23 Ekor Monyet Eks Topeng Monyet Diserahkan ke BBKSDA Jatim

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Selasa, 07 Maret 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Sejumlah kandang besi, masing-masing berisi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dijejerkan di Kantor Desa Kertosari, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Jawa Timur (Jatim), Rabu (1/3/2023) kemarin. Beberapa karung berisi peralatan pentas topeng monyet juga ada di sana.

Rabu siang itu, para pemilik usaha topeng monyet secara sukarela menyerahkan sebanyak 23 ekor monyet ekor panjang yang biasa digunakan dalam atraksi eksploitatif itu kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur (Jatim). Rencananya monyet-monyet itu nantinya akan dilepasliarkan di alam.

Plt. Kabid KSDA Wilayah Satu Madiun, Andik Sumarsono mengatakan, primata yang belakangan dieksploitasi untuk kegiatan biomedis itu rencananya akan dilepasliarkan di Suaka Margasatwa Nusa Barong, Jember. Namun monyet-monyet ini sebelumnya akan menjalani proses rehabilitasi dan perawatan lebih dulu di Bandung.

"Dengan kegiatan tersebut mudah-mudahan topeng monyet di Jawa Timur semakin berkurang. Pelatihnya sudah kami berikan pemahaman dan bantuan untuk alih karya, supaya mencari pekerjaan yang lebih baik," kata Andik, dikutip dari Antara Jatim, Kamis (2/3/2023).

Sebanyak 23 ekor monyet ekor panjang diserahkan para pemilik topeng monyet di Madiun kepada BBKSDA Jatim, 1 Maret 2023 kemarin./Foto: HO/KLIKTIMES.COM

Penyerahan puluhan kera ekor panjang ini dilakukan secara sukarela sebagai tindak lanjut dari larangan eksploitasi topeng monyet yang diatur dalam Pasal 302 KUHP, karena dinilai sebagai tindakan penyiksaan terhadap hewan peliharaan.

"Jumlahnya yang diserahkan ada 23 ekor jenis kera ekor panjang. Wilayah Madiun ini induknya pelatihan kera atau monyet di Jawa Timur. Jadi pusat pendidikan monyet yang dilatih beraktivitas manusia. Maka dari itu sasaran kami berada di sini.

Setelah monyet-monyet itu diserahkan, masing-masing pemilik ketek ogleng, sebutan lokal untuk topeng monyet, kemudian diberikan bantuan senilai Rp3,5 juta. Dengan uang bantuan itu, mereka diharapkan segera beralih profesi atau memilik pekerjaan lainnya yang lebih baik, dan tidak beraktivitas dengan satwa lagi.

Selain larangan eksploitasi sesuai KUHP, memelihara kera ekor panjang juga berdampak pada hewan itu sendiri maupun berisiko untuk kesehatan manusia. Seperti bisa mengakibatkan satwa tidak nyaman, hingga berdampak terhadap kesehatan masyarakat karena dipertontonkan, yakni risiko menularkan penyakit TBC, rabies, dan flu.

Dikutip dari Kliktimes.com, salah satu pemilik ketek ogleng, bernama Poniran (66), mengaku merintis usaha ini sejak 1970 silam. Karena di era Presiden Soeharto itu pertunjukan topeng monyet sedang di masa jayanya.

"Kalau pendapatan saat ini jangankan buat makan keluarga, buat saya pribadi masih kurang. Dapatnya Rp300 sampai Rp500 ribu. Kompensasi kurang segitu tidak sebanding sama modal awal. Kalau dibuat usaha juga saingan banyak," katanya.

Itulah alasan dirinya kemudian memutuskan beralih profesi jadi tukang pencari barang rongsok, setelah monyet yang ia miliki diserahkan kepada BBKSDA. Menurut pengakuannya, monyet yang ia miliki itu sebelumnya dibeli dari Walikukun, Ngawi.

"Kalau diserahkan rasanya ikhlas tidak ikhlas. Tapi di satu sisi Negara semakin maju, perkembangan teknologi semakin pesat. Dulu saya keliling ke Banda Aceh, Manado sampai Ambon. Jadi sudah lama menekuni pekerjaan ini," akunya.