LSM Galang Dana Iklim Untuk Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal 

Penulis : Kennial Laia

Masyarakat Adat

Kamis, 11 Mei 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Tiga organisasi  masyarakat adat dan masyarakat sipil terbesar di Indonesia meluncurkan inisiatif baru bernama Dana Nusantara. Inisiatif ini akan menyalurkan dana iklim secara langsung ke masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL), sebagai garda terdepan yang  melindungi ketahanan pangan dan mencegah kerusakan lingkungan. 

Sebagai mekanisme pendanaan langsung pertama di Indonesia untuk MAKL, pendanaan ini bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan terkait alokasi dana iklim. Masyarakat adat dan komunitas lokal menerima kurang dari 1% akses pendanaan untuk mengatasi perubahan iklim, padahal sudah  banyak bukti signifikan bahwa mereka adalah salah satu penjaga terbaik ekosistem rentan di  dunia. Mereka memiliki pengetahuan tentang tata kelola hutan mereka, memberi manfaat, dan peningkatan  signifikan untuk pembangunan berkelanjutan. 

“Dana Nusantara dirancang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat adat dan  komunitas lokal yang kami dampingi,” ujar Rukka Sombolinggi, anggota Masyarakat Adat Toraja  sekaligus Sekretaris Jenderal AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) di Jakarta, Senin, 8 Mei 2023. 

Dana Nusantara merupakan kolaborasi tiga lembaga yakni AMAN, sebuah organisasi yang  mewakili 20 juta masyarakat adat dan 2.449 komunitas di Indonesia; Konsorsium  Pembaruan Agraria (KPA), organisasi berbasis gerakan reforma agraria terbesar di Indonesia, dan  WALHI (Wahana Lingkungan Hidup), kelompok lingkungan terbesar di Indonesia. 

Veronika Manimbu, tokoh marga dari Suku Mpur, Lembar Kebar, Kab. Tambrauw, Papua Barat/ Betahita

Diluncurkan dengan dukungan awal sebesar US$3 juta dari para filantropi internasional, termasuk  Ford Foundation dan Packard Foundation, Dana Nusantara bergabung dengan kelompok  organisasi terpilih di negara pemilik hutan tropis untuk membantu memenuhi target IPLC Forest  Tenure Pledge sebesar US$ 1.7 miliar. Para pendiri inisiatif pendanaan baru di Indonesia ini berharap dapat menarik pendanaan hingga US$ 20 juta dalam lima tahun ke depan yang akan  ditujukan untuk MAKL di Indonesia.  

“Hari ini merupakan sebuah langkah konkrit pemenuhan tanggung jawab kita bersama untuk  melindungi sumber daya bumi. Sebagai penyandang dana dan filantropi, tanggung jawab kami  adalah menjembatani kesenjangan antara daya yang kami miliki – mulai dari jaringan hingga sumber keuangan – dan masalah mendesak yang dihadapi Masyarakat Adat dan Komunitas  Lokal di Indonesia dan global,” kata Presiden Ford Foundation Darren Walker. 

“Dengan  berkontribusi di Dana Nusantara, menempatkan pemimpin dari akar rumput pada solusi kunci  iklim, dan bergabung dengan gerakan global untuk melindungi hutan dan wilayah di seluruh  dunia, kita dapat memitigasi krisis iklim dan mencegah kerusakan keanekaragaman hayati yang  berdampak pada manusia,” tambahnya.  

Diumumkan pada COP26 di Glasgow, Forest Tenure Pledge atau Perjanjian Kepemilikan Hutan  merespons bukti-bukti bahwa MAKL hanya menerima dukungan minim dalam upaya mereka  untuk mengamankan hak atas wilayah leluhurnya, sebuah solusi yang terbukti namun belum  termanfaatkan untuk mengatasi krisis global yang dipicu oleh perusakan hutan dan bioma  lainnya.  

Banyak penelitian, yang sebagian besar dihasilkan oleh pakar iklim dan keanekaragaman hayati  PBB, menunjukkan peran strategis MAKL dalam konservasi sumber daya alam, termasuk  perkiraan 80% dari keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi ini. Organisasi Pangan dan  Pertanian (FAO) PBB mengajak masyarakat mempertahankan hutan dan memproduksi tanaman  pangan yang penting sebagai “sektor ekonomi swasta terbesar di dunia.”  

Peran penting komunitas adat di negara-negara hutan tropis semakin terancam. Wilayah-wilayah  pedalaman dunia diserbu akibat meningkatnya kebutuhan lahan untuk memproduksi kedelai,  jagung, dan minyak sawit, serta untuk mengekstraksi bahan bakar fosil dan mineral. Aktivitas ini  didorong dengan permintaan akan bahan baku yang dibutuhkan untuk teknologi terbarukan. 

"Hal hal ini juga terjadi di Indonesia,” ujar Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif WALHI. “Masyarakat adat dan komunitas lokal di seluruh dunia tidak memiliki perlindungan hukum yang mereka butuhkan  untuk menghentikan fragmentasi tanah. Jika hak tanah masyarakat diakui dan ditegakkan oleh  pemerintah, akan menjamin mereka dalam mengelola lahannya secara produktif dan  berkelanjutan,” kata Zenzi.  

“Dana Nusantara akan memperkuat gerakan reforma agraria di akar rumput untuk melindungi  secara kolektif hak atas tanah dan penghidupan. Sistem pendukung ini akan mendukung serikat  tani, perempuan pedesaan, dan pemuda tani dalam memperluas praktik baik model reforma  agraria di tingkat desa,” ujar Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika.

“Pendanaan Nusantara juga  menciptakan model baru untuk memberikan dukungan pembangunan kepada masyarakat, yang  akan mampu mengurangi kerusakan lingkungan untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan  ekonomi,” ujarnya.  

Sebuah komunitas petani di Jawa Barat, misalnya, menggunakan dana hibah mereka untuk  meningkatkan produksi tanaman dan memanfaatkan tradisi kekayaan hukum adat, termasuk  dalam pengaturan warisan untuk mencegah fragmentasi tanah. Hal ini pada akhirnya akan  mendorong petani untuk mempraktikkan suatu bentuk pertanian berkelanjutan yang dirancang  untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang.  

Pengelolaan Dana Nusantara 

Zenzi mengatakan, pemberdayaan masyarakat menjadi tujuan Dana Nusantara. Selain itu, mekanisme ini akan menyediakan sumber daya untuk meningkatkan peran mereka dalam mengelola  lingkungan dan sumber daya alam, sekaligus meningkatkan ekonomi dan mengurangi emisi. 

“Dengan menunjukkan keberhasilan model keberlanjutan ini, kami berharap dapat mendorong  otoritas nasional dan lokal untuk mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal di seluruh nusantara,” jelasnya.  

Dalam pengaturan dana ini, perwakilan dari ketiga organisasi tersebut akan menjadi dewan  penasihat bersama dengan anggota lainnya dari komunitas adat dan lokal. Keputusan tentang  proyek mana yang akan didanai akan berdasarkan pada kehendak untuk melindungi, memajukan, dan menghormati hak asasi manusia, dengan tetap mematuhi aturan adat. 

Menurut tiga pendiri organisasi, tidak ada satu kelompok pun yang akan diperlakukan lebih baik dari kelompok lain dalam cara pengambilan keputusan dan pembagian manfaat. AMAN,  KPA, dan WALHI bersepakat program ini harus dilaksanakan dengan kepercayaan bahwa  masyarakat adat dan masyarakat lokal memiliki integritas yang tinggi, inisiatif, dan pengalaman  langsung di lapangan.  

Untuk memastikan kebenarannya, para pemimpin dari tiga organisasi bertemu dengan ratusan  masyarakat adat, nelayan dan petani, serta dengan para pemimpin organisasi yang mewakili komunitas ini, daring maupun luring. 

Penyandang Dana Nusantara, dan dana-dana yang lainnya yang diperkenalkan dan  dikembangkan di negara-negara dengan hutan tropis, berkomitmen pada tahun 2022 lalu untuk  meningkatkan dukungan atas pembangunan kapasitas dan menyebarkan hibah mereka secara  lebih merata di seluruh wilayah tropis. 

“Dana Nusantara secara langsung mendukung masyarakat adat dan komunitas lokal untuk  memperkuat kapasitas mereka dalam mengelola lingkungan alam, mengurangi emisi, membangun ekonomi kekayaan lokal, dan mengelola sumber daya yang penting untuk  kepentingan seluruh rakyat Indonesia – dan iklim global.” ujar Darren Walker.

“Dana tersebut juga  akan berkontribusi pada pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) dan target nol  emisi di Indonesia. Saya berharap para donor dan penyandang dana di mana saja akan  bergabung dengan kami dan berkomitmen untuk meningkatkan mata pencaharian MAKL, dan  kelestarian wilayah tempat tinggal mereka,” tambahnya. 

Laporan Perubahan Iklim PBB tahun 2022 menggarisbawahi pentingnya aksi ini. Panel dari para  ilmuwan ahli menganjurkan negosiator iklim PBB untuk menyoroti kebutuhan mendesak akan  pengakuan hak-hak masyarakat adat dan untuk mendukung adaptasi iklim berbasis pengetahuan  adat, karena masyarakat adat merupakan “(kelompok) penting dalam mengurangi risiko  perubahan iklim dan adaptasi iklim yang efektif (dengan keyakinan yang sangat tinggi).”