MA Menangkan Pemerintah Atas Gugatan Karhutla Kalteng 2015

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Rabu, 17 Mei 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Mahkamah Agung menangkan pemerintah dalam putusan PK atas gugatan warga karhutla Kalimantan Tengah 2015. Putusan ini mengecewakan masyarakat karena mereka terdampak atas kebakaran hutan.

Tiga hakim agung mengabulkan PK atas gugatan warga terkait kebakaran hutan Kalimantan Tengah 2015 yang diajukan oleh pemerintah, yakni Presiden, Menteri dalam Negeri, Gubernur Kalimantan Tengah, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

Majelis Hakim agung adalah Zahrul Rabain dengan dua hakim anggota, yakni Ibrahim dan Muhammad Yunus Wahab.

“Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali (PK),” tulis putusan itu. 

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia merupakan bencana berulang, berdampak pada kesehatan masyarakat dan kerugian ekonomi. Foto: Greenpeace Indonesia

Putusan bernomor 980 PK/Pdt/2022 itu membatalkan putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya Nomor 118/Pdt.G/LH/2016/PN Plk, Putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya Nomor

36/PDT/2017/PT PLK, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3555 K/Pdt/2018.

Gugatan warga atas karhutla Kalteng 2015 sendiri diajukan oleh masyarakat Kalteng terkait dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tahun 2015 yang lalu. Perwakilan masyarakat Kalteng yang mengajukan gugatan CLS, diantaranya Arie Rompas, Kartika, Fathurrohman, Afandi, Mariaty dan almarhum Nordin.

Gugatan ini sebenarnya meminta pemerintah melakukan tugasnya dalam pelestarian lingkungan di Kalteng, seperti penetapan daya dukung dan daya tampung, peraturan tata cara pemulihan lingkungan hidup dan lainnya. 

Selain itu materi gugatan juga meminta pemerintah membangun rumah sakit khusus pelayanan kesehatan pernafasan karena Kalteng merupakan provinsi yang menjadi langganan kebakaran hutan. 

Salah satu penggugat, Ari Rompas, mengaku kecewa dengan putusan hakim ini. Menurutnya gugatan ini sekedar memastikan pemerintah menjalankan tugasnya di kawasan yang paling terdampak karhutla. Pada perjalanan persidangan PK, tak tersedia informasi memadai terhadap para penggugat karhutla Kalteng 2015.

“Kami kecewa dengan putusan ini dan ini menjadi preseden buruk bagi pengadilan karena sebenarnya gugatan sendiri,” keluhnya.

Ia menyebutkan karhutla terjadi setiap tahun di Kalteng. Pada masa 2015 dan 2019, provinsi ini pun menjadi daerah yang parah terkena dampak karhutla. Bahkan pada tiap tahunnya kebakaran hutan terus terjadi meski tidak sebesar di tahun 2015 dan 2019.

Makanya gugatan ini seharusnya menjadi pendorong agar pemerintah melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan regulasi terkait lingkungan dan pemberian fasilitas kesehatan. Sayangnya, putusan PK ini, tak melihat urgensi ini.