Analisis Satelit Ungkap Penurunan Drastis Lahan Basah Global

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Sabtu, 14 Mei 2022

Editor : Kennial Laia

BETAHITA.ID -  Studi terbaru mengungkap bumi kehilangan lahan basah seluas 4.000 kilometer persegi selama 20 tahun terakhir. Angka itu diperoleh dari analisis lebih dari satu juta gambar satelit secara global. 

Perubahan global dan aktivitas manusia disebut sebagai faktor utama yang menghilangkan lahan basah. Jenis lahan ini termasuk rawa pesisir, mangrove, mires, lahan dataran rendah, dan lahan gambut di muara, yang tersebar di seluruh dunia.   

Restorasi ekosistem dan pemulihan alami menahan laju degradasi ini. Namun, status konservasi terkini dan di masa depan dalam skala global sulit dipastikan. Sebab, para peneliti belum mengetahui bagaimana lahan basah merespons pada perubahan global.

Para ilmuwan mengembangkan mesin analisis otomatis yang mengumpulkan gambar satelit dalam rentang waktu 1999 dan 2019 untuk mendeteksi kehilangan tersebut.

Pengembangan ekstensif di wilayah pessisir di Asia Timur. Aktivitas ini salah satu pendorong utama hilangnya lahan basah secara global, terutama di Asia. Foto: Nicholas Murray via Phys.org

Mereka menemukan bahwa secara global, 13.700 kilometer persegi lahan basah pasang surut hilang, diimbangi dengan kenaikan 9.700 kilometer persegi, yang menyebabkan kerugian bersih 4.000 kilometer persegi selama periode dua dekade. Studi ini diterbitkan di jurnal Science, Jumat, 13 Mei 2022.

"Kami menemukan 27% kehilangan dan kenaikan berhubungan langsung dengan aktivitas manusia, seperti konversi lahan pertanian dan restorasi lahan basah yang hilang,” kata Dr. Nicholas Murray, dosen dan kepala laboratorium di James Cook University, Australia, yang memimpin studi tersebut, dikutip Phys.org.

Sementara itu faktor tidak langsung itu merupakan dampak dari aktivitas manusia, seperti pembentukan wilayah tangkapan sungai, pengembangan ekstensif di wilayah pesisir, penurunan pantai, dan perubahan iklim.

Sekitar sepertiga lahan basah global menurun di Asia. Jumlahnya kehilangan hampir 70% dan terkonsentrasi di Indonesia, China, dan Myanmar.

“Asia merupakan pusat global hilangnya lahan basah akibat aktivitas manusia secara langsung,” kata Murray.

Sementara itu, aktivitas manusia memiliki dampak yang lebih kecil dalam hilangnya lahan basah akibat pasang surut di Eropa, Afrika, Amerika, dan Oseania. Di wilayah ini dinamika lahan basah pesisir didorong oleh faktor tidak langsung seperti migrasi lahan basah, modifikasi pesisir, dan perubahan daerah tangkapan.

Para ilmuwan menemukan bahwa hampir tiga perempat dari hilangnya lahan basah akibat pasang surut secara global diimbangi oleh pembentukan lahan basah pasang surut baru di daerah yang sebelumnya tidak terjadi. Perluasan mencolok diidentifikasi di delta Gangga dan Amazon.

Sebagian besar wilayah baru lahan basah pasang surut didorong faktor tidak langsung. Di antaranya upaya pencegahan dan fasilitasi regenerasi alami. "Hasil ini menunjukkan bahwa kita perlu mengizinkan pergerakan dan migrasi lahan basah pesisir untuk memperhitungkan perubahan global yang cepat," kata Murray.

“Pemantauan skala global sangat krusial jika kita ingin menjaga lingkungan pesisir secara efektif,” tambah Murray.

Saat ini lebih dari 1 juta orang tinggal di dataran rendah pesisir di seluruh dunia.

Lahan basah memiliki peran yang penting bagi manusia. Mulai dari penangkapan dan penyimpanan karbon (sekuestrasi), perlindungan pesisir, dan peningkatan perikanan.

“Melindungi lahan basah pesisir penting untuk menopang masyarakat pesisir dan kesehatan planet kita. Area ini merupakan suaka terakhir bagi banyak tanaman dan satwa,” kata Dr. Thomas Worthington, peneliti senior di University of Cambridge sekaligus co-author studi tersebut.

Menurut Thomas, data analisis tersebut dapat membantu identifikasi wilayah pesisir paling terdampak. Dus, dapat menentukan tambahan status perlindungan dan restorasi prioritas.