WALHI Sumbar Surati Gubernur, Minta Stop PLTU Batubara Ombilin

Penulis : Redaksi Betahita

PLTU

Jumat, 17 Mei 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – WALHI Sumatera Barat surati Gubernur Provinsi Sumatera Barat minta penghentian izin PLTU Ombilin. Hal ini disebabkan hujan abu yang diakibatkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara Ombilin melanda masyarakat Desa Salak dan Desa Sijantang, serta dsa lainnya di kecamatan Talawi, kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.

Baca juga: Dituding Terlibat Konflik Kepentingan di Bisnis Batubara, Ini Kata Luhut

Zulpriadi, pengkampanye Tambang dan Energi WALHI Sumbar mengatakan PLTU yang berkapasitas 2 x 100 megawatt ini mengeluarkan hujan abu yang berasal dari polusi asap dan abu bekas pembakaran Batubara PLTU Ombilin.

“Kejadian ini mengakibatkan gangguan kesehatan secara langsung di masyarakat seperti sakit mata, tenggorokan,” katanya saat di hubungi Rabu 15 April 2019.

Ilustrasi PLTU batu bara/Dok.ICEL

Persoalan polusi udara dan hujan abu, kata Zul, terus berulang tanpa penanganan yang konkrit dari pihak PLTU, “Kami mendesak Gubernur Sumbar menindak dengan sanksi tegas berupa pencabutan izin lingkungan PLTU Batubara Ombilin,” katanya.

Kewenangan ini kata Zul, diatur dalam Undang-undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 76 , yang berisi: (1) Menteri, gubernur atau bupati/walikota menerapkan sanksi adminstratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. (2 ) sanksi administratif terdiri atas a. Teguran tertulis; b. Paksaan Pemerintah c. Pembekuan izin Lingkungan d. Pencabutan Izin Lingkungan.

Zulpriadi menambahkan, ketegasan ini sangat diperlukan untuk menyelamatkan masyarakat dan lingkungan hidup di sekitar operasional PLTU Batubara Ombilin.

Pihak PLTU Ombilin tidak membantah limbah abu sisa pembakaran batubara yang sempat membuat warga di sekitar resah. Saat ini, Pihak PLTU Ombilin tengah menunggu tahapan perbaikan yang akan dilakukan pada Juli 2019 ini.

“Telah terjadi kerusakan sistim elektro presetator (EP) atau filter penangkap sisa pembakaran pada pembangkit PLTU Sektor Ombilin Sijantang, sehingga membuat asap pembuangan sisa pembakaran batubara itu tidak tersaring dan lepas ke udara. Partikel abu itulah yang dirasakan mengganggu oleh warga sekitar,” kata Manager PLTU Ombilin Daryanto, seperti dilansir harianhaluan.com, Rabu, 15 April 2019.

Sebenarnya, sebut Daryanto, untuk perbaikan itu awalnya direncanakan pada April 2019. Akan tetapi sesuai dengan instruksi pusat dikarenakan situasi Pemilu dan juga memasuki bukan Ramadan dan Idul Fitri akhirnya kembali diundur menjadi Juli.

Terkait abu yang bertumpuk di dalam area PLTU, Daryanto menjelaskan, dalam waktu dekat akan diangkut dan dikelola oleh PT Guguak Tinggi Coal, sesuai izin pemanfaatan LB3 FABA sebagai penetralisir asam tambang dari Kementrian Lingkungan Hidup. Abu akan diangkut paling lambat Juni 2019.

“Padahal suku cadang atau spare partnya sudah datang sejak Januari lalu, tapi karena pertimbangan situasi nasional makanya diundur proses perbaikannya,” ucapnya.

Daryanto menambahkan, untuk proses perbaikan satu unit tersebut membutuhkan waktu hingga 100 hari atau 3 bulan lebih. Karena PLTU Ombilin sebagai supplier penyanggga listrik dan mendukung kebutuhan nasional (utamanya terkait Pilpres, Pileg, Ramadan dan lebaran) pada area Sumatra, makanya ditunda setelah usai lebaran, yakni pada Juli 2019.

Polusi yang berbahaya

Yoni Candra, Kepala Departemen Advokasi dan Penegakan Hukum WALHI Sumbar, mengatakan bahwa polusi udara yang diakibatkan PLTU Batubara Ombilin masuk dalam kategori  berbahaya  bagi masyarakat sekitar operasional PLTU. Buruknya tata kelola operasional PLTU Ombilin yang menghasilkan hujan abu di Desa Salak dan Sijantang menyebabkan polusi udara.

Jika hal ini tidak segera diatasi akan menjadi bencana ekologi bagi masyarakat di Talawi bahkan penduduk kota Sawahlunto. Data WALHI Sumbar mengungkap kejadian ini telah berulang sejak tahun 2012 mengalami kerusakan penyaringan cerobong asap, tahun 2017 kerusakan pada mesin pembuangan sisa pembakaran, serta investigasi lapangan WALHI Sumbar yang dilakukan pada tahun 2018 jumlah penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan iritasi pada mata juga meningkat dari data dari Puskesmas Talawi.