuk listrik maupun bahan bakar cair. Kemudian, pada tahun 2021, Presiden Jokowi menetapkan target EBT sebesar 2060 atau lebih awal. 

“Target ini mendorong transisi energi untuk mendekarbonisasi sektor energi. Sebagai konsekuensinya, energi terbarukan perlu dikembangkan secara besar-besaran," jelas Fabby Tumiwa dalam webinar "Energi Baru dan Energi Terbarukan untuk Kemakmuran Semua" yang diselenggarakan oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS), pada Selasa (28/2/2023).

Sayangnya pertumbuhan energi terbarukan cenderung lambat. Hal ini terlihat dari capaian EBT, yakni baru sekitar 14,11 persen di tahun 2022. Fabby menilai, yang terbaik adalah ketika kombinasi energi baru dan terbarukan di sektor ketenagalistrikan mencapai 30 persen. Pencapaian di tahun 2022, kata Fabby, baru separuh dari target 2025 yang telah ditetapkan Pemerintah.

Energi bersih dan terbarukan seperti tenaga angin dan matahari semakin murah, dan memungkinkan dunia untuk mencapai target 1.5C dengan target dan kebijakan yang tidak mendukung energi fosil. Dok IEA

"Berkaca dari kondisi tersebut, kesenjangan dengan target bauran energi terbarukan primer sebesar 23 persen di tahun 2025 semakin melebar. Diperlukan inovasi strategis untuk mendorong implementasi energi terbarukan. Apalagi potensi energi terbarukan yang sangat besar di Indonesia belum termanfaatkan. Di sisi lain, biaya pembangkitan listrik dari energi terbarukan sangat kompetitif. Menghilangkan insentif untuk energi fosil sudah cukup untuk membuat energi terbarukan menjadi pilihan yang paling murah," kata Fabby.

Konsep power wheeling sudah tidak asing lagi karena sebelumnya Pemerintah telah mengaturnya berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 1/2015 dan Permen ESDM No 11/2021. Namun, peraturan-peraturan tersebut masih perlu diimplementasikan. Dengan demikian, Fabby menyatakan bahwa power wheeling berpotensi menciptakan pasar energi terbarukan sekaligus mempertahankan investasi industri/perusahaan di Indonesia. Salah satunya adalah kelompok industri yang tergabung dalam RE100.

Power wheeling dapat mendorong energi terbarukan karena memberikan insentif dari sisi penawaran dan permintaan. Namun, power wheeling membutuhkan penyesuaian lebih lanjut. Regulasi regulasi mengatur tarif untuk skema power wheeling di negara-negara lain, setidaknya dalam formulasinya. Pada saat yang sama, aspek komersial diurus oleh business-to-business antara pihak yang ingin menggunakannya dan pemilik transmisi. 

“Tidak hanya itu, power wheeling perlu dimasukkan ke dalam undang-undang karena implikasi dari penerapan skema tersebut akan melibatkan beberapa kementerian/lembaga. Untuk itu, tidak cukup hanya dengan peraturan menteri saja," ujar Fabby.