Butet, Inspirasi dari Rimba

Penulis : Redaksi Betahita

Sosok

Selasa, 23 Mei 2017

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Saur Marlina Manurung, biasa dipanggil Butet Manurung, lahir 21 Februari 1972 di Jakarta. Sejak 1999 ia memutuskan menjadi relawan pendidikan WARSI, salah satu LSM di bidang konservasi, dan keluar dari pekerjaan lamanya sebagai pemandu wisata di Taman Nasional Ujung Kulon, dengan alasan sederhana yaitu bosan.

Setelah 4 tahun menjadi relawan pendidikan di bawah naungan WARSI butet memutuskan untuk keluar dan berjuang sendiri, sejak saat itu ia dikenal sebagai pendiri dan ‘ibu guru’ dari ‘Sokola Rimba’.

Sokola rimba sendiri merupakan suatu sekolah yang ia bangun untuk Suku Anak Dalam (orang rimba) di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Jambi. Sekolah ini tidak begitu saja di bangun, Butet manurung harus keluar masuk hutan untuk mempelajari kehidupan sosial dan juga mendapatkan kepercayaan orang-orang suku anak dalam.

Suku anak dalam termasuk suku yang tertutup dari dunia luar, mereka menolak pendidikan karena di anggap bukan budaya mereka, hal ini lah yang menyebabkan mereka tidak dapat membaca dan menulis, dan akhirnya menyebabkan mereka mudah sekali dibodohi oleh orang-orang luar yang datang k e daerah mereka.

Setelah kurang lebih 8 bulan, pada bulan Mei tahun 2000 ia dapat membuat sebuah sekolah sederhana yang dibangun dari batang kayu dana dedaunan. Sekolah ini tidak permanen, karena di sesuaikan dengan kehidupan orang rimba yang bersifat nomaden.

Di sekolah ini Butet tidak hanya mengajari orang rimba belajar calistung saja namun juga life skill, pengetahun dunia luar, dan juga pengenalan organisasi. Perjuangan butet juga tidak sampai disitu saja, ia juga membangun sekolah alternatif di Jambi, Aceh, Makassar, Bulukumba (Sulawesi), Flores, Pulau Besar dan Gunung Egon, Halmahera, Klaten, Bantul, dan Kampung Dukuh (Garut).

Hasil dari kebosanannya yang produktif, butet sudah mendapatkan berbagai penghargaan diantaranya, Man and Biosfer Award 2001, Woman of the Year bidang pendidikan AnTV 2004, Hero of Asia Award by Time Magazine 2004, Kartini Indonesia Award 2005, Ashoka Award 2005, Ashoka Fellow 2006, dan Young Global Leader Honorees 2009.

Indonesia kembali mencatatkan prestasi di kancah internasional setelah antropolog Saur Marlina Manurung (42) meraih penghargaan Magsaysay, yang kerap disebut sebagai Hadiah Nobel-nya Asia.

Saur Marlina Manurung meraih penghargaan ini karena kegigihannya melindungi dan memberdayakan kehidupan warga penghuni hutan Indonesia dengan mendirikan sekolah rimba.

Perempuan yang lebih dikenal dengan nama Butet Manurung itu berhasil memberikan pendidikan bagi 10.000 anak dan orang dewasa anggota suku Anak Dalam di hutan Bukit Duabelas, Jambi.

Sejak 1999, Butet memilih meninggalkan gemerlap kota untuk memberikan pendidikan bagi warga suku Anak Dalam di pedalaman Provinsi Jambi. Di sana, Butet harus berjalan kaki menembus hutan belantara untuk menemui kelompok-kelompok masyarakat dan menawarkan pendidikan.

Upaya Butet ini tak selalu mendapatkan sambutan. Tak jarang, warga pedalaman menolak tawaran pendidikan baca tulis yang disampaikan perempuan kelahiran Jakarta itu.

Sebelum meraih penghargaan Magsaysay, Butet juga pernah menerima penghargaan “Man and Biospher” dari UNESCO dan LIPI pada 2001 dan menjadi salah satu pahlawan versi majalah Time pada 2004.

Penghargaan Ramon Magsaysay, yang namanya diambil dari nama Presiden Filipina yang tewas dalam kecelakaan pesawat terbang, mulai diberikan pada 1957.

Penghargaan ini diberikan untuk individu atau kelompok yang dianggap memberi perubahan terhadap komunitas masyarakat di sekitarnya. Butet dan para pemenang penghargaan Magsaysay lainnya akan menerima hadiah ini di Manila pada 31 Agustus mendatang.