Dunia Diprediksi Capai Ambang Batas Kenaikan Suhu 1,5C pada 2027

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Selasa, 23 Mei 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Para ilmuwan mengatakan bahwa dunia hampir pasti mengalami rekor suhu baru lima tahun ke depan. Suhu tersebut diprediksi cenderung naik lebih dari 1,5C di atas tingkat pra-industri. 

Hal ini berarti ambang batas kenaikan 1,5C dalam Perjanjian Paris akan terlampaui. Dalam laporan baru oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), para ilmuwan memperingatkan bahwa ini akan menimbulkan konsekuensi mengerikan, walau bersifat sementara. 

Di sisi lain, ini menunjukkan percepatan dampak manusia pada sistem iklim global, dan membawa dunia ke wilayah yang belum dipetakan, kata badan PBB tersebut. 

Dalam perjanjian iklim Paris 2015, negara-negara telah berjanji untuk berupaya menahan suhu global tidak lebih tinggi dari 1,5C di atas tingkat pra-industri. Perjanjian ini dibuat setelah saran ilmiah bahwa pemanasan di luar tingkat itu akan melepaskan dampak yang semakin berbahaya dan berpotensi tidak dapat diperbaiki lagi. 

Asap kebakaran hutan dan lahan terlihat di kota Santa Juana, Chili. Dok Pablo Hidalgo/EPA

“Laporan ini tidak berarti bahwa kita secara permanen akan melebihi 1,5C yang ditentukan dalam Perjanjian Paris, yang mengacu pada pemanasan jangka panjang selama bertahun-tahun,” kata Prof Petteri Taalas, sekretaris jenderal WMO. 

“Namun, WMO membunyikan alarm bahwa kita akan menembus level 1,5C untuk sementara waktu dengan frekuensi yang meningkat,” tambahnya.  

Menurut WMO, suhu permukaan rata-rata global belum pernah menembus ambang 1,5C. Rata-rata tertinggi pada tahun-tahun sebelumnya adalah 1,28C di atas tingkat pra-industri.

Laporan WMO, yang diterbitkan Rabu, menemukan ada kemungkinan 66 persen dunia melebihi  ambang batas 1,5C dalam setidaknya satu tahun antara 2023-2027. 

Tahun lalu, rekor suhu baru (selama gelombang panas) terjadi di banyak wilayah di seluruh dunia. Menurut WMO, suhu tertinggi ini mungkin hanya permulaan. Pasalnya, gabungan kerusakan iklim dan dampak dari sistem cuaca El Niño yang sedang berkembang dapat menciptakan gelombang panas berikutnya di seluruh dunia.

El Niño adalah bagian dari sistem cuaca berosilasi yang berkembang di Pasifik. Selama tiga tahun terakhir, dunia berada dalam fase berlawanan, yang dikenal sebagai La Niña, yang memiliki efek meredam kenaikan suhu di seluruh dunia.

Menurut WMO, ada 98 persen kemungkinan bahwa setidaknya satu dari lima tahun ke depan akan menjadi rekor terpanas. 

“El Niño yang memanas diperkirakan akan berkembang dalam beberapa bulan mendatang dan ini akan digabungkan dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia,” kata Taalas. 

“Ini dapat mendorong suhu global ke wilayah yang belum dipetakan. Ini akan berdampak luas bagi kesehatan, ketahanan pangan, pengelolaan air dan lingkungan,” katanya. “Kita harus siap.”

Saat ini Arktik memanas jauh lebih cepat daripada bagian dunia lainnya. Hal ini tampaknya berdampak pada sistem cuaca global, termasuk aliran jet, yang telah mengganggu cuaca di belahan bumi utara dalam beberapa tahun terakhir.

Selain itu laporan memprediksi akan ada lebih sedikit curah hujan tahun ini di Amazon, Amerika Tengah, Australia, dan Indonesia. Ini adalah berita buruk terutama bagi Amazon, di mana para ilmuwan semakin khawatir bahwa lingkaran setan pemanasan dan penggundulan hutan dapat mengubah wilayah tersebut dari hutan hujan menjadi kondisi seperti sabana.

Hal tersebut bisa menimbulkan konsekuensi bencana bagi planet ini, yang bergantung pada hutan hujan sebagai penyerap karbon utama.

Sementara itu para ilmuwan mengatakan kemungkinan akan ada curah hujan di atas rata-rata di Eropa utara, Alaska dan Siberia utara, serta Sahel. Fenomena inii diprediksi selama lima tahun ke depan. 

Untuk setiap tahun dari 2023 hingga 2027, suhu dekat permukaan global diperkirakan antara 1,1C dan 1,8C di atas rata-rata pra-industri, yang datanya diambil dari tahun 1850 hingga 1900.

November ini, pemerintah akan bertemu untuk KTT iklim PBB (COP28). Dalam pertemuan ini mereka akan menilai kemajuan dalam mencapai tujuan perjanjian Paris. 

Dikenal sebagai "inventarisasi global", penilaian ini kemungkinan akan menunjukkan bahwa dunia jauh dari jalur untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 43% dekade ini. Pemenuhan target tersebut penting agar dunia berpeluang membatasi kenaikan suhu hingga 1,5C.