Daftar Orang Kaya dan Cerita Bencana Hutan Tanah Papua

Penulis : Sandy Indra Pratama

Hutan

Selasa, 06 April 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Selama satu dekade banyak grup bisnis membuka hutan primer di Tanah Papua untuk berbagai kepentingan dan tujuan. Sawit dan Hutan Tanaman Industri mendominasi kepentingan dan tujuan itu.

Dalam pendedahan laporannya pada Selasa 6 April 2021, Greenpeace Internasional membeberkan siapa saja para penerima manfaat dari deforestasi hutan di Tanah Papua yang terkonversi menjadi perkebunan sawit.

“Konversi hutan menjadi perkebunan, merupakan sebab hilangnya sebagian besar hutan dalam wilayah HGU, menjadi penyebab hilangnya sekitar setengah dari seluruh hutan di provinsi ini selama periode 2010-2019,” ujar Team Leader Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, dalam jumpa media virtual.

Menurut Arie, selama satu dekade terakhir grup bisnis yang membuka hutan di Tanah Papua tidak hanya berasal dari dalam negeri, melainkan juga berasal dari luar negeri. Kelompok-kelompok bisnis ini, yang sebagian besar juga beroperasi di tempat lain, dikendalikan oleh beberapa konglomerat dan keluarga terkaya.

Tampak dari ketinggian areal perkebunan sawit

Sebagai contoh, lanjut Arie, dalam daftar yang dirilis media Forbes tahun 2019 dari 50 orang terkaya di Indonesia, Anthoni Salim berada di urutan 4, Martua Sitorus di urutan 12, Peter Sondakh di posisi 18 dan Sukanto Tanoto di posisi 22. Nama-nama itu setelah dilakukan penelusuran Greenpeace, terakit dengan kepemilikan grup bisnis yang perusahaannya beroperasi di hutan-hutan Tanah Papua.

Dalam laporannya, Greenpeace Internasional lantas mendedahkan nama-nama para penerima manfaat dari deforestasi hutan di Tanah Papua yang terkonversi menjadi perkebunan sawit. Daftar taipan ini diurutkan berdasarkan angka deforestasi tertinggi hingga yang paling rendah.

(Baca: HARI HUTAN DUNIA: Cerita Angka Jutaan Hektare Hutan Tanah Papua)

Di urutan pertama, ada konglomerat kayu dan sawit asal Korea Selatan, Seung Eun Ho. Dari data ditulis taipan ini adalah pemilik Grup Korindo yang membawahi PT Dongin Prabhawa, PT Berkat Cipta Abadi, PT Tunas Sawa Erma, dan PT Papua Agro Lestari. Di konsesi milik Seung Eun Ho, menurut Greenpeace telah terjadi 40.773 hektare hutan yang terdeforestasi yang terjadi pada kurun waktu 2011-2017.

Lalu di urutan kedua, ada juga grup bisnis lain dari negara ginseng Korea Selatan, bernama Posco Internasional. Grup bisnis ini mengendalikan PT Bio Inti Agrindo yang dikonsesinya menurut Greenpeace telah terjadi deforestasi seluas 25.681 hektare, selama kurun waktu 2012-2017.

Taipan dari Hong Kong, Richard Elman menempati urutan ketiga, Richard menguasai Noble Grup yang mengendalikan PT Pusaka Agro Makmur, yang menurut Greenpeace melakukan deforestasi di area seluas 9.727 hektare dari 2012-2017.

Keempat ada Keluarga Hayel Saeed, yang bernaung dalam grup bisnis Hayel Saeed Group pengendali PT Megakarya Jaya Raya, PT Kartika Citra Pratama, PT Graha Kencana Mulia yang membabat hutan seluas 8.828 hektare pada kurun waktu 2014-2019.

Di urutan kelima, taipan dalam negeri mulai hadir dalam daftar. Ganda, Martua Sitorus dan keluarga adalah pemilik KPN Corp (Gama) yang mengendalikan PT Agritama Cipta Persada dan PT Agrinusa Persada Mulia. Grup bisnis ini menurut laporan Greenpeace telah melakukan deforestasi seluas 15.092 hektare di Tanah Papua, selama kurun waktu 2013-2018.

Selanjutnya, disebutkan ada Peter Sondakh dengan Eagle High Plantations yang mengendalikan PT Tandan Sawit Papua. Grup bisnis ini dilaporkan Greenpeace telah melakukan deforestasi seluas 11.920 hektare, dalam kurun waktu 2010-2014. Di posisi tujuh, ada Rosna Tjuatja dari Indonusa Group yang mengendalikan PT Internusa Jaya Sejahtera yang dilaporkan deforestasi di lahannya mencapai 10.556 hektare, dalam periode 2015-2020.

(Baca juga: Mendedah Angka Deforestasi Tanah Papua)


Beranjak ke negeri Jiran, di posisi delapan, ada keluarga Selvanathan dari Carson Cumberbatch atau Goodhope Asia Holdings yang membawahi PT Nabire Baru dan PT Sariwana Adi Perkasa, dengan luasan deforestasi yang mereka lakukan pada kurun 2011-2015, encapai 10.314 hektare.

Di posisi sembilan ada nama taipan yang tak asing, yakni Sukanto Tanoto. DI Tanah Papua, Tanoto bergerak meggunakan gurita bisnisnya yang bernama DTK Opportunity yang mengendalikan PT Rimba Matoa Lestari yang dilaporkan Greenpeace telah melakukan deforestasi seluas 5.567 hektare. Di posisi sepuluh Greenpeace menyebut Keluarga Rumengkang yang berkongsi dengan pengusaha Selandia Baru bernama Neville Mahon. Keduanya bernaung di grup bisnis Digoel Agri atau Bumi Mitratrans Marjaya Group sebagai pengendali PT Perkebunan Bovendigoel Budidaya Sentosa. Grup bisnis ini dilaporkan melakukan deforestasi 310 hektare.

Salim Group yang dimiliki Anthoni Salim berdasarkan kajian Greenpeace, juga terlibat dalam praktek deforestasi hutan di Tanah Papua. Lewat PT Permata Nusa Mandiri mereka tercatat melakukan deforestasi di 298 hektare hutan selama tahun 2019. Dan yang terakhir, Yulius Lim dari grup bisnis Victory yang melakukan deforestasi pada kurun 2016 di 171 hektare hutan Tanah Papua.

Dalam laporannya, tegas Greenpeace menyatakan bahwa pemerintah Indonesia berkontribusi banyak dalam hilangnya hutan di Tanah Papua. Bahkan, Bukti bahwa tindakan Pemerintah Indonesia telahberkontribusi banyak dalam perlambatan deforestasi dinilai masih belum jelas.

Juru Kampanye Hutan Papua, Nicodemus Wamafma mengatakan dengan adanya laporan ini, bisa dibuktikan pemerintah gagal melakukan perlindungan hak hak dasar masyarakat adat papua. “Pemerintah hanya mengklaim keberhasilan eprlindungan hutan alam papua hanya di kertas,” ujarnya.