Food Estate Papua: Ancaman Kualitas Hidup Rakyat Papua

Penulis : Syifa Dwi Mutia

Konservasi

Minggu, 31 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Rencana lahan pangan terintegrasi atau food estate tidak luput dari ancaman bagi kesejahteraan dan kelangsungan hidup di Tanah Papua. Program pemerintah yang berdalih ‘ketahanan pangan’ ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati tetapi mengancam kualitas hidup masyarakat Papua.

Provinsi Papua memiliki tanah seluas 32.757.048 ha yang 29.578.822 ha merupakan kawasan hutan dan 3.178.226 ha kawasan non-hutan.

Kawasan Papua dilindungi oleh Peraturan Daerah Provinsi Papua No. 23 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Papua Tahun 2013-2033 yang menjelaskan untuk mempertahan kawasan lindung minimal 60% dari total luas Provinsi Papua dan kawasan hutan minimal seluas 90%. Sebagaimana target pembangunan berkelanjutan, Visi Papua 2100.

Abai terhadap Komitmen Pemerintah Provinsi Papua

Peta tenggelamnya wilayah Papua bagian selatan pada 2030 menurut Climate Central. (Climate Central)

Nyatanya, proyek food estate ini akan mengurangi 9,1% dari kawasan hutan sehingga menjadi sebesar 26.894.141,32 ha. Menyisakan hanya 81,9% luas hutan Papua.

“Kebijakan ini mengabaikan komitmen Pemerintah Daerah dan Masyarakat Papua tentang Visi Papua 2100 yang ingin mempertahan kawasan hutan seluas 90 % dari seluruh provinsi Papua, bahkan bertentangan dengan pola ruang dan strategi pembangunan berkelanjutan Papua,” jelas laporan Pusaka Bentala Rakyat (29/10).

Proyek food estate ini akan memangkas seluas 2.684.680,68 ha di empat kabupaten di Papua bagian barat yakni Merauke, Mappi, Boven Digoel, dan Yahukimo.

Meningkatkan Kerawanan Bencana Ekologis

Potensi bencana ekologis semakin meningkat akibat proyek food estate yang mengubah bentang alam, tutupan tanah, dan tata guna lahan secara luas. Kerusakan ekosistem yang berskala luas ini dapat mempercepat penurunan fungsi dan kemampuan lingkungan hidup, merusak kesuburan tanah, dan ketersediaan air.

PBR memproyeksikan seluas 728.871 ha berpotensi rawan banjir sangat tinggi, 385.691 ha berpotensi rawan kebakaran hutan dan lahan sangat tinggi, 159.586 ha berpotensi rawan kekeringan sangat tinggi, dan 1.274.148 ha berpotensi rawanan bencana sedang serta rendah.

Pengabaian atas kemampuan daya dukung, daya tampung lingkungan dan sosial dapat berdampak pada peningkatan bencana ekologi dalam jangka panjang, seperti kepunahan, banjir,  tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, pencemaran lingkungan, permasalahan kesejahteraan sosial dan ekonomi, dan sebagainya.

Mengancam Ruang Rakyat Papua

Proyek food estate mengancam 169.045 jiwa orang asli Papua di sekitar 200 kampung di Merauke, Mappi, Boven Digoel, dan Yahukimo, yang sangat terdampak akibat ketergantungan hidup mereka kepada hutan.

Kehilangan hutan dan pembatasan akses atas sumber kehidupan akan berisiko menurunnya kualitas hidup yang layak, menimbulkan masalah kesehatan dan gizi buruk, menurunnya pendapatan dan mata pencaharian, ketergantungan pada ekonomi baru, kesulitan sumber pangan dan air yang berkualitas, merosotnya kesejahteraan dan pendidikan, menimbulkan konflik, ketidakamanan dan mengganggu ketenteraman hidup, dan sebagainya.

“Papua mandiri berarti mampu mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri. Papua berkeadilan berarti pembangunan yang adil dan merata dengan partisipasi aktif adat dan agama seluruh masyarakat, yang hasilnya dapat dinikmati seluruh masyarakat, khususnya Asli Papua,” tegas Luka Enembe, Gubernur Papua.

Pembangunan yang mengakibatkan penderitaan, konflik, dan kematian adalah pembangunan yang memusnahkan kemanusiaan.

Penulis merupakan reporter magang di betahita.id