Koalisi LSM Desak Evaluasi Kawasan Industri Nikel Bantaeng

Penulis : Aryo Bhawono

HAM

Selasa, 09 Mei 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pekerja pabrik pengolahan nikel, PT. Yatai Huadi Indonesia (Yatai I), tewas karena tersengat listrik. Koalisi LSM menuntut penghentian operasi di Kawasan Industri Bantaeng sebelum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) diterapkan dengan baik. 

Korban tewas adalah warga Dusun Balla Tinggi, Desa Papanloe, bernama Sarijuddin (25 tahun). Ia tersengat listrik dan meninggal pada Rabu (29/04/2023). 

Sebelumnya, pada 07 April 2023 lalu, warga Kayu Loe, Desa Papanloe mengalami kecelakaan kerja saat bekerja di smelter PT. Huadi Yatai Industri (Yatai II). Karyawan tersebut harus kehilangan kakinya.

Koalisi Advokasi Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), beranggapan maraknya kecelakaan hingga menghilangkan nyawa dan kecacatan menunjukkan penerapan K3. Catatan mereka  menunjukkan setidaknya sudah 13 kali kecelakaan kerja yang terjadi di smelter yang berada di dalam kawasan industri Bantaeng. 

ilustrasi smelter tembaga. (Britannica)

Sebanyak 5 diantaranya meninggal dunia dan sisanya mengalami disabilitas fisik. Jumlah ini belum termasuk korban-korban lain yang belum teridentifikasi, karena perusahaan berupaya menutupi peristiwa kecelakaan kerja yang sering terjadi di kawasan industri Bantaeng.

Ady Anugrah dari Lembaga Bantuan Hukum Makassar mengungkapkan korban akan bertambah banyak jika pemerintah tak mengevaluasi perusahaan itu. Padahal keselamatan warga dan karyawan adalah prioritas

“Jika tak ada perbaikan serius dari perusahaan, lebih baik perusahaan ditutup untuk sementara,” ucap Ady. 

Koalisi telah melakukan penelusuran terhadap penerapan keselamatan kerja di perusahaan dengan wawancara belasan karyawan yang bekerja di smelter smelter yang berada di Kawasan Industri Bantaeng. Mereka mengaku kecelakaan kerja terjadi karena penerapan K3 sekedar formalitas di perusahaan. Alat pelindung diri jarang diganti oleh perusahaan. 

Merujuk pada UU No 1 tahun 1970 tentang K3, UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta peraturan turunannya mewajibkan perusahaan menerapkan sistem keselamatan dan Kesehatan kerja. 

“Kecelakaan di sektor tambang bukan sekali ini terjadi, banyaknya kecelakaan kerja yang terus berulang bukan hanya di PT Huadi Group saja namun di perusahaan tambang lainnya. Perlu adanya pembaharuan undang-undang yang dapat memberikan sanksi pidana bagi setiap perusahaan yang melanggar, bukan alih alih hanya sanksi administrasi saja,” ucap erang Arko Tarigan dari TrendAsia

Saat ini sebanyak empat perusahaan beroperasi di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), yakni PT, Huadi Nickel Alloy Indonesia, PT. Huadi Yatai Nickel Industri, PT Yatai Huadi Indonesia, dan Wuzhou Nickel Industri. Sementara itu, dua perusahaan masih dalam proses konstruksi, masing-masing, PT. Hengseng New Energy Material Indonesia dan PT. Unity Nickel Alloy Indonesia.

“Kecelakaan kerja yang menimpa Sarijuddin menjadi bukti nyata perlunya perhatian serius pemerintah dan penegak hukum. kami mendesak pemerintah dan kepolisian untuk menghentikan sementara aktivitas PT Huadi Group selama penyelidikan dan membuka informasi hasil penyelidikan kepada public,” terang Junaedi dari Balang Institut.

Koalisi KIBA pun menuntut penghentian operasi sebelum evaluasi dan perbaikan tata kelola K3 serta perbaikan dugaan pelanggaran pelanggaran lainnya. Dinas Ketenagakerjaan seharusnya melaksanakan evaluasi ini dan memberikan sanksi yang tegas.

Penegak hukum, yakni Polres Bantaeng dan Polda Sulawesi Selatan seharusnya melakukan penyelidikan terhadap buruknya pengelolaan keselamatan kerja di perusahaan serta menarik pihak perusahaan untuk bertanggung jawab. Dan meminta tanggung jawab perusahaan atas kematian, kecelakaan kerja dan memberikan hak para pekerja serta keluarga yang ditinggalkan.