Ratusan Warga Seruyan Kalteng Tuntut Plasma Sawit PT BJAP
Penulis : Aryo Bhawono
Sawit
Rabu, 12 Juli 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Ratusan Warga Seruyan, Kalimantan Tengah, menuntut plasma sawit PT Bangun Jaya Alam Permai (BJAP). Hasil analisis data menunjukkan, perusahaan ini seharusnya membangun kebun masyarakat seluas 2.950 hektar atau 20 persen dan IUP yang mereka kantongi, yakni 14.759 ha.
Namun hasil analisis data Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah 2022, PT BJAP baru membangun kebun plasma seluas 79,59 Ha dengan status tanaman belum menghasilkan.
Tuntutan petani ini disampaikan dalam demonstrasi pada Jumat lalu (7/7/2023). Aksi ini diwarnai bentrok antara warga dengan aparat yang mengakibatkan sejumlah sejumlah warga luka-luka. Warga beranggapan perusahaan sawit yang berafiliasi dengan Best Agro International ini tidak kunjung melakukan realisasi pembangunan kebun plasma untuk mereka.
“Perusahaan ini sebelumnya merupakan eks PT Mitra Unggul Tama Perkasa yang berlokasi di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah,” tulis rilis pers yang dikirimkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng dan Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia.
Mereka mendapatkan izin lokasi pada 2006 seluas 10.000 ha dan 2007 seluas 13.500 ha. Selang beberapa bulan kemudian, perusahaan ini mendapatkan Izin Usaha Perkebunan seluas 14.750 Ha dari dua Izin Usaha Perkebunan (IUP) yakni IUP Nomor 525/319/EK/2007 dengan luas 13.500 ribu ha dan IUP Nomor 525/320/EK/2007 dengan luas 1.250 Ha.
“Sejak tahun 2008, PT BJAP baru mengantongi HGU seluas 1.240,41 ha diatas lahan dengan IUP Nomor 525/319/EK/2007. Artinya, PT BJAP beroperasi secara legal hanya pada lahan seluas 1.240,41 ha, dan PT BJAP beroperasi secara ilegal diatas lahan seluas 13.509,59 ha,” ungkap Linda Rosalina, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA.
Peta Tumpang Tindih PT BJAP Dengan Kawasan Hutan. Sumber Data: TuK Indonesia
Penelusuran izin yang dilakukan TuK INDONESIA, penguasaan IUP dengan total luas 14.750 ha, maka PT BJAP wajib membangun kebun masyarakat paling kurang 20 persen yaitu 2.950 ha.
Kewajiban alokasi untuk plasma ini diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No 26 Tahun 2007 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Pasal 11 ayat (1) aturan tersebut menuliskan perusahaan perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B), wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun.
Kedua, Permentan No 98 Tahun 2013 perubahan dari Permentan 26/2007, pasal 15 ayat (1) yang berbunyi: ‘Perusahaan Perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUP dengan luas 250 hektare atau lebih, berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dengan luasan paling kurang 20% dari luas areal IUP-B atau IUP.”
Ketiga, revisi UU 39/2014 tentang Perkebunan, pasal 58 yaitu Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan.
Linda menekankan pemerintah seharusnya lebih serius menelisik kepatuhan PT BJAP dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk objek seluas 14.750 Ha di Kabupaten Seruyan sebagaimana diatur dalam PMK 186/2019.
“Bila Pemerintah hendak menargetkan optimalisasi penerimaan negara dari sektor perkebunan sawit, maka pastikan obyek dan subyek pajak dengan jelas. Oleh karena itu, selayaknya Pemerintah membuka diri dan memberikan akses yang cukup bagi masyarakat dalam memberikan informasi”, lanjut Linda.
Di Kabupaten Kotawaringin Barat, PT BJAP juga memiliki konsesi luas. Data izin lokasi yang dimiliki, perusahan ini mendapatkan lahan seluas 25.500 ha. Kemudian mendapatkan IUP pada 2005 seluas 9.500 ha dan pada 2016 seluas 14.068,50 ha. Perusahaan ini mendapatkan HGU sejak 1999 hingga 2008 dengan total luas 23.846,70 ha. Dari total perizinan tersebut, tidak ada juga lahan untuk pembangunan plasma yang dialokasikan dan direalisasikan oleh PT BJAP.
Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Bayu Herinata, menyatakan bahwa PT BJAP terang-terangan tidak mematuhi hukum yang berlaku di sektor perkebunan sawit.
“Kami mengusulkan agar perusahaan ini dapat dilakukan pemberian sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan, perusahaan ini juga dapat dilakukan pencabutan izin oleh pemerintah daerah karena telah melakukan pelanggaran,” ungkap Bayu.