Studi: Krisis Iklim Akan Turunkan Kelembaban di Kota-kota Dunia

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Rabu, 06 Januari 2021

Editor :

BETAHITA.ID - Tingkat kelembaban di wilayah perkotaan diprediksi akan mengalami penurunan seiring dengan krisis iklim, menurut sebuah studi terbaru.

Studi yang diterbitkan jurnal Nature Climate Change, menyebut kenaikan suhu itu mungkin dapat dihindari jika wilayah kota membangun infrastruktur hijau dan meningkatkan tutupan vegetasi di area kota.

Separuh populasi dunia saat ini berada di wilayah urban, namun sebenarnya kota hanya menyumbang 3% dari luas permukaan lahan global. Lei Zhao, ilmuwan dari University of Illinois dan penulis utama dari studi tersebut, mengatakan bahwa model dan upaya iklim sebelumnya tidak menghasilkan data khusus untuk kota.

“Hampir semua model tidak memiliki representasi kota,” kata Zhao dikutip The Guardian. “Walaupun perkotaan hanya mencakup wilayah kecil, di situlah dampak perubahan iklim terhadap manusia banyak terjadi. Maka, kami menutup gap ini dengan membuat proyeksi iklim multi-model khusus untuk area perkotaan,” katanya.

Suasana Kota Tua, Jakarta (jakarta.go.id)

Ilmuwan dan ahli perencanaan kota telah lama mengetahui bahwa suhu di kota lebih tinggi dari daerah pedesaan. Infrastruktur seperti aspal hitam dan permukaan beton menyerap lebih banyak radiasi matahari. Sementara itu, tutupan pohon pun berkurang dan turut berkontribusi pada kondisi yang disebut “efek pulau panas perkotaan”. Artinya, suhu di kota dapat mencapai hingga 5 derajat celcius lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah rural sekitarnya.

Namun Zhao menjelaskan bahwa perkotaan dan pedesaan berbeda dalam beberapa hal. “Efek pulau panas perkotaan merupakan salah satu alasan mengapa sinyal pemanasan kota berbeda dengan lanskap lain,” kata Zhao. “Namun tak hanya suhu, kelembaban juga termasuk. Banyak variabel iklim perkotaan berbeda dengan lanskap lainnya,” katanya.

Model yang dikembangkan Zhao tersebut memprediksi bahwa infrastruktur hijau akan menjadi investasi yang baik bagi semua kota dunia. Pohon dan vegetasi dapat membantu mengurangi suhu dengan melepaskan air ke atmosfir, yang menyejukkan udara. Namun, cara ini dianggap memiliki efek terbatas di tempat yang sudah lembab. Namun, model tersebut juga memprediksi bahwa udara di banyak kota nonpesisir akan semakin mengering pada abad berikutnya.

Zhao berharap data terbaru ini membantu ahli perencanaan kota dan pembuat kebijakan dalam membuat keputusan dalam memitigasi kenaikan suhu akibat krisis iklim di kota mereka.

“Ada strategi yang mungkin berhasil untuk kota tertentu, namun ada juga yang tidak,” kata Zhao. “Bila melihat proyeksi skala besarnya, Anda dapat melihat bahwa tanda-tanda pemanasan global berbeda di setiap tempat, dan tingkat kelembaban pun beragam. Jadi (studi ini) dapat membantu untuk membuat strategi secara berbeda,” katanya.