Deforestasi Tanah Papua Hasilkan 321,4 megaton Emisi Karbon

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Rabu, 10 Februari 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Dalam dua dekade terakhir, atau setidaknya dari 2001 hingga 2019, tutupan hutan alam yang hilang atau mengalami deforestasi di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat) luasnya mencapai 663.443 hektare. Lalu berapa emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari deforestasi itu?

Senior Manajer Hutan, Iklim dan Lautan, World Resources Institute (WRI), Arief Wijaya menjelaskan, secara umum pembabatan 1 hektare hutan alam akan mengemisi kurang lebih 132 ton karbon (C). Kemudian, untuk mengkonversi C menjadi karbon dioksida (CO2), maka kalikan angka C yang dihasilkan dengan angka 3,67.

"Misalkan di sini. Disebutkan kehilangan hutan dalam 2 dekade terakhir adalah 663.443 hektare. Maka untuk menkonversi menjadi emisi CO2, maka perhitungannya adalah 663.443 hektare x 132 ton/ha x 3,67. Hasilnya adalah jumlah ton emisi CO2 yang dihasilkan," kata Arief Wijaya, Selasa 9 Februari 2021.

Dengan perhitungan tersebut, maka akan dapat diketahui bahwa pembabatan 663.443 hektare hutan alam yang terjadi di Tanah Papua itu bisa dikatakan sebanding dengan pelepasan 321.398.326,92 ton atau 321,4 megaton (Mt) emisi CO2.

Tampak dari atas kondisi pembukaan hutan untuk lahan sawit/Foto: Dok. Save Our Borneo

Emisi yang dihitung di sini, lanjut Arief, berasal dari kehilangan karbon dari above ground biomass atau biomassa yang ada di atas tanah. Artinya emisi karbon sebagai akibat hilangnya tutupan pohon, namun belum mencakup emisi dari tanah gambut, apabila ada hutan gambut yang hilang.

"Dan juga belum termasuk emisi dari tanah mangrove, apabila memang ada deforestasi di atas hutan mangrove."

Seperti diberitakan sebelumnya, 663.443 hektare hutan alam yang terbabat di Tanah Papua itu 29 persen di antaranya terjadi pada 2001-2010. Sedangkan 71 persen lainnya terjadi dalam rentang waktu 2011-2019. Bila diambil rata-rata, per tahunnya ada sekitar 34.918 hektar hutan alam hilang di Tanah Papua. Tertinggi terjadi pada 2015, yang menghilangkan 89.881 hektare hutan alam.

Dilihat dari penyebabnya, sebagian besar deforestasi di Tanah Papua itu terindikasi terjadi di dalam areal konsesi usaha industri ekstraktif, baik di sektor perkebunan, sektor kehutanan dan sektor pertambangan. Luas deforestasi yang terjadi di dalam area konsesi usaha industri ekstraktif ini mencapai sekitar 474.521 hektar, atau 71 persen dari total deforestasi yang terjadi di Tanah Papua.

Laju Deforestasi Papua dalam Angka

Bila dirinci, dalam 20 tahun terakhir, 87 persen deforestasi itu terjadi di 20 kabupaten, atau di separuh dari jumlah kabupaten yang ada di Tanah Papua. Deforestasi terbesar terjadi Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Yang masing-masing seluas 123.049 hektare, 51.600 hektare dan 32.924 hektare.

Apabila dilihat berdasarkan tren deforestasi lima tahunan. Terlihat ada beberapa kabupaten yang mendominasi laju deforestasi. Di periode lima tahun pertama (2001-2005), Kabupaten Boven Digoel merajai perolehan angka deforestasi terbesar, dengan mendulang angka sebesar 9.838 hektare. Peringkat kedua ditempati Kabupaten Teluk Bintuni dengan luas 6.871 hektare. Sedangkan peringkat ketiga dan keempat, diduduki oleh Kabupaten Kaimana dengan deforestasi sebesar 6.866 hektare, dan Kabupaten Mimika dengan luas pembabatan hutan alam sebesar 4.563 hektare.

Sama dengan di periode lima tahun pertama. Di periode lima tahun kedua (2006-2010), Kabupaten Boven Digoel lagi-lagi muncul sebagai kabupaten yang paling terdepan menghasilkan deforestasi terbesar di Tanah Papua, dengan luas 12.946,72 hektare. Namun ada nama-nama baru kabupaten penghasil deforestasi terbesar selanjutnya di periode ini. Yaitu Kabupaten Sorong di posisi kedua, yang menghasilkan 9.710,80 hektare, Kabupaten Jayapura sebesar 7.278,32 hektare di posisi ketiga. Pada periode ini Kabupaten Mimika kembali menempati posisi keempat dengan luas deforestasi yang dihasilkan 6.528,32 hektare.

Kemudian di periode ketiga (2011-2015), peringkat kabupaten tertinggi penghasil deforetasi mengalami perubahan. Yang sebelumnya dirajai oleh Kabupaten Boven Digoel, di periode ini dirajai oleh Kabupaten Merauke, dengan luas sebesar 61.648,44 hektare. Namun ada nama-nama baru kabupaten penghasil deforestasi terbesar selanjutnya di periode ini. Yaitu Kabupaten Nabire di posisi kedua, yang menghasilkan 17.592,16 hektare dan Kabupaten Keerom sebesar 16.790,95 hektare di posisi ketiga. Kabupaten Boven Digoel yang di periode pertama dan kedua menempati posisi pertama, di periode ketiga ini menempati posisi keempat dengan luas 13.812,11 hektare.

Pada periode keempat (2016-2019), Kabupaten Merauke juga unggul dalam perolehan angka deforetasi terbesar, dengan luas 52.945,79 hektare. Di peringkat selanjutnya, Kabupaten Boven Digoel sebesar 15.004,34 hektare, Kabupaten Fakfak 13.579,80 hektare dan Kabupaten Teluk Bintuni 11.819,28 hektare.