Penyusutan Populasi Burung Menandakan Perubahan Bumi

Penulis : Aryo Bhawono

Biodiversitas

Selasa, 10 Mei 2022

Editor : Kennial Laia

BETAHITA.ID -  Nasib burung di dunia ibarat ‘burung kenari dalam tambang batu bara’. Perumpamaan ini diambil dari kebiasaan penambang batu bara pada masa lalu, mereka membawa burung kenari untuk mendeteksi gas beracun dalam tambang. Jika burung ini mati maka penambang harus segera meninggalkan tambang.

Tinjauan global menyebutkan nasib burung kenari ini dialami oleh seluruh burung di dunia. Mereka menghilang secara masif seiring dengan perubahan dunia akibat manusia. 

Dikutip dari The Guardian, saat ini spesies burung yang tersebar di dunia mencapai 11.000 spesies namun setengah populasinya menurun. Hanya sekitar 6 persen spesies mengalami peningkatan. Angka ini cukup akurat mengingat jalur migrasi dan nyanyian mereka membuat burung mudah dipelajari daripada hewan lain. 

Populasi burung dipengaruhi kerusakan akibat aktivitas manusia, mulai dari perusakan habitat liar, krisis iklim, pestisida dan polusi lainnya, hingga perburuan berlebihan dan dampak spesies asing dan penyakit. Para ilmuwan berpendapat kondisi burung menjadi indikator hidup terbaik atas perubahan global.

South Georgia shags bersarang di garis pantai berbatu./Foto: Mike Dunn

Di Amerika Utara dan Eropa saja miliaran burung telah hilang dalam beberapa dekade terakhir. Sementara ada lebih banyak spesies di daerah tropis, yang memiliki proporsi lebih tinggi, burung berada pada risiko kepunahan.

Para peneliti berkata upaya konservasi telah berhasil menyelamatkan spesies individu di lokasi tertentu, tetapi kemauan politik dan pendanaan diperlukan untuk membalikkan penurunan global.

“Burung adalah taksa yang jauh lebih kuat (daripada yang lain) untuk memberi tahu kita sebuah kisah tentang kesehatan planet ini. Kami tahu banyak tentang mereka, bahkan kami tidak tahu berapa banyak spesies serangga yang ada” kata Alexander Lees, dari Manchester Metropolitan University, Inggris, yang memimpin tinjauan tersebut.

Saat ini timnya melakukan triase spesies yang berisiko. Tetapi langkah ini tidak dapat menghentikan spesies menuju kepunahan. Ada begitu banyak yang bisa dilakukan dengan konservasi berbasis situs.

Sementara pekerjaan konservasi telah meningkatkan populasi 70 spesies, cukup untuk menurunkan risiko kepunahan sejak 1988. Sebanyak 391 spesies telah memburuk.

Data global yang dikumpulkan oleh Birdlife International mendukung tinjauan tersebut. CEO kelompok konservasi, Patricia Zurita, mengatakan nasib nurung benar-benar seperti ‘kenari di tambang batu bara’, yakni sebagai indikator kesehatan planet bumi, mengingat kepekaan mereka terhadap perubahan ekosistem. 

“Keberadaan mereka di sekitar planet, dan seberapa baik dipelajari mereka. [Kita] perlu mendengarkan dan menindaklanjuti apa yang dikatakan burung kepada kita, karena mereka menghilang lebih cepat,” kata dia.

Pengecualian atas penurunan populasi burung berlaku untuk burung air, populasi mereka di lahan basah di Amerika Utara dan Eropa telah tumbuh sebesar 13 persen sejak tahun 1970. Pemulihan area lahan basah yang relatif kecil dapat berdampak besar, sementara burung yang hidup di padang rumput dan hutan membutuhkan daerah yang jauh lebih besar.

Kajian yang diterbitkan dalam jurnal Annual Review of Environment and Resources, menemukan sekitar 48 persen spesies burung diketahui atau diduga mengalami penurunan populasi, sekitar 39 persen dengan tren datar, sekitar 6 persen menunjukkan peningkatan, dan 7 persen dengan tren yang tidak diketahui.

Sebagian besar data jangka panjang berasal dari Eropa, Amerika Utara, India, dan beberapa lokasi di Afrika. Pemantauan yang lebih baru di Amerika Latin dan Asia menunjukkan hasil yang serupa. Populasi burung di AS dan Kanada telah turun 3 miliar sejak 1970, sementara 600 juta telah menghilang dari Eropa sejak 1980.

Tinjauan tersebut mencatat jumlah spesies burung yang luar biasa, dari petrel (burung laut) Antartika yang bersarang 200 km di pedalaman Antartika hingga petrel badai Hornby yang ditemukan bersarang di gurun Atacama. Burung Hering Rüppell dilaporkan terbang di ketinggian 11.300 meter, sementara penguin kaisar dapat menyelam lebih dari 500 meter di bawah permukaan laut. Burung memiliki nilai budaya yang sangat besar tetapi juga penting bagi ekosistem, termasuk menyebarkan benih dan memakan hama.

Seluruh burung ini dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Misalnya, 2,7 juta burung diperkirakan mati setiap tahun di Kanada karena makan pestisida, sementara kucing domestik dapat membunuh 2,4 miliar setahun di AS. 

Keluarga burung yang paling terancam adalah yang lebih besar dan membutuhkan waktu lebih lama untuk berkembang biak, termasuk burung beo, elang laut, bangau, dan burung kekar seperti kalkun sikat Australia. Semua negara menjadi tuan rumah setidaknya satu spesies burung yang terancam punah secara global dan 10 negara memiliki lebih dari 75 spesies, menurut tinjauan tersebut.

Spesies burung di lahan pertanian juga menurun drastis, yakni turun 57% di Eropa sejak 1980. Hal ini disebabkan pertanian intensif yang memasok makanan murah.

Terdapat spesies yang berhasil diselamatkan, seperti alang-alang Mauritius dan curassow Alagoas di Brasil, yang telah punah di alam liar tetapi telah dipulihkan.

Namun tinjauan tersebut menyimpulkan jejak populasi manusia yang terus bertambah merupakan ancaman terbesar keanekaragaman hayati burung. Kurangnya kemajuan dalam melestarikan burung biasanya mencerminkan kurangnya sumber daya atau kemauan politik, daripada kurangnya pengetahuan tentang apa yang perlu dilakukan.

Stuart Pimm dari Duke University, AS, mengatakan tinjauan tersebut sangat baik dan berwibawa, bahkan dengan ketersediaan data yang jarang di beberapa daerah. Menurutnya dua pertiga dari semua spesies burung hidup di hutan tropis, dan ulah manusia menyusutkan habitat tersebut.

“Bahkan tanpa perkiraan populasi yang terperinci, jumlahnya pasti menurun,” katanya.