Gugatan Iklim Pulau Pari Dapat Dukungan Komnas HAM
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Iklim
Jumat, 26 Mei 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Gugatan iklim terhadap Holcim, yang dilakukan masyarakat Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, mendapat dukungan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dukungan itu diberikan karena gugatan iklim dianggap sebagai salah satu cara untuk merebut keadilan bagi masyarakat yang ingin bebas dari dampak krisis iklim.
Pada 16 Mei 2023 kemarin, sepuluh orang pengurus Forum Peduli Pulau Pari (FPPP) bersama Walhi mendatangi Komnas HAM. Dalam kunjungan ini perwakilan warga Pulau Pari itu menyampaikan gugatan iklim yang sedang ditempuh masyarakat Pulau Pari terhadap Holcim, perusahaan semen yang berbasis di Swiss.
Dalam kunjungan tersebut, Ketua FPPP, Mustaghfirin, menjelaskan situasi Pulau Pari yang terus menerus mendapat dampak buruk krisis iklim, khususnya kenaikan air laut dalam bentuk banjir rob yang semakin sering terjadi. Mustaghfirin bilang Pulau Pari telah tenggelam seluas 11 persen.
“Kami sangat mengkhawatirkan nasib masa depan generasi muda di Pulau Pari jika banjir rob tidak dihentikan segera,” katanya, dalam pernyataan resmi, Selasa (23/5/2023).
Seorang mekanik sekaligus nelayan Pulau Pari yang ikut mendatangi Komnas HAM, Arif Pujiyanto, menyebut banjir rob di pulau yang dihuni oleh ratusan jiwa itu telah membuat banyak anak-anak trauma. Sebab banjir rob itu intensitasnya semakin tinggi sejak 2020 lalu.
"Tak sedikit anak-anak di Pulau Pari mengalami ketakutan dan trauma akibat banjir rob. Mereka tak bisa masuk sekolah karena kesehatan fisik dan psikisnya terganggu," kata Arif.
Arif mengungkapkan, banjir yang biasa datang pada malam hari itu juga telah mengakibatkan rumahnya rusak secara permanen. Meskipun perbaikannya dilakukan secara mandiri, namun perbaikan rumah ini menelan dana yang cukup besar, setidaknya sekitar Rp3 juta.
Kerugian yang dialami Arif akibat banjir rob tak hanya itu saja. Menurut Arif, keluarganya kini juga harus membeli lebih banyak air, lantaran air sumur yang ada di rumahnya telah terintrusi air laut.
"Untuk mencuci diri, pakaian, untuk membersihkan kami tidak dapat menggunakan air sumur akibat banjir rob yang merendam selama beberapa hari. Sejak itu kami harus membeli lebih banyak air dari penyulingan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ungkap Arif.
Kerugian ekonomi akibat banjir rob Pulau Pari juga dialami para pelaku wisata. Nelayan yang juga pelaku pariwisata, Edi Mulyono, mengatakan banjir rob yang kerap melanda Pulau Pari itu telah mengakibatkan ratusan wisatawan mendadak membatalkan rencana kunjungannya ke pulau itu untuk melancong. Pendapatan yang biasa para pelaku dapat dari jasa homestay hilang akibat banjir rob.
"Saya mengalami kerugian Rp5.500.000 akibat banjir rob pada November dan Desember 2021," ungkap Edi.
Edi melanjutkan, banjir rob juga mengakibatkan ia tidak bisa menangkap ikan di laut, karena harus membersihkan pulau dari dampak banjir rob. Walhasil, ia kehilangan penghasilan sekitar Rp1.750.000.
Kerusakan Ekologis Memperparah Krisis Iklim
Sementara itu, Syahroni Fadhil dari Divisi Advokasi Walhi Jakarta, mengatakan krisis iklim telah menyebabkan pulau-pulau di Kabupaten Kepulauan Seribu tenggelam. Sejauh ini, katanya, setidaknya ada 7 pulau kecil yang hilang akibat kenaikan air laut.
Syahroni menjelaskan dampak buruk krisis iklim semakin diperparah oleh aktivitas reklamasi di sekitar Pulau Pari yang masih terus berlanjut. Reklamasi itu telah menghancurkan ekosistem pulau-pulau kecil.
Lebih jauh Syahroni menguraikan, reklamasi telah mempersempit akses bagi kapal nelayan Pulau Pari yang hendak pergi ataupun pulang dari mencari ikan di laut. Sebab reklamasi Pulau Tengah juga turut merampas sebagian arus laut yang digunakan nelayan tradisional Pulau Pari.
"Kesulitan nelayan terus bertambah dengan rusaknya ekosistem pulau kecil akibat reklamasi di Pulau Tengah," terang Syahroni.
Rusaknya ekosistem perairan akibat reklamasi Pulau Tengah, menurut Walhi Jakarta, mengindikasikan kemungkinan adanya tindak kejahatan lingkungan. Hal tersebut menyangkut pembangunan Pulau Tengah yang mengorbankan ekosistem yang ada. Padahal, ekosistem itu memiliki nilai penting bagi kelangsungan lingkungan hidup dan masyarakat sekitar.
“Aktivitas reklamasi Pulau Tengah telah merusak ekosistem perairan termasuk padang lamun. Dalam Undang-undang No.1 Tahun 2014 perusakan padang lamun merupakan tindak pidana,” kata Muhammad Aminullah, dari Divisi Kampanye Walhi Jakarta.
Walhi Jakarta juga menilai kerusakan ekosistem ini tidak terlepas dari kelalaian pemerintah dalam pemberian izin pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil. Yang mana pemerintah dengan mudah memberikan izin lokasi dan pengelolaan tanpa memperhatikan dampak buruk, baik bagi lingkungan maupun kehidupan masyarakat.
Alasan Holcim Digugat
Soal gugatan terhadap Holcim. Perusahaan penghasil semen terbesar di Dunia itu digugat karena dianggap ikut memikul tanggung jawab secara signifikan atas krisis iklim dan situasi di Pulau Pari. Yang mana Holcim merupakan salah satu dari 50 penghasil emisi CO2 terbesar dari semua perusahaan di seluruh Dunia.
Sebuah studi menunjukkan Holcim menghasilkan CO2 dalam jumlah yang besar dari aktivitas produksi semennya. Antara 1950 hingga 2021, perusahaan ini telah melepaskan lebih dari 7 miliar ton CO2. Itu berjumlah 0,42 persen dari semua emisi CO2 industri global sejak 1950, atau lebih dari dua kali lipat sebanyak yang dikeluarkan Swiss selama periode waktu yang sama.
Gugatan iklim terhadap Holcim ini merupakan kelanjutan dari gugatan iklim global yang ketiga, setelah gugatan terhadap Shell di Belanda yang dilakukan oleh Friend of The Earth (FoE) Belanda, dan gugatan Petani Peru terhadap RWE, sebuah perusahaan batu bara Jerman.
“Gugatan iklim oleh masyarakat Pulau Pari terhadap Holcim adalah ketiga di dunia, kedua di global south, dan pertama di Indonesia,” kata Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi.
Parid menjelaskan, gugatan iklim yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Pari adalah gebrakan penting di Indonesia dan dunia untuk membangunkan kesadaran masyarakat global mengenai dampak buruk krisis iklim di global south.
“Gugatan ini mewakili nasib puluhan juta orang di Indonesia yang terdampak krisis iklim. Walhi mengajak pemerintah Indonesia dan seluruh masyarakat yang terdampak krisis iklim, khususnya yang tinggal di pulau-pulau kecil, untuk mendukung gugatan ini dan menjadi bagian penting untuk menuntut keadilan iklim,” katanya.
Komnas HAM Dukung Gugatan
Menanggapi informasi gugatan iklim yang disampaikan oleh pengurus FPPP, Komisioner Komnas HAM, Saurlin Siagian, mengatakan kedatangan masyarakat Pulau Pari untuk menyampaikan audiensi atau aduan ini merupakan yang pertama di dunia.
“Ini adalah yang pertama di dunia, dimana masyarakat yang terdampak (korban) krisis iklim datang dan mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Merupakan satu kehormatan bagi kami untuk menerima dan merekam aduan ini,” katanya.
Soal gugatan iklim yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Pari, Saurlin berpandangan gugatan iklim merupakan salah satu cara untuk merebut keadilan iklim yang hari ini menjadi panggilan masyarakat global.
Saurlin mengatakan, Komnas HAM memberikan dukungan kepada kelompok masyarakat yang berjuang untuk bebas dari krisis iklim karena itu merupakan hak asasi yang dijamin oleh konstitusi Republik Indonesia, khususnya Pasal 28 H yang berbunyi: setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Bahkan di level internasional, kata Saurlin, hal ini sejalan dengan Universal Declaration of Human Rights 1948, terutama Pasal 25 yang menyebut: everyone has the right to a standard of living adequate for the health and well-being of himself and of his family.
Pasal ini menegaskan, hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat (healthy environment), sebagai syarat untuk mendapatkan kehidupan yang adequate for the health. Yang artinya, setiap orang berhak untuk mendapatkan kehidupan yang sehat, berkualitas, dan bebas dari kerusakan.
Tak hanya itu, keadialn iklim yang diperjuangkan oleh masyarakat Pulau pari sejalan dengan Stockholm Declaration of the United Nations Conference on the Human Environment (Deklarasi Stockholm 1972), khususnya Prinsip 1, yaitu: man has the fundamental rights …and adequate conditions of life, in an environment of a quality.
Artinya, setiap orang berhak mendapatkan kondisi kehidupan yang sehat, perlu adanya perlindungan terhadap lingkungan hidup, yang pada akhirnya masyarakat akan menikmati lingkungan yang bersih serta bebas dari kerusakan.
“Keadilan iklim adalah bagian utama dari Hak Asasi Manusia. Tetapi pengetahuan mengenai hal ini perlu terus dikembangkan sehingga dipahami secara baik oleh masyarakat luas. Kami akan terus mendukung semua upaya untuk mewujudkan keadilan iklim,” ujar Saurlin.
Makna Keadilan Iklim
Parid menjelaskan lebih lanjut tentang keadilan iklim yang ia dan Saurlin sebut di atas. Menurut Parid, keadilan iklim berjangkar pada konsep utama mengenai keselamatan masyarakat, generasi yang akan datang, serta lingkungan hidup dari krisis iklim.
Lebih jauh, keadilan iklim mengandung sejumlah konsep turunan. Yang di antaranya, pertama, menegaskan masyarakat memiliki hak untuk bebas dari krisis iklim, dampak terkait, dan bentuk lain dari perusakan ekologis.
Kedua, menegaskan hak-hak masyarakat adat dan komunitas yang terkena dampak untuk mewakili dan berbicara untuk diri mereka sendiri. Ketiga, menuntut masyarakat yang terkena dampak untuk memainkan peran utama dalam proses pengambilan keputusan atau perumusan pembangunan, baik di tingkat nasional dan internasional, untuk mengatasi krisis iklim.
Keempat, menyerukan pengakuan prinsip utang ekologis yang harus dibayar oleh pemerintah, industri dan perusahaan transnasional kepada seluruh masyarakat yang terdampak krisis iklim. Kelima, menuntut agar bahan bakar fosil dan industri ekstraktif bertanggung jawab penuh atas semua dampak siklus hidup masa lalu dan saat ini yang berkaitan dengan produksi gas rumah kaca.
Keenam, menuntut sumber daya energi bersih, terbarukan, dikendalikan lokal, dan berdampak rendah demi kepentingan planet yang berkelanjutan bagi semua makhluk hidup. Ketujuh, menyerukan moratorium pada semua yang baru eksplorasi dan eksploitasi bahan bakar fosil.
Kedelapan, menegaskan hak pemuda sebagai mitra sejajar dalam gerakan untuk mengatasi krisis iklim dan dampak yang terkait. Terakhir kesembilan, keadilan iklim menyerukan pendidikan generasi sekarang dan mendatang, menekankan isu-isu iklim, energi, sosial dan lingkungan, sambil mendasarkan diri pada pengalaman hidup nyata dan apresiasi terhadap perspektif budaya yang beragam.