Singkong dan Sagu Masih Sulit Gantikan Gandum, sebab Beda Selera

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Lingkungan

Rabu, 13 Juli 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Singkong dan sagu dianggap masih sulit untuk bisa menggantikan gandum, sebab selera konsumsi masing-masing daerah di Indonesia berbeda-beda dan olahannya juga terbatas.

"Agak sulit ya untuk mengganti dengan singkong dan sagu, kita tidak bisa memaksakan orang untuk setiap hari makan singkong. Mungkin satu-dua hari masih oke, tapi karena olahan sagu atau singkong terbatas, dan masing-masing daerah seleranya berbeda, maka agak sulit," kata Ahmad Tauhid, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), dikutip dari Antara, Jumat (8/7/2022).

Tauhid menjelaskan, masing-masing daerah di Indonesia mempunyai selera dan konsumsi pangan harian yang berbeda sehingga sulit untuk menggantikan roti atau mie instan yang selama ini menjadi konsumsi masyarakat Indonesia.

Sempat ada wacana agar singkong dan sagu diharapkan bisa menjadi alternatif pangan pengganti gandum. Gandum yang merupakan bahan baku tepung terigu dan produk mie instan, saat ini terancam pasokannya karena dampak geopolitik di Eropa.

Singkong dan sagu dianggap masih sulit menggantikan gandum, karena perbedaan selera dan keterbatasan produk olahannya./Foto: Wikipedia/David Monniaux

Sementara itu, singkong menjadi bahan makanan dan sumber karbohidrat hampir di seluruh daerah di Indonesia. Bahan pangan ini juga cocok dikonsumsi bagi penderita autis, karena pati sarinya tidak mengandung gluten. Kemudian sagu merupakan bahan makanan pokok di daerah Indonesia bagian timur, seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi dan Papua.

Tauhid berpendapat, pemerintah seharusnya tidak mengandalkan impor gandum dari Ukraina, tetapi mengalihkan besaran impor ke negara lain untuk memenuhi pasokan.

"Kalau Indonesia punya kedekatan dengan Rusia, seharusnya kita bisa mendapat harga yang lebih murah dan Indonesia harusnya bisa meningkatkan impor dari negara lain sebagai alternatif."

Di sisi lain, pemerintah juga harus memanfaatkan kearifan lokal pangan yang ada di masing-masing daerah dan tidak memaksakan beras sebagai bahan pangan pokok. Saat ini harga gandum dunia mengalami kenaikan 24 persen sejak konflik Rusia-Ukraina, sehingga berdampak pada kenaikan harga pangan berbahan dasar gandum di dalam negeri.