Serikat Petani: WTO Gagal Atasi Kelaparan dan Kemiskinan

Penulis : Aryo Bhawono

Agraria

Jumat, 17 Juni 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Serikat Petani Indonesia (SPI) menyebut Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) gagal dalam menangani krisis pangan global. Organisasi itu dituding sebagai pemicu krisis pangan karena praktik liberalisasi perdagangan. 

"Krisis pangan terjadi di dunia ini akibat WTO, baik itu pemicunya perang Rusia-Ukraina maupun sebelumnya covid-19 dan perubahan iklim," ujar Ketua Umum SPI, Henry Saragih, pada konferensi pers SPI, Selasa (14/6/2022) seperti dikutip dari CNN Indonesia..

Menurutnya WTO menjadi pemicu terjadinya krisis pangan karena praktek liberalisasi perdagangan alias free trade yang dinilai merugikan sektor pertanian. Praktik ini memunculkan ketergantungan antarnegara ketika masing-masing memiliki spesialisasi pangan yang diimpor ke negara lain.

Ambil contoh, Indonesia sebagai pengekspor CPO terbesar di dunia. Tapi, karena larangan ekspor CPO yang diterapkan Presiden Jokowi pada 28 April, dunia mengalami krisis minyak sawit.

Tampak dari ketinggian hutan yang digusur oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Permata Nusa Mandiri di Namblong./Foto: Yayasan Pusaka Bentala Rakyat

"Karena sekarang masing-masing negara punya produk spesialnya. Australia dan New Zealand dengan sapi dan susunya, Indonesia dengan CPO dan sawitnya, India dengan tebu, dan seterusnya. Jadi, ini yang menyebabkan saling ketergantungan akibat WTO," kata Henry.

Hal ini juga yang membuat volume impor bahan pangan di Indonesia semakin tinggi, sekaligus menghambat kedaulatan pangan dalam negeri karena sudah terlanjur bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

"Indonesia tidak bisa memproduksi gula, bahkan jagung juga kurang, pangan lain kurang karena tanah-tanah di negara ini semua ditanam kelapa sawit," sebutnya.

Sekretaris Umum BPP SPI Zainal Arifin Fuad yang tengah menghadiri Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization yang ke 12 (MC12) di Jenewa, Swiss, mengatakan SPI dan segenap serikat pertanian lainnya akan terus menyuarakan tuntutan petani agar WTO berakhir.

"Pada saat ini, kita melihat WTO sudah tidak relevan dan bisa kita katakan WTO gagal dalam mengatasi kelaparan, kemiskinan seluruh petani," kata Zainal.

Ia mengambil contoh kelangkaan minyak sawit di Indonesia. Menurutnya, fenomena tersebut terjadi akibat kebijakan liberalisasi yang membuat kelapa sawit didominasi oleh korporasi-korporasi raksasa.

Imbasnya, pasar kelapa sawit dikendalikan oleh korporasi yang fungsinya hanya untuk memaksimalisasi keuntungan.

Oleh karena itu, sambung dia, kebijakan liberalisasi ini yang memicu krisis pangan. Mengingat bahwa krisis pangan di 2008 terjadi akibat tidak terjangkaunya harga pangan oleh masyarakat akibat meroketnya harga pangan pokok global, seperti gandum, jagung dan lain-lain

"Kita lihat bahwa kelaparan dunia itu tidak hanya disebabkan oleh kenaikan harga saat ini. Masih berlangsung hingga sekarang," tandasnya.