Sejumlah Wilayah Dapur Asap Mulai Mengepul

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Karhutla

Selasa, 11 Mei 2021

Editor :

BETAHITA.ID - Sejak Januari lalu, sejumlah wilayah Dapur Asap di Indonesia sudah mulai mengepulkan asap, khususnya dari kebakaran hutan dan lahan (karthutla). Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sejak Januari hingga 10 Mei 2021 setidaknya ada 209 titik panas atau hotspot yang terpantau satelit TERRA/AQUA. Terbanyak terjadi pada Februari, yakni 153 titik.

Titik panas pantauan satelit TERRA/AQUA ini terbanyak terjadi Masih berdasarkan data KLHK, yang diakses melalui Sipongi, dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir karhutla di Indonesia sudah menghasilkan luas sekitar 23.783 hektare. Karhutla tersebut terpantau terjadi 25 provinsi di Indonesia.

Luas karhutla ini dihitung berdasarkan analisis citra satelite landsat 8 OLI/TIRS yang dioverlay atau ditumpang susun dengan data sebaran hotspot, serta laporan hasil ground check hotspot dan laporan pemadaman yang dilaksanakan Manggala Agni.

Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) tercatat sebagai penghasil karhutla terluas, yakni sebesar 11.670 hektare. Kalbar juga tercatat sebagai wilayah dengan jumlah titik panas terbanyak, yaitu 96 titik, berdasarkan pantauan satelit TERRA/AQUA, sedangkan berdasarkan satelit SNPP jumlah titik panas di provinsi ini berjumlah 82 titik. Titik panas di Kalbar terbanyak terjadi pada Februari lalu.

Kebakaran di area konsesi perkebunan sawit milik PT Kumai Sentosa, Desa Sungai Cabang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Agustus 2019. Saat ini proses penegakan hukum terhadap PT KS sedang berlangsung atas kasus kebakaran seluas 2.600 hektare itu. Foto: Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK

Muncul di tempat kedua Provinsi Riau sebagai penoreh angka karhutla terluas selanjutnya dengan luas 5.877 hektare. Berdasarkan pantauan satelit SNPP, jumlah titik panas di Riau sebanyak 26 titik, yang terjadi pada Februari dan Maret lalu.

Wilayah provinsi dengan karhutla terluas berikutnya adalah Kepulauan Riau, dengan luas 1.406 hektare. Dari pantauan satelit TERRA/AQUA titik panas di Kepulauan Riau hanya 4 titik saja, namun berdasarkan satelit SNPP titik panas di provinsi ini berjumlah 9 titik. Berada pada Februari, Maret dan Mei.

Selanjutnya, ada Provinsi Sulawesi Tenggara yang juga menorehkan angka karhutla terluas, sebesar 873 hektare. Di Sulawesi Tenggara, satelit TERRA/AQUA hanya mendeteksi 1 titik panas saja, sedangkan berdasarkan pantauan satelit SNPP terdapat 7 titik.

Karhutla di Provinsi Kalimantan Tengah luasnya juga cukup besar, yakni 816 hektare. Di Kalimantan Tengah titik panas yang terpantau satelit TERAA/AQUA hanya 3 titik saja, sementara berdasarkan satelit SNPP jumlahnya 6 titik.

Direktur Kehutanan Yayasan Auriga Nusantara, Supintri menyebut, terdapat sejumlah wilayah provinsi yang layak mendapat predikat Dapur Asap di Indonesia. Itu karena provinsi-provinsi tersebut hampir tiap tahun menjadi wilayah langganan karhutla, alias selalu menghasilkan asap.

Provinsi-provinsi dimaksud juga merupakan wilayah kaya gambut. Yakni Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Papua.

Supin melanjutkan, tren hotspot di 7 provinsi ini sepanjang tahun cenderung tidak berubah. Di Riau titik panas selalu muncul dua kali, yakini periode Januari-Maret dan periode Mei-September. Sedangkan di enam provinsi lainnya sepanjang Juni-Oktober.

"Ketika musim dapat diprediksi, wilayah langganan kebakaran juga cenderung provinsi dan kabupaten yang sama seharusnya pemerintah telah siap secara sumber daya manusia dan dana serta kebijakan dalam pencegahan kebakaran," kata Supintri, Selasa (11/5/2021).

Supin bilang, Badan Meteorologi Geofisika dan Klimatologi (BMKG) juga telah memberi peringatan bahwa ancaman kemarau akan terjadi pada 2021. Yang mana awal musim kemarau tahun ini diperkirakan akan mulai terjadi Mei hingga Juli. Bahkan BMKG juga sudah memberikan perkiraan awal musim kemarau masing-masing wilayah provinsi.

"Berdasarkan perkiraannya, tahun ini Indonesia akan mengalami musim kemarau. Bahkan di beberapa tempat sudah mulai mengalami bulan kering sejak April. Puncak kemarau diperkirakan terjadi pada Juni-Oktober 2021."

Selain kondisi musim yang mengancam terjadi Karhutla, lanjut Supin, di tingkat tapak masih terlihat bahwa perbaikan lingkungan juga belum maksimal. Seperti upaya pembasahan dan pemulihan gambut, deforestasi juga masih terjadi. Dengan kondisi tersebut ancaman kebakaran karena ketersediaan material bahan bakar pun masih besar.

"Bahkan terdapat daerah baru yang berpotensi mengalami kebakaran karena kerusakan hutan dan gambutnya dalam beberapa tahun terakhir, seperti Kalimantan Utara dan Papua."

Supin menambahkan, jika dilihat dari proses penegakan hukum tindakan karhutla yang ditangani selama ini, terutama yang melibatkan korporasi, serta kebijakan pengelolaan hutan dan gambut yang ada, potensi kebakaran hutan dan lahan masih besar. Padahal menurut Supin, karhutla juga dapat dicegah apabila penegakan hukum karhutla bisa lebih maksimal dan bisa memberikan efek jera terhadap pelakunya.