Warga Desak Jepang Batalkan Pendanaan PLTU Indramayu 2

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Senin, 04 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Gabungan aktivis lingkungan Indonesia dan warga Indramayu menggelar aksi penolakan terhadap pendanaan Jepang untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Indramayu, Jawa Barat, Senin, 4 Oktober 2021.

Aksi tersebut digelar di depan Kedutaan Jepang. Aktivis menyerahkan petisi penolakan yang ditandatangani lebih dari 10.000 orang dari 114 negara. Sementara itu perwakilan warga Indramayu menyerahkan surat terbuka untuk duta besar Jepang dari 62 organisasi di berbagai negara. 

Dalam surat terbuka tersebut, ditekankan bahwa Jepang saat ini telah ‘tertinggal’ dari negara-negara Asia lainnya. Korea Selatan sudah berkomitmen untuk tidak lagi membiayai batu bara, begitu juga dengan China yang baru saja mengumumkan bahwa mulai Oktober 2021 akan menghentikan pendanaan PLTU batu bara di luar negeri.

Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jawa Barat Wahyudi mengatakan, saat ini Jepang masih melakukan pembiayaan terhadap pembangunan PLTU di Indonesia.

Potongan iklan kampanye di surat kabar The New York Times oleh aktivis lingkungan tujuh negara termasuk Indonesia, yang mendesak Jepang agar berhenti mendanai pembangunan PLTU batu bara di Indonesia dan Bangladesh. Foto: Istimewa

“Pemerintah Jepang terus berencana untuk menambah polusi di negara kami demi keuntungan dari industri batu bara yang saat ini sudah sekarat. Jepang harus mendengarkan suara warga Indonesia dan menghentikan pendanaan untuk PLTU batubara Indramayu 2,” kata Wahyudi, Senin, 4 Oktober 2021.

“Masyarakat Indonesia butuh energi bersih dan udara bersih, bukan debu batu bara yang membuat sulit bernapas,” kata Wahyudi, Manajer Advokasi dan Kampanye WALHI Jawa Barat. 

Desakan terhadap pemerintah Jepang akan berlangsung selama periode 1 Oktober – 6 Oktober 2021 di tujuh negara, termasuk Indonesia, Amerika Serikat, Jepang, Bangladesh, Inggris, dan Australia. Aksi serentak dilakukan menjelang pertemuan internasional tingkat tinggi tentang perubahan iklim (COP26) di Glasgow, Inggris.  

Rangkaian aksi serentak tersebut diawali dengan penerbitan iklan satu halaman penuh di surat kabar The New York Times pada 1 Oktober 2021. Pemasangan iklan diadaptasi dari lukisan Jepang yang paling terkenal, The Great Wave. Aktivis meminta pemerintah Jepang menghentikan rencana pendanaan pembangunan proyek PLTU batu bara baru di Indonesia dan Bangladesh.

Salah satu proyek pembangkit baru yang akan didanai Jepang adalah PLTU 2 Indramayu di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Lembaga pemerintah Jepang, Japan International Cooperation Agency (JICA) disebut akan memberikan pendanaan pembangunan unit baru sebesar 1.000 MW.

Sebelumnya, Jepang juga memodali PLTU Indramayu 1 yang telah beroperasi sejak 2010, dengan kapasitas sebesar 990 MW.

Menurut Wahyudi, pembangunan unit baru ditentang oleh penduduk setempat. “Pembangunan telah berdampak pada mata pencaharian dan lahan-lahan pertanian masyarakat. Rencana pembangunan ini juga menggusur lahan-lahan produktif pertanian dan pangan,” jelasnya.

Rencana pendanaan Jepang juga disebut kontras dengan tren dunia yang saat ini menuju energi yang lebih bersih. Pembangunan tersebut juga bertolak belakang dengan komitmen negara-negara G7 Mei lalu untuk menghentikan segala pendanaan PLTU batubara. Jepang yang termasuk di dalamnya, sepakat untuk menghentikan pembiayaan pembiayaan PLTU batubara baru.

Menurut aktivis Extinction Rebelilion Indonesia Melissa Kowara, tahun ini masyarakat dunia menghadapi kode merah krisis iklim. Melissa menyebut pendanaan PLTU batu bara baru oleh pemerintah Jepang itu sebagai upaya memperparah dampak perubahan iklim.

“Meskipun Presiden Biden dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengeluarkan peringatan 'kode merah' tentang krisis iklim tahun ini, Jepang tampaknya bertekad untuk terus-terusan memperparah krisis iklim dan menghancurkan satu-satunya planet tempat kita hidup,” kata Melissa.

“Jika pemerintah Jepang tetap merencanakan pembangunan PLTU batu bara ini berarti mereka juga merencanakan penghancuran masa depan kita semua termasuk generasi yang akan datang,” pungkasnya.