Ini Soal Gajah, Manusia dan Habitat yang Menghilang

Penulis : Riszki Is Hardianto - Peneliti Kehutanan Yayasan Auriga Nusantara

Opini

Kamis, 31 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Gajah merupakan mamalia besar dan terdapat 2 spesies gajah yaitu gajah afrika (loxodonta Africana) dan gajah asia (elephas maximus). Gajah asia terdapat di Indonesia yaitu masing-masing ada di Kalimantan dan Sumatera.

Untuk gajah asia yang ada di Sumatera (Elephas maximus sumatranus) tersebar mulai dari Provinsi Aceh sampai Provinsi Lampung. Gajah dinilai sebagai spesies kunci, hal ini dikarenakan gajah memiliki peranan penting dalam menjaga kelestarian hutan dan seluruh keseimbangan ekosistem.

Gajah merupakan satwa herbivora yang mampu makan sampai dengan 300-an kg per hari, dengan konsumsi makan gajah yang sangat banyak, gajah akan membuang kotoran sampai 18 kali per hari. Dari sisa makanan dan kotoran gajah tersebut maka akan membantu penyebaran biji-bijian yang akan tumbuh menjadi pohon-pohon baru di hutan.

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) menurut data The International Union for the Conservation of Nature (IUCN) masuk kedalam status “Critically Endangered”. Kondisi populasi gajah sumatera pada 2007 teridentifikasi sebanyak 2800-4800 Individu dan data terakhir pada 2021 populasi gajah sumatera tersisa sebanyak 924-1359 Individu.

Gajah Sumatera. (Yudi Auriga Nusantara)

Berdasarkan hal tersebut maka dalam kurun waktu 2 dekade terakhir gajah sumatera mengalami penurunan populasi sebanyak 70 persen. Selain itu dalam jumlah kantong gajah juga mengalami penurunan dari 1985 berjumlah 44 kantong menjadi 22 kantong gajah pada 2021.

Status Populasi Gajah Sumatera Tahun ke Tahun

Aceh menjadi salah satu provinsi yang masih memiliki jumlah populasi gajah sumatera tertinggi di Sumatera. Berdasarkan data terakhir, pada 2020 jumlah gajah di Provinsi Aceh teridentifikasi sebanyak 539 individu, atau dengan kata lain hampir 40 persen gajah yang ada di Sumatera berada di Provinsi Aceh.

Jumlah populasi gajah di Aceh juga jauh dari kata aman, hal ini dikarenakan pada tahun 2003 jumlah gajah di Aceh mencapai 800 individu atau mengalami penurunan sebanyak 261 Individu atau 32 persen pada 2020.

 Kondisi populasi gajah sumatera di Aceh ditemukan pada 6 kantong habitat, yang tersebar di 13 kabupaten di Provinsi Aceh (BKSDA Aceh 2020). Adapun luas dari habitat gajah yang ada di Provinsi Aceh memiliki luas 1.879.390 hektare.

Jumlah populasi gajah terbanyak di temukan di Kabupaten Aceh Jaya sebanyak 78 individu, sedangkan populasi gajah terendah ditemukan di Aceh Tenggara dengan jumlah populasi 9 individu.

Kondisi Populasi Gajah di Provinsi Aceh Tahun 2020

Ancaman utama bagi kelestarian dari gajah sumatera adalah hilangnya habitat mereka akibat aktivitas penebangan hutan yang tidak berlekanjutan perburuan dan perdagangan liar juga konversi hutan alam untuk perkebunan dalam skala besar. Hal ini mendorong terjadinya konflik antara gajah dan manusia kian meningkat.

Hal ini juga memicu terjadinya pembunuhan gajah dengan cara meracuni dan menangkapnya. Dengan penurunan gajah yang terus meningkat, penyelamatan habitat gajah yang tersisa dan koneksi antar habitat gajah sumatera harus menjadi prioritas utama.

Konflik Gajah-Manusia di Provinsi Aceh

Selama periode 2005-2020 tercatat sebanyak 647 kasus konflik gajah-manusia, atau dengan kata lain rata-rata terjadi 76 kali kasus konflik gajah-manusia per tahunnya. Sedangkan pada 2021 mengalami peningkatan konflik antara gajah dan manusia, selama 2021 tercatat sudah sebanyak 488 Kasus konflik terjadi.

Angka konflik pada 2021 mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dan hal tersebut justru akan menjadi ancaman yang cukup tinggi pada kelestarian gajah yang ada di Provinsi Aceh. Tindakan dan kebijakan sangat diperlukan dalam mengatasi peningkatan angka konflik yang terjadi antara manusia dan gajah.

Karena ketika konflik gajah dan manusia terjadi, selain akan meningkatkan keterancaman kelestarian dari gajah, tentu juga akan banyak menimbulkan kerugian, baik dari sisi manusia ataupun gajahnya, seperti kematian dan/atau luka-luka pada gajah dan manusianya serta kerugian dari sisi ekonomi.

Peningkatan konflik ini umumnya dikarenakan keterancaman dari habitat gajah yang dikarenakan konversi lahan. Peningkatan angka konflik ini juga berimplikasi dengan penuruan jumlah populasi gajah sumatera yang ada di Aceh selama ini.

Angka Konflik Gajah-Manusia di Provinsi Aceh

Data menunjukkan, kejadian konflik tertinggi di provinsi ini terjadi di Aceh timur. Selama periode 2015-2020 tercatat Kabupaten Aceh Timur mengalami 103 kasus konflik gajah-manusia. Rata-rata tahunan terjadinya konflik gajah-manusia mencapai 21 kali kejadian kasus atau dalam satu bulan minimal terjadi 2 kali kejadian konflik di Kabupaten Aceh Timur.  Sedangkan kejadian konflik terendah di terjadi di Kabupaten Aceh Tamiang dan Bireun sebanyak 5 kali kejadian kasus konflik.

Aceh Timur juga merupakan area yang tidak cukup aman bagi gajah sumatera. Selama periode 2017-2018 tercatat ada 26 kejadian kematian gajah di Provinsi Aceh dan 16 kejadian kematian tersebut terjadi di Aceh timur, atau dengan kata lain hampir 62 persen kematian gajah di Provinsi Aceh terjadi di Kabupaten Aceh Timur.

Kejadian Konflik Gajah-Manusia Per Kabupaten di Provinsi Aceh

Selain itu Kabupaten Aceh Timur juga mengalami peningkatan angka konflik sejak 2018 hingga 2020. Begitu pula dengan kejadian konflik gajah-manusia, juga terjadi peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Selain Aceh timur beberapa kabupaten yang mengalami peningkatan kejadian konflik antara lain di Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Utara.

Kerawanan Area Konflik Gajah-Manusia

Berdasarkan data Rencana Tindakan Mendesak (RTM) Gajah Sumatera, diketahui bahwa luas kantong gajah yang ada di Pulau Sumatera memiliki luas 4.642.824 hektare. Yang mana seluas 1.879.390 hektare berada di Provinsi Aceh.  Dengan demikian hampir 40 persen luasan kantong gajah yang ada di Sumatera berada di Provinsi Aceh.

Hal ini juga menunjukkan seberapa pentingnya Provinsi Aceh dalam pelestarian gajah sumatera. Dari 1.879.390 hektare luas kantong gajah yang ada di Aceh, 466.443 hektare di antaranya berada dalam area rawan kejadian konflik gajah-manusia (BKSDA Aceh 2020).

Area kerawanan konflik gajah dan manusia ini tersebar di area perkebunan sawit, kelapa dan karet. Perkebunan sawit menjadi area terluas dalam hal kerawanan area konflik gajah-manusia dengan luas sekitar 240.368 hektare, area kelapa 102.951 hektare dan perkebunan karet 123.124 hektare. Tingginya angka konflik di perkebunan sawit bisa jadi dikarenakan perkebunan sawit berada di dalam habitat gajah, sehingga angka konflik menjadi tinggi pada area tersebut.

Persentase Area Kerawanan Konflik di Perkebunan

Luasnya area rawan konflik yang ada di kantong gajah juga menyebabkan beberapa kerugian, baik dari sisi manusia maupun dari sisi gajahnya. Berdasarkan data konflik pada periode 2015-2020 (BKSDA Aceh) tercatat dampak dari kejadian konflik menyebabkan kerusakan tanaman masyarakat, ancaman pada gajah, kerusakan properti dan cidera dan/atau kematian baik pada gajah maupun pada manusia.

Data itu menunjukkan bahwa kerusakan tanaman masyarakat paling mendominasi, sedangkan cidera dan kematian pada manusia masih ditemukan dengan masing-masing sebanyak 5 orang dan 2 orang. Selain itu data kematian gajah yang ada di Provinsi Aceh 57 persen disebabkan oleh kejadian konflik gajah dan manusia, 10 persen karena perburuan liar dan sisanya sebesar 33 persen disebabkan kematian alami.

Diagram Dampak Konflik Gajah-Manusia

Deforestasi: Penyebab Penurunan Populasi Gajah dan Konflik antara Gajah dan Manusia

Provinsi Aceh dalam 2 dekade terakhir (2001-2020) telah kehilangan area berhutan seluas 251.713 hektare. Sekitar 60.601 hektare atau 24 persen di antaranya berada di dalam kantong gajah.

Deforestasi pada kantong gajah tertinggi terjadi pada Kabupaten Aceh Timur dengan luasan deforestasi mencapai 14.553 hektare, disusul oleh Kabupaten Aceh Utara seluas 9.874 hektare. Tingginya angka deforestasi di dalam kantong gajah di Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Utara ini selaras dengan kejadian konflik yang terus meningkat di dua kabupaten tersebut.

Perbandingan Angka Deforestasi dengan Konflik Gajah-Manusia di Provinsi Aceh

Untuk menilai hubungan antara angka deforestasi yang ada di dalam kantong habitat dengan kejadian konflik gajah-manusia di setiap kabupaten, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan scatterplot. Hasil pengujian menggunakan scatterplot menunjukan bahwa kejadian konflik gajah-manusia memiliki hubungan secara positif dengan kejadian deforestasi yang terjadi di dalam kantong gajah.

Daerah-daerah yang memiliki luasan area deforestasi yang besar cenderung memiliki angka konflik yang tinggi juga. Data menunjukan bahwa Aceh Timur dan Aceh Utara memiliki angka konflik yang paling tinggi dibandingkan dengan kabupaten lagi, dan juga bersamaan di kedua kabupaten tersebut juga memiliki angka deforestasi yang paling tinggi juga di antara kabupaten-kabupaten lainnya.

Hubungan antara Kejadian Konflik Gajah-Manusia dengan Angka Deforestasi

Keterhubungan antara konflik gajah-manusia dengan angka deforestasi ini menjadi salah satu tanda bahwa dalam upaya konservasi gajah sumatera diperlukan keseriusan juga dalam menghentikan deforestasi, baik di dalam maupun di luar kantong gajah yang ada.

Karena bila terjadi peningkatan angka deforestasi, maka akan meningkatkan pula angka konflik gajah-manusia. Yang mana bila terjadi konflik, juga akan mengancam populasi gajah itu sendiri, baik dalam bentuk kematian gajah maupun cidera pada gajah yang bisa mengakibatkan kematian pada gajah.

Konsesi dalam Kantong Gajah Sumatera di Provinsi Aceh

Dari 1.879.390 hektare luas kantong gajah yang ada di Provinsi Aceh, seluas 276.108 hektare di antaranya berada dalam area konsesi. Jumlah perusahaan yang ada di dalam kantong gajah terhitung sebanyak 44 perusahaan. Yang di antaranya terdiri dari IUPHHK-HT, IUPHHK-HA, PKH, dan IUP.

Luasan IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT merupakan yang terluas  yang berada di dalam kantong gajah, dengan luasan masing-masing 98.200 hektare dan 97.362 hektare. Sedangkan untuk perusahaan terluas yang berada dalam kantong gajah adalah PT Aceh Inti Timber (IUPHHK-HA) dengan luasan 69.074 hektare dan PT Aceh Nusa Indrapuri (IUPHHK-HT) dengan luasan 42.682 hektare.

Luasan Konsesi dalam Kantong Gajah

Dalam lingkup nasional, gajah sumatera tersebar di 22 kantong yang berada di 7 provinsi. Kantong gajah yang tersisa hampir 80 persen luasannya berada di luar kawasan konservasi, dan dari kantong gajah yang ada di luar kawasan konservasi itu hampir 56 persennya berada di  area konsesi.

Dengan begitu maka dalam skala luas pun gajah sumatera berada dalam keterancaman yang cukup tinggi, karena habitatnya dominan berada didalam area yang minim perlindungan. Sehingga diperlukan komitmen antar-stakeholder dalam upaya melindungi habitat gajah tersisa.

Peta Sebaran Konsesi dalam Areal Kantong Gajah

Pendekatan dalam Penyelesaian Konflik Gajah-Manusia

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam upaya penanggulangan konflik gajah-manusia, salah satunya seperti berfokus pada habitat gajah tersisa. Dalam hal ini perlu dipastikan bahwa habitat gajah tersisa dalam kondisi aman dari kegiatan-kegiatan yang bisa mengganggu habitat dari gajah.

Dalam hal ini diperlukan komitmen multi-stakeholder dalam pengelolaan habitat, sehingga semua habitat gajah tersisa terhindar dari segala bentuk gangguan/perambahan. Selain itu dalam pemberian izin penggunaan kawasan, baik dalam pembangunan infrastruktur dan pemberian izin pelepasan konsesi, harus memperhatikan habitat gajah yang ada di setiap kawasan.  Hal itu diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya konflik gajah-manusia dan meningkatkan peluang pelestarian dari gajah sumatera.

Selain itu penyebab konflik bisa jadi juga dikarenakan terjadinya penyempitan dan terfragmentasinya habitat gajah yang ada, dan hal tersebut menyebabkan gajah menjadi terganggu dan mencari habitat lainnya yang masih bagus. Terhadap habitat gajah yang terfragmentasi diperlukan pembentukan koridor antarsatu habitat yang terfragmentasi dengan habitat lainnya.

Dari segi kemasyarakatan, juga diperlukannya pembangunan kesadaran bersama terhadap gajah sumatera yang ada untuk dilindungi bersama sehingga upaya pembunuhan atau perburunan terhadap gajah sumatera dapat diminimalisir. Selain itu harus ada kesepemahaman dalam wilayah habitat gajah, agar tidak melakukan pemanfaatan lain di dalam habitat gajah, seperti pemukiman, pertanian, perkebunan maupun usaha lainnya di dalam habitat gajah tersebut.

Bila daya dukung habitat gajah tersisa ditingkatkan, sehingga dapat mencukupi kebutuhan pakan gajah, dan pemahaman masyarakat akan pentingnya gajah di alam juga ditingkatkan, maka konflik gajah dan manusia dapat terselesaikan, atau setidaknya dapat terhindarkan.

Sumber Data:

  1. Balai Konservasi Sumberdaya Alam Aceh (2020) dalam An Update On Human Elephant Conflict in Aceh, Indonesia. Leuser International Foundation (2021).
  2. Data Auriga Nusantara