KLHK: Penyusutan Tutupan Lahan Pemicu Banjir Jakarta

Penulis : Sandy Indra Pratama

Perubahan Iklim

Kamis, 25 Februari 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL) di DKI Jakarta menurun sepanjang kurun 2015-2020.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Karliansyah tidak membeberkan detail data penurunan kualitas tutupan lahan tersebut. Ia hanya mengatakan, indeks kualitas tutupan lahan pada 2020 turun 1,26 poin dibanding 2019.

Pada Peta IKTL Nasional pada 2020 menunjukkan DKI Jakarta masuk kategori sangat buruk dengan poin 24,86. Menurut Karliansyah, kondisi ini jadi salah satu faktor penyumbang berulangnya bencana banjir di DKI Jakarta.

"Memang secara nasional DKI kan IKLH (Indeks Kualitas Lingkungan Hidupnya) cukup di bawah ya, rendah gitu. Sama Indeks Kualitas Air, kemudian tutupan lahan itu masih kurang memuaskan," ujar Karliansyah melalui konferensi video bersama rekan wartawan, kemarin.

Polusi di Jakarta. Dok. Greenpeace

"Kalau ditanya ada tidak [kaitannya]? Pastinya ada. Karena tadi saya sampaikan, dengan luasan tutupan hutan Jakarta belum [sesuai harapan]," lanjut dia.

Namun Karliansyah menegaskan ada banyak faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan dalam mengurai penyebab banjir. Beberapa di antaranya seperti sistem drainase, penataan kota, hingga potensi banjir rob dari laut.

Khusus untuk perkara banjir di Jakarta, Karliansyah menilai perlu evaluasi lebih mendalam.

Mengutip paparan yang disampaikan Karliansyah, DKI termasuk provinsi kedua dengan penurunan indeks kualitas tutupan lahan terbesar sepanjang lima tahun terakhir. Kondisi ini diduga terjadi karena adanya alih fungsi lahan.

Karliansyah mengatakan penurunan IKTL di DKI Jakarta sangat dipengaruhi penurunan tutupan hutan di Kepulauan Seribu dan Jakarta Utara.

Sementara itu KLHK juga mencatat peningkatan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat. Meski jumlahnya belum cukup signifikan.

Pada 2019, Dinas Kehutanan DKI Jakarta mengungkap luas RTH hanya mencakup 9,9 persen dari keseluruhan wilayah DKI Jakarta. Luasan itu jauh dari target Program Kota Hijau milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang mengatur RTH minimal 30 persen bagi perkotaan.

Catatan Kementerian PUPR per Agustus 2019 mendapati hanya ada 12 kota yang memenuhi target 30 persen RTH dari 174 kota yang mengikuti program Kota Hijau. Proporsi RTH juga diatur dalam UU Np. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mewajibkan wilayah kota memfasilitasi minimal 20 persen RTH.

Mengutip situs Kementerian PUPR, minimnya RTH di kota-kota besar disebabkan setidaknya tiga alasan, yakni keterbatasan lahan pemerintah setempat, kekurangan dana, dan kesulitan pembelian lahan untuk diubah menjadi ruang terbuka karena harga serta lokasi yang tak strategis.

Meskipun UU Penataan Ruang sudah menginstruksikan pemerintah daerah mengalokasikan zonasi pemanfaatan ruang untuk RTH, Kementerian PUPR juga menemukan banyak kota besar belum membuat peraturan daerah untuk mengatur zonasi pemanfaatan ruang.

Sementara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta dan Greenpeace Indonesia meyakini, banjir yang jadi bencana langganan di Ibu Kota setiap musim penghujan tiba ini bakal sulit diantisipasi jika pemerintah tak segera meningkatkan luas RTH untuk menampung air hujan.

CNN INDONESIA |